• Tidak ada hasil yang ditemukan

Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus

“Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus” merupakan sebuah bentuk rujukan penting kepada Allah yang ditemukan di Rm.15:6; 2Kor.1:3; 11:31; Ef.1:3; 1Ptr.1:3. Kelima referensi tersebut menunjuk-kan bahwa frasa ini merupamenunjuk-kan sebuah deskripsi Allah yang terkenal di gereja PB dan bahwa Allah yang mereka sembah itu memang adalah “Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus”.

Bagi kita yang dibesarkan dalam trinitarianisme, sang “Bapa” langsung dihubungkan dengan “Allah-Anak”, sedangkan dalam PB “Bapa” adalah istilah yang dimengerti sehubungan dengan “anak Allah”, gelar sang Mesias atau Kristus. Gelar ini selanjutnya digabungkan ke dalam gelar “Tu[h]an Yesus Kristus”, yang bagi seorang berbahasa Ibrani adalah “Tu[h]an Yesus sang Mesias” (lih. mis. Salkinson-Ginsburg Hebrew NT). Bagi orang-orang yang tidak berbahasa Ibrani, gelar “Kristus” itu telah menjadi semacam nama keluarga sehingga signifikansi aslinya telah hilang.

“Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tu[h]an dan Kristus” (Kis.2:36) dan setidaknya justru karena alasan ini Ia adalah keduanya “Allah dan Bapa dari Tu[h]an kita Yesus”. Hal ini membuat jelas bahwa gereja awal tidak memandang kata “Tu[h]an” sebagai gelar ilahi dalam pengertian trinitaris. Betapa berbedanya keadaan dewasa ini karena orang Kristen tidak bisa memikirkan Yesus sebagai “Tu[h]an” kecuali dalam pengertian bahwa ia adalah Allah. Hal ini menunjukkan bagaimana pemikiran trinitaris telah menjadikannya hampir mustahil bagi kita membaca PB kecuali di dalam bahasa dan kategori trinitaris. Umat Kristen sudah terikat untuk membaca PB melalui kacamata trinitaris. Kecuali jika kita, oleh anugerah Allah, dibebaskan dari belenggu ini, kita tidak akan pernah dapat memahami firman Allah dengan tepat, selain dengan istilah-istilah yang telah disimpangkan secara serius. Seberapa besarkah dampaknya kondisi yang menyedihkan dan berbahaya ini atas kondisi rohaniah gereja saat ini, bila gereja tidak

lagi bisa memahami firman Allah sebagaimana mestinya? Mereka menyembah tiga pribadi alih-alih satu, dan kebanyakannya hanya satu—Yesus. Bertolak-belakang tajam dengan ini, dalam PB jemaat menyembah “Allah dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus”. Atau sebagaimana dikatakan oleh sang Rasul, “aku sujud kepada Bapa” (Ef.3:14).

Akan tetapi, bagaimana kita dapat mendamaikan, di satu sisi, gagasan trinitaris bahwa Yesus setara dengan Yahweh, dan di sisi lain, fakta bahwa Yahweh adalah Allahnya Yesus? Apakah sekali lagi dengan memakai gaya bicara ganda (double-talk): yang terakhir berlaku kepada Yesus sebagai manusia, bukan sebagai Allah (jika tidak Yahweh akan menjadi Allahnya Allah!)? Dengan kata lain, trinitarianisme mengharuskan Yesus dibagi dua bila menyangkut eksegesis ayat-ayat dalam Kitab Suci: Di satu tempat sesuatu dikatakan yang berlaku kepada Yesus sebagai manusia, dan di tempat lain sesuatu dikatakan yang berlaku kepadanya sebagai Allah. Dengan cara meloncat bolak-balik seperti inilah dogma itu dipertahankan. Akan tetapi, pemisahan Allah dengan manusia di dalam Kristus trinitaris sebenarnya tidak diizinkan oleh syahadat trinitaris itu sendiri, karena pemisahan Allah dengan manusia di dalam Kristus seperti inilah yang dikutuk sebagai bidat dengan nama “Nestorianisme”, yang mengakibatkan pengucilan. “Eutikianisme dan Nestorianisme akhirnya dikutuk di Konsili Khalkedon (451 M), yang mengajarkan satu Kristus dalam dua kodrat dipersatukan dalam satu pribadi atau hypostasis, tetapi tetap ‘tanpa kerancuan, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pemisahan!’” (Evangelical

Dictionary of Theology, W.A. Elwell, Baker, Art. tentang Kristologi,

hlm.225; cetak miring ditambahkan).

Dengan demikian, sifat pertentangan-diri dari trinitarianisme ter-ungkap oleh gaya bicara bertentangan (double-talk) trinitaris. Karena seandainya Allah dan manusia dalam Kristus dapat dipisahkan dengan mengatakan ayat ini berlaku kepada Yesus

sebagai manusia tetapi ayat itu berbicara tentang Yesus sebagai Allah, maka ia bukan lagi satu pribadi melainkan dua, dan ini bertentangan dengan dogma trinitaris bahwa Yesus adalah keduanya “Allah sejati, manusia sejati” dalam satu pribadi. Namun, teori itu satu hal, prakteknya lain lagi. Diperhadapkan dengan masalah-masalah yang tak teratasi dalam terang Alkitab monoteistik yang tak kenal kompromi, trinitarian terpaksa bermain sulap interpretatif untuk menyangga dogma mereka.

Mari kita ambil satu poin penting yang fundamental sebagai contoh. Satu hal yang sangat sering dinyatakan tentang Yesus adalah kematian penebusannya. Namun seandainya Yesus adalah Allah, maka ia tidak bisa mati; jika ia bisa mati, maka ia bukan Allah. Karena satu kebenaran dasariah tentang Allah dalam Alkitab ialah bahwa Dia itu abadi, kekal dan tidak takluk kepada maut (Ul.33:27; Mzm.90:2, dst.); hal ini tidak diragukan sama sekali sejauh Alkitab mencatat. Paulus berbicara tentang Allah sebagai “satu-satunya yang tidak takluk kepada maut” (1Tim.6:16). Segala sesuatu akan berlalu, tetapi Allah tetap selamanya, “tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan” (Mzm.102:25-27).

Jadi trinitarianisme diperhadapkan dengan pertanyaan: Bagaimana mungkin Yesus mati tetapi dia juga Allah? Untuk itu tidak ada jawaban lain selain mengatakan: Yesus mati sebagai manusia, bukan sebagai Allah. Inilah gaya bicara ganda yang tak terelakkan. Lalu, apa jadinya dengan syahadat trinitaris yang dinyatakan di Khalkedon: “Satu Kristus dalam dua kodrat (perhatikan bagaimana Allah disebut dengan istilah “kodrat”) dipersatukan dalam satu pribadi… tanpa pembagian, tanpa

pemisahan”? Jelaslah, dogma ini benar-benar mustahil untuk

dipertahankan dalam terang wahyu Alkitab tentang Allah.

Lagipula, seandainya Yesus adalah Allah, maka istilah “Allah Tu[h]an kita Yesus Kristus” berarti bahwa Allah adalah Allah dari Allah! Aduh, trinitarianisme! Karena, mau tidak mau, ini akan

membangkitkan pertanyaan: “Allah” macam apa Yesus trinitarianisme ini? Karena Allah memang dikenal sebagai “Allah segala allah” (Ul.10:17; Mzm.136:2; Dan.2:47; 11:36), tetapi siapa “segala allah” ini harus kita biarkan untuk ditemukan jawabannya oleh para trinitarian.

Allah sebagai Allah dan Bapanya Yesus—dan kita;