• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siapakah tepatnya “Bapa” yang sangat kerap dibicarakan oleh Yesus dalam Injil Yohanes?

apa”, yang mengacu secara khusus kepada Allah, termasuk kosa kata khusus dari Yohanes; kata itu adalah sebuah kata kunci dalam pengajaran Yesus. Statistik menyatakan hal ini dengan jelas: “Bapa” muncul dalam Injil Matius: 23 kali (dalam 21 ayat); Markus: 3 kali (termasuk “Abba” di 14:36); Lukas: 12 kali (dalam 9 ayat); dan Yohanes: 114 kali (dalam 97 ayat).6

Dari angka-angka tersebut segera terlihat bahwa pemunculannya dalam Injil Yohanes sekitar 5 kali lebih banyak daripada Injil Matius, dan Matius adalah kitab yang lebih panjang daripada Yohanes. Jelaslah, “Bapa”, yang merujuk pada Yahweh Allah, selalu ada dalam ucapan Yesus, dan juga di dalam hati dan pikirannya. Di sini kita tidak bisa memeriksa kesemua 114 referensi kepada “Bapa” dalam Injil Yohanes, tetapi kita akan merangkum beberapa poin utama.

Siapakah “Bapa” dalam pengajaran Yesus menjadi jelas dari nas-nas berikut:

(1) Ialah Allah Israel, Yahweh, yang disembah dalam Bait Suci di Yerusalem, tetapi akan disembah secara universal “dalam roh dan kebenaran”.

Yohanes 4:

21 Kata Yesus kepadanya (perempuan Samaria): “Percayalah kepadaku, hai perempuan, saatnya akan tiba bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.

22 Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.

6 Statistik yang diberikan di sini adalah berdasarkan referensi yang

diberikan dalam Modern Concordance to the New Testament, Michael Darton, editor, Doubleday, 1976, yang pada dasarnya bisa diandalkan.

23 Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa mencari orang-orang yang menyembah Dia secara demikian.

Semua ayat ini adalah tentang penyembahan; Bapa sendiri adalah objek penyembahan baik bagi orang Yahudi maupun orang Samaria; Ia disembah di Yerusalem, yaitu, di Bait Suci. Jadi, rujukan itu tanpa diragukan adalah kepada Allah Israel, Yahweh. Yesus pun berbicara tentang Dia sebagai “Allah Bapa” (Yoh.6:27).

Berikut beberapa lagi pengamatan kunci mengenai “sang Bapa”: (2) Ia adalah “Yang ada dengan sendirinya” (“self-existent One”), sang Pencipta, yang telah menganugrahkan kepada Yesus kuasa untuk melaksanakan kehendak-Nya baik dalam kebangkitan maupun penghakiman:

Yohanes 5:26, “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup

dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam dirinya sendiri.”

“Bapa” adalah sumber hidup, karena Dialah satu-satunya yang “mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri”. Secara signifikan, itulah artinya deskripsi Nama Yahweh di Keluaran 3:14 sebagai “AKU ADALAH AKU” (sebagaimana tercermin dalam LXX, ho ōn). Ia tidak memperoleh hidup dari siapa pun juga, tetapi semua yang hidup menerima hidupnya dari Dia; karena Ia adalah sang Pencipta, sang Absolut sehubungan dengan segala yang ada. Ia telah memilih menurut kedaulatan kehendak-Nya untuk mengaruniakan kepada Anak untuk mempunyai hidup dalam dirinya dan untuk menyalurkan hidup kepada setiap orang yang mendengarkan suaranya (Yoh.5:25). Penting untuk diperhatikan bahwa Yesus

menjelaskan bahwa hidup yang ada padanya itu telah diberikan (didōmi) kepadanya oleh Bapa; bukan sesuatu yang dimilikinya sendiri. Tentu saja, ini bertentangan dengan Kristologi trinitaris.

Poin penting ini, yaitu, bahwa segala sesuatu yang dimiliki oleh Yesus ia terima dari sang Bapa, diulangi lagi di ayat berikutnya:

Yohanes 5:27, “Ia telah memberikan kuasa kepadanya untuk menghakimi, karena ia adalah Anak Manusia.”

Di sini, kata “memberikan” (didōmi) dipakai lagi, sekarang dengan mengacu kepada otoritas atau kuasa (exousia) yang dianugrahkan kepadanya oleh Bapa untuk menjalankan penghakiman. Kedua kata ini, “memberikan” dan “kuasa” adalah dua kata yang sama persis dalam teks Yunani yang muncul di Matius 28:18: “Yesus mendekati mereka dan berkata: ‘Kepadaku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.’”

Konteks di Yohanes 5 (ay.24-29) adalah tentang kebangkitan yang akan datang (ay.29) dan penghakiman (ay.27). Ayat-ayat tersebut dapat juga berfungsi sebagai konteks dari Matius 28:18.

Pernyataan-pernyataan Yesus dengan jelas menegaskan fakta bahwa semua yang ada padanya itu diberikan kepadanya dengan murah hati oleh sang Bapa. Pernyataan yang maha-melingkupi di Yohanes 5:30 mengalir secara logis dari penegasan itu: “Aku tidak

dapat berbuat apa pun dari diriku sendiri; aku menghakimi sesuai

dengan apa yang aku dengar, dan penghakimanku adil, sebab aku tidak menuruti kehendakku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus aku.”

Sungguh sulit untuk dimengerti bagaimana orang yang mendengarkan perkataan Yesus dalam ayat-ayat ini bisa memaksakan kalau Yesus mengklaim kesetaraan dengan sang Bapa. (3) Sang Bapa telah mengutus Yesus sebagai “juruselamat dunia” (Yoh.4:42) agar umat manusia tidak dihukum pada hari

penghakiman melainkan menerima hidup kekal. Yesus melaksanakan hal ini dengan (1) menyatakan sang Bapa kepada semua orang yang mencari Dia (Yoh.14:9), dan (2) menjadi “anak domba Allah”, anak domba yang disediakan oleh Bapa Sendiri sebagai korban untuk dosa, untuk “menghapus dosa dunia” (Yoh.1:29).

Sebagaimana bisa dilihat di Yohanes 5:30, “Aku tidak menuruti kehendakku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus aku”, Yesus berbicara tentang Bapa yang mengutus dia untuk menye-lesaikan pekerjaan yang telah dipercayakan kepadanya. Bahwa Allah yang mengutus dia adalah suatu hal yang diulang berkali-kali oleh Yesus dalam Injil Yohanes. Yesus hidup dengan kesadaran yang mendalam akan misi yang telah dipercayakan Bapa kepadanya. (4) Poin-poin di atas digabungkan dalam doa Yesus di Yohanes 17:3: “Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.”

Dasar bagi seluruh pengajaran Yesus dalam Injil adalah penegasan bahwa Bapa ialah “satu-satunya Allah yang benar”.

Namun, “Allah-Bapa” (Yoh.6:27, yakni, Yahweh) yang dibicarakan oleh Yesus tidak boleh dirancukan dengan “Allah-Bapa” trinitaris, yang bukan “satu-satunya Allah yang benar”, tetapi hanya satu dari tiga pribadi, dan dengan demikian membentuk sepertiga dari “Ke-Allahan” trinitaris. Trinitarianisme memakai istilah-istilah yang sama dengan istilah-istilah yang dipakai dalam Alkitab tetapi sering kali dengan makna yang sama sekali berbeda. Pengaburan makna sedemikian atas istilah-istilah penting ini dapat mengakibatkan pemikiran yang keruh. Oleh karena itu, kita perlu mengecek dengan seksama makna yang tepat dari istilah-istilah yang sedang digunakan ketika membahas trinitarianisme.