• Tidak ada hasil yang ditemukan

Musuh-musuh Yesus menuduhnya mengklaim kesetaraan dengan Allah

Ada dua nas utama dalam Injil, keduanya di Injil Yohanes, yang mencatat bahwa musuh-musuh Yesus menuduhnya telah secara tidak langsung mengklaim kesetaraan dengan Allah. Keduanya merupakan “nas konflik” yang mengungkapkan sikap permusuhan dari para musuh Yesus dengan membuat tuduhan serius bahwa Yesus menyiratkan bila ia memiliki kesetaraan dengan Allah. Tentu saja, itu adalah tuduhan sebesar tuduhan menghujat, yang menurut Hukum Yahudi diganjar dengan hukuman mati. Begitulah besarnya permusuhan mereka terhadap dia karena tidak menaati hukum Taurat sesuai pandangan mereka, khususnya aturan hari Sabat, sehingga mereka berupaya mencari jalan untuk membunuhnya.

Inilah konteks tuduhan penghujatan yang dilemparkan kepada-nya. Kita sudah berulangkali memperhatikan bahwa Yesus tidak pernah mengklaim kesetaraan dengan Allah. Sebaliknya, ia sangat menekankan ketergantungan dan ketundukannya kepada Allah. Tidak ada Injil yang menonjolkan pengajarannya tentang hal ini dengan lebih kuat selain Injil Yohanes. Maka seharusnya jelas bagi siapa saja yang tanpa prasangka membaca Injil Yohanes bahwa tuduhan menyetarakan dirinya dengan Allah, yang merupakan penghujatan, adalah tuduhan yang nyata-nyata palsu yang dirancang untuk memastikan kematiannya sebagaimana dinyatakan dengan gamblang di Yohanes 5, bahwa para musuhnya “makin berusaha untuk membunuhnya” (ay.18). Namun hal yang paling anehnya, dari sudut pandang eksegesis Alkitabiah, para trinitarian menganggap tuduhan palsu itu benar! Bagaimanapun juga, inilah yang dituntut oleh dogma trinitaris. Mereka tidak terlalu peduli apakah Yesus sendiri menerima tuduhan itu atau tidak. Jawabannya atas tuduhan tersebut cukup jelas untuk dilihat oleh semua orang.

Yohanes 5

15 Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada para pemuka Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia.

16 Karena itu, para pemuka Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat.

17 Tetapi ia berkata kepada mereka: “Bapaku bekerja sampai sekarang, maka akupun bekerja juga.”

18 Sebab itu, para pemuka Yahudi makin berusaha untuk membunuhnya, bukan saja karena ia melanggar peraturan Sabat, tetapi juga karena ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapanya sendiri dan dengan demikian menyamakan dirinya

dengan Allah.

19 Lalu (oun, ‘oleh karena itu’) Yesus menjawab mereka, “Sesungguhnya aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri, jikalau ia tidak meli-hat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.”

Lalu apa tanggapan Yesus atas gugatan yang dituduhkan kepadanya bahwa ia “menyamakan dirinya dengan Allah” (ay.18)? Hanya kebutaanlah yang menghalangi kita dari melihat bahwa jawabannya adalah penolakan mentah-mentah atas tuduhan kesetaraan karena, sebaliknya, “Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri”; ia mengikuti Bapa dengan sepenuhnya, sebab ia melakukan “hanya” “apa yang dikerjakan Bapa”. Bagaimanakah mungkin suatu penolakan atas tuduhan kesetaraan dapat dibuat lebih kuat dari ini?

Berhubungan dengan Allah sebagai Bapa sesungguhnya adalah unsur utama dalam kehidupan dan pengajaran Yesus. Sejak awal dalam pelayanannya ia mengajari murid-muridnya untuk berbicara kepada Allah sebagai “Bapa”, mengajari mereka untuk berdoa, “Bapa kami di surga”. Ini juga bukan sesuatu yang sama sekali unik untuk Yesus seolah-olah itu suatu bentuk panggilan yang belum dikenal

untuk Allah; frasa ini muncul dalam PL: Yesaya 64:8, “Tetapi seka-rang, ya TUHAN (Yahweh), Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu”, dan “Aku telah menjadi bapa Israel”, Yer.31:9; bdk. Mal.1:6. Dan Israel berkali-kali disebut sebagai “anak” Allah (Kel.4:22,23; Ul.14:1 “anak-anak” dalam teks Ibrani dan Yunani; demikian juga Yes.1:2).

Allah adalah “Bapa kami” secara kolektif, maka Ia pun “Bapaku” secara individu; karena bagaimana mungkin Dia dapat disebut “Bapa kami” jika Dia bukan “Bapaku”? Jadi, Yesus yang menyebut Allah sebagai “Bapanya” seharusnya tidak menjadi isu untuk orang Yahudi, selain daripada anggapan bila ia terlalu menekankan bentuk sapaan untuk Allah ini dalam cara yang bagi mereka dirasakan terlalu intim sehingga tidak takzim. Namun, ini tidak layak disebut mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang berarti penghujatan. Ini semua menunjukkan dengan amat nyata bahwa seluruh episode ini adalah suatu usaha dari para pemimpin bangsa itu untuk dengan segala cara mengarang tuduhan palsu terhadap Yesus agar ia dijatuhkan hukuman mati, dan mengenyahkan orang yang mereka anggap pembuat keonaran besar, sebuah duri dalam daging.

Yohanes 10

27 Domba-dombaku mendengarkan suaraku dan aku mengenal mereka dan mereka mengikut aku,

28 dan aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganku.

29 Bapaku, yang memberikan mereka kepadaku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.

31 Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus.

32 Kata Yesus kepada mereka: “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapaku yang kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari aku?”

33 Jawab orang-orang Yahudi itu: “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari engkau, melainkan karena engkau menghujat Allah dan karena engkau, sekalipun

hanya seorang manusia saja, menjadikan dirimu Allah.”

34 Kata Yesus kepada mereka: “Bukankah ada tertulis dalam kitab Tauratmu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? [Mzm.82:6]

35 Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan,

36 masihkah kamu berkata kepada dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena aku telah berkata: Aku Anak Allah?

37 Jikalau aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapaku, janganlah percaya kepadaku,

38 tetapi jikalau aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di

dalam aku dan aku di dalam Bapa.”

Usaha yang kedua kalinya ini untuk mendakwakan tuduhan penghujatan terhadap Yesus berangkat dari kegagalan mereka dalam memahami kata-kata Yesus “Aku dan Bapa adalah satu” (ay.30). Seperti para trinitarian, entah bagaimana, mereka membaca adanya klaim kesetaraan dengan Allah di dalam kata-kata ini, meskipun Yesus telah mengatakan segera sebelum itu bahwa “Bapaku lebih besar daripada siapapun” (ay.29). Apakah kita mengira “siapapun” di sini tidak termasuk Yesus sendiri? Bukankah maknanya cukup

jelas: Tak ada seorang pun yang lebih besar daripada Bapaku? Atau dengan memakai kata-kata Paulus, Bapa adalah Allah “yang ada di atas segala sesuatu, yang harus dipuji sampai selama-lamanya” (Rm.9:5). Dengan menyatakan bahwa “Bapa”, bukan Anak, “lebih besar daripada siapapun” berarti Yesus telah menutup segala klaim terhadap kesetaraan. Ia menaruh perkara ini di tempat yang tidak bisa diperdebatkan lagi ketika menyatakan, “Bapa lebih besar daripada aku” (Yoh.14:28).

Perhatikan bahwa seluruh isu dalam bagian teks ini dari Yohanes 10 berkisar seputar penghujatan: “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari engkau, melainkan karena engkau menghujat Allah, karena engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan dirimu Allah” (ay.33); dan lagi, “Engkau menghujat Allah” (ay.36), semuanya itu dengan niat yang dinyatakan di depan umum untuk melempari dia dengan batu sampai mati. Yesus menolak tuduhan mereka justru karena, bertentangan dengan tuduhan mereka, ia tidak pernah membuat klaim kesetaraan dengan Allah.

Yesus menjelaskan apa yang dimaksud dengan “Aku dan Bapa adalah satu” dengan kata-kata berikut, “supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam aku dan aku di

dalam Bapa” (ay.38). Namun, penjelasan ini barangkali kurang

terang untuk mereka, setidaknya sampai mereka mendengar pengajarannya di Yohanes 15:1 dyb. berkenaan dengan kesatuan hidup dengan Bapa yang mencakup para murid.

Yesus juga menjelaskan bahwa dengan mengatakan “Aku adalah Anak Allah” ia menunjuk kepada dirinya sebagai dia “yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia” (ay.36) dan hal ini, sebagaimana ditunjukkan olehnya, tidak bisa didakwa sebagai penghujatan. Sebab dalam sejarah Israel ada orang-orang lain yang juga telah dikuduskan dan diutus oleh Allah kepada umat-Nya, terutamanya Musa. Akan tetapi, hukum Taurat bahkan

menyebut para pemimpin yang lebih kecil daripada Musa sebagai “para allah” karena mereka bertindak sebagai wakil Allah di bawah wewenang firman-Nya. Dengan demikian Yesus menunjukkan dengan jelas dan tajam bahwa tuduhan mereka sama sekali tidak berdasar.