• Tidak ada hasil yang ditemukan

Allah sebagai Allah dan Bapanya Yesus—dan kita; Yohanes 20:17

Istilah “Allah dan Bapa” muncul 12 kali dalam PB; 6 berkaitan dengan Kristus, dan 6 yang sisa berkaitan dengan orang-orang beriman. Semua referensi tersebut dikutip lengkap di sini:

Allah sebagai Allah Tu[h]an kita Yesus Kristus, atau “Allahnya”:

Roma 15:6, “sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu

memuliakan Allah dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus.”

2Korintus 1:3, “Terpujilah Allah, Bapa Tu[h]an kita Yesus

Kristus, Bapa yang penuh kemurahan dan Allah sumber segala penghiburan”.

2Korintus 11:31, “Allah, yaitu Bapa dari Yesus, Tu[h]an kita,

yang terpuji sampai selama-lamanya [bdk. Rm.9:5], tahu, bahwa aku tidak berdusta.”

Efesus 1:3, “Terpujilah Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus

Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga”.

1Petrus 1:3, “Terpujilah Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus

Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah membuat kita lahir kembali melalui kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada hidup yang penuh pengharapan”.

Wahyu 1:6, “dan yang telah membuat kita menjadi suatu

kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapanya, bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.” Allah sebagai Allah dan Bapa kita:

Galatia 1:4, “yang telah menyerahkan dirinya karena

dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita”.

Efesus 4:6, “satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di

atas semua dan melalui semua dan di dalam semua.”

Filipi 4:20, “Dimuliakanlah Allah dan Bapa kita

selama-lamanya! Amin.”

1Tesalonika 1:3, “Sebab kami selalu mengingat pekerjaan

imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tu[h]an kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita”.

1Tesalonika 3:11, “Kiranya Dia, Allah dan Bapa kita, dan

Yesus, Tu[h]an kita, membukakan bagi kami jalan kepadamu”.

1Tesalonika 3:13, “Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya

tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tu[h]an kita, dengan semua orang kudus-Nya.”

Para sarjana Muslim telah menuduh Paulus sebagai orang yang menuhankan manusia Yesus dengan menjadikan dia Allah-Anak, dan dengan demikian, Paulus menjadi pendiri sejati agama Kristen seperti yang ada hari ini. Namun, terlepas dari fakta bahwa istilah “Allah-Anak” tidak pernah dipakai oleh Paulus, dari daftar ayat-ayat di atas tentang “Allah dan Bapa” akan segera terlihat dengan jelas

bahwa kebanyakan dari rujukan kepada Allah sebagai “Allah Yesus Kristus” itu ditemukan dalam surat-surat Paulus (4 dari 6 ayat), dan ia menulis dengan cara yang persis sama tentang Allah sebagai Allah kita (seluruh 6 ayat).

Yesus berbicara tentang Allah sebagai “Allahku” (Yoh.20:17; Mat.27:46 = Mrk.15:34); kata-kata ini menggemakan Mzm.22:1, tetapi tidak dengan demikian kehilangan signifikansinya. Di Yohanes 20:17, Yesus berkata kepada Maria Magdalena, “Janganlah engkau memegang aku terus, sebab aku belum naik kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudaraku dan katakanlah kepada mereka bahwa sekarang aku akan pergi kepada Bapaku dan Bapamu, kepada Allahku dan Allahmu.” Hal ini tercermin dengan kuatnya di Wahyu 3:12 ketika Kristus yang telah bangkit itu berbicara tentang “Allahku” sebanyak empat kali dalam satu ayat ini:

“Siapa yang menang, ia akan kujadikan tiang di dalam Bait Suci Allahku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan kutuliskan nama Allahku, nama kota Allahku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari surga dari Allahku, dan namaku yang baru.”

Arti ayat ini pada hakikatnya tidak akan terpengaruh jika alih-alih “Allahku” cukup dibaca “Allah” saja. Jadi, apa yang ditampilkan dengan jelas sekali adalah penegasan dari Kristus bahwa Allah adalah Allahnya dalam cara yang paling personal yang dapat dinyatakan. Hal ini sangat penting untuk memahami Kristologi kitab Wahyu (bdk. pula 3:2).

Sebagai trinitarian kita berpendapat bahwa frasa “Bapaku dan Bapamu”, “Allahku dan Allahmu”, membedakan Yesus dari kita karena ia tidak berkata “Bapa kita”, “Allah kita”. Namun kita menga-baikan kenyataan bahwa dalam kalimat yang sama ia juga berkata “pergilah kepada saudara-saudaraku”; apakah ia dengan demikian juga membedakan dirinya dari mereka? Jika demikian, bagaimana?

Tidakkah ia juga yang berkata bahwa semua orang yang melakukan kehendak Allah adalah saudara-saudaranya (Mat.12:48,49; Mrk.3:34,35; Luk.8:21), yang berarti semua orang yang melakukan kehendak Allah akan mengalami Allah sebagai Bapa? Bahwa Yesus menggenapi kehendak Bapa secara lebih sempurna daripada saudara-saudaranya tidak diperselisihkan, tetapi apakah itu membuat Allah menjadi Bapanya dengan cara yang berbeda?

Namun di sini, sebagaimana di bagian lain, kita membacakan trinitarianisme kita ke dalam teks itu, dan dogma kita menuntut adanya pembedaan antara kemanusiaan kita dan kemanusiaan Kristus, karena Kristus bukan manusia sama seperti kita: ia adalah Allah-manusia, Allah dan manusia di dalam satu pribadi. Ini berarti ia bukan sungguh-sungguh manusia seperti kita. Selanjutnya ini berarti dalam mentalitas trinitaris Yesus itu cenderung lebih dipandang sebagai Allah daripada sebagai manusia; kemanusiaannya dibayangi oleh keilahiannya. Ini menimbulkan pertanyaan apakah Yesus trinitaris itu hanyalah sekadar sebuah tubuh manusia yang kepribadiannya digerakkan oleh kodrat ilahinya. Kristus trinitaris adalah Allah, tetapi dapatkah dikatakan dengan jujur bahwa ia itu “benar-benar manusia”? Allah-manusia, dalam kasus seperti ini, bukanlah seorang manusia seperti kita. Jadi trinitarianisme harus mengubah definisi Alkitab dari “Allah” dan “manusia” untuk memuat Yesus yang mereka tuhankan! Jika kita memberi kebebasan kepada diri kita sendiri untuk mendefinisikan istilah-istilah Alkitab dengan cara apa saja sesuai dengan tuntutan dogma kita, maka kita telah memilih untuk memperlakukan Alkitab semau kita. Namun apa lagi yang bisa diharapkan bila dasar batu karang monoteisme Alkitabiah itu, di mana Yahweh adalah satu-satunya Allah, telah ditolak demi tiga pribadi yang berbagi dalam satu hakikat ilahi?

Sebagai akibatnya, “eksegesis” trinitaris atas Yohanes 20:17 menengarai bahwa “Bapa” juga harus dimengerti dalam arti yang berbeda-beda; jadi ketika Yesus berkata “Bapaku”, ia diduga sengaja

membedakan hubungannya dengan Bapa dari hubungan murid-muridnya dengan Bapa dengan istilah “Bapamu”. Logika macam apa ini! Namun pembacaan teks secara gamblang (tanpa kacamata trinitaris) menunjukkan bahwa justru kebalikannyalah yang benar: apa yang dimaksudkannya adalah bahwa mulai saat ini, oleh kuasa kebangkitan dan oleh Roh Kudus yang akan segera disalurkannya kepada mereka (Yoh.20:22), murid-muridnya akan tahu bahwa “Bapaku” adalah “Bapamu”. Ini mengingatkan kita akan kata-kata indah di Kitab Rut, ketika Rut berkata kepada Naomi,“Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku.” (Rut 1:16)

Ini membawa kita kepada “jantung” dari pelayanan Yesus, yang tujuannya digambarkan oleh Rasul Petrus sebagai “membawa kita kepada Allah” (1Ptr.3:18). Untuk mencapai hal ini, Yesus melakukan dua hal yang menuntut sebuah respon: pertama, Yesus memanggil pendengarnya untuk “marilah kepadaku” (Mat.11:28; Yoh.1:39; 5:40; 6:44,65) dan, kedua, ia memanggil kita dengan kata-kata, “ikutlah aku” (Mat.10:38; Mrk.8:34; Yoh.10:27, dst.); atau sederhananya, “datanglah ke mari dan ikutlah aku” (Mat.19:21; Luk.18:22). Sering kali “ikutlah aku” sudah menyiratkan “marilah kepadaku”; dan “ikutlah aku” kerap kali muncul dalam keempat Injil (Mat: 6 kali; Mrk: 4; Luk: 4; Yoh: 6 = 20 kali dalam Injil). Kedua langkah tersebut mendefinisikan sifat pemuridan dalam Perjanjian Baru. Ucapan Rut kepada Naomi secara tepat dipandang mengungkapkan hakikat dan karakter dari pemuridan.

Hasil dari dibawa kepada Allah melalui Yesus adalah bahwa kita mengenal Allah sebagai Bapa kita dengan cara yang sama seperti Yesus mengenal Allah sebagai Bapa. Setiap orang Kristen telah mempelajari doa “Bapa Kami” (Mat.6:9-13) sejak masa kanak-kanak. Doa ini sering didaraskan dalam ibadah gereja. Namun, berapa

banyak orang yang benar-benar mengenal Allah sebagai Bapa? Apa artinya “membawa kita kepada Allah” kalau bukan membawa kita untuk mengenal Allah, agar kita memanggil-Nya “Abba, Bapa” dari hati kita (Gal.4:6; Rm.8:15), persis seperti Yesus yang juga memanggil-Nya “Ya Abba, ya Bapa” (Mrk.14:36)? Ia datang untuk menyelamatkan kita, dan inilah arti “diselamatkan”. “Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh.17:3)

Kata “mengenal” (ginōskō) adalah kata kunci dalam tulisan Yohanes; kata ini muncul dalam Injil Yohanes dan Pertama Yohanes jauh lebih sering daripada kitab PB lainnya (Yoh: 57 kali; Mat: 20; Mrk: 12; Luk: 28; Kis: 16; Rm: 9; 1Yoh: 25). Thayer’s Greek Lexicon memuat artikel yang panjang dan instruktif untuk kata ginōskō (kenal) yang dimulai dengan, “Khususnya γινώσκω [ginōskō]

berke-nalan dengan, mengenal, digunakan dalam PB untuk pengetahuan

tentang Allah dan Kristus, dan tentang hal-hal yang berkaitan dengan mereka atau yang keluar dari mereka; a. τόν Θεόν [ton

theon], satu Allah yang sejati itu, berlawanan dengan politeisme

orang kafir: Rm.1:21; Gal.4:9; juga Yoh.17:3”. Dalam membahas berbagai kata Yunani untuk kata “kenal”, Thayer membuat sebuah pengamatan yang penting tentang arti ginōskō: “pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadi” (huruf miring ditambahkan).

Persoalan pelik tentang “dua kodrat” dalam pribadi