• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran lanjutan tentang Matius 28:19

egitu terlepas dari “pesona” (Gal.3:1, “Siapa yang telah mempesonakan kamu?”) trinitarianisme, kita bertanya-tanya bagaimana orang bisa sampai mengira bila ayat ini, Matius 28:19, memberi dukungan kepada Anak sebagai “sama-sama setara dengan Bapa”. Kita hanya perlu menanyakan: Apa yang mendahului pernyataan dalam ayat ini? Ayat 18 menyatakan “Kepadaku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu, pergilah…” “Segala kuasa” diberikan kepada Anak oleh siapa? Tentu saja oleh Bapa. Lalu bagaimana mungkin ia yang bertindak dengan otoritas

B

yang diberikan kepadanya oleh pribadi lain dinyatakan setara dengan yang memberikan otoritas itu? Seandainya ia setara, maka ia dapat menjalankan otoritasnya sendiri dan tidak perlu bergantung kepada otoritas yang diberikan itu. Semuanya ini seharusnya sudah cukup jelas. Namun, bukankah dalam keadaan “terpesona” seseorang tidak bisa melihat apa yang jelas?

Oleh karena otoritas itu datangnya dari Bapa, maka jelaslah bahwa ia yang berfungsi dalam otoritas itu berfungsi dalam nama dari otoritas yang olehnya ia berwenang untuk berfungsi, dan dalam kasus ini nama Bapa. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila satu nama saja yang disebut, dan mengingat ayat yang mendahuluinya nama itu pasti adalah Nama Bapa. Ini berarti Anak dan Roh berfungsi di bawah Nama Bapa, karena satu nama berarti satu pribadi, bukan tiga. Yesus menjelaskan dengan gamblang bahwa ia tidak datang dalam namanya sendiri (Yoh.5:43; 10:25), dan bahwa Roh datang dari Bapa (Yoh.15:26); dengan demikian mereka berfungsi di bawah satu Nama, yaitu Nama Bapa (Yahweh).

Berkenaan dengan Matius 28:19, apa yang telah dibahas semestinya sudah konklusif. Namun, kita bisa mempertimbangkan pokok berikut untuk memperlihatkan kelalaian yang disengaja dari argumentasi trinitaris. Berkaitan dengan hal ini, pertimbangkan kutipan dari Mishnah ini: “Rabi Yehuda berkata, ‘Belajarlah dengan seksama, karena kesalahan yang tidak disadari dalam pembelajaran akan diperhitungkan sebagai pelanggaran sembrono’”. (Aboth 4:13). H. Danby, editor Mishnah berkata (dalam catatan kaki) bahwa Rabi Yehuda adalah “guru yang paling sering disebut (sekitar 650 kali) dalam Mishnah”, menunjukkan bahwa perkataannya dianggap bijak dan berbobot, dan karena itu harus diperhatikan.

Trinitarian seharusnya faham bahwa jika Matius 28:19 ingin dipakai sebagai bukti yang sah untuk Trinitas, mereka pertama-tama perlu membuktikan dengan jelas bahwa “Anak” dalam Injil Matius adalah nama ilahi. Jika tidak, sekalipun dua dari Pribadi itu ilahi

tetapi tidak bisa dibuktikan bahwa yang ketiga juga ilahi, maka jelaslah tidak ada dukungan perkara yang bisa dibuat untuk Trinitas. Lagipula, hanya istilah “Anak” yang ringkas saja yang muncul dalam ayat ini; dapatkah diasumsikan begitu saja bahwa yang dimaksud adalah “Anak Allah”, bukan “Anak Manusia”? Pertanyaan ini penting pertama-tama karena Yesus tidak pernah berbicara tentang dirinya sebagai Anak Allah; sebab meskipun istilah “Anak Allah” muncul 10 kali dalam Injil Matius, di mana 9 kalinya merujuk kepada Yesus, tetapi tidak satu pun dari pemunculan itu dipakai oleh Yesus untuk merujuk kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk menduga bila ia memakai gelar itu untuk dirinya sendiri di Matius 28:19.

Istilah “Anak Manusia”, yang muncul 28 kali dalam Injil Matius, merupakan gelar yang dipilih oleh Yesus untuk merujuk kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, bukankah wajar inilah yang dimak-sudkan dengan “Anak” di Matius 28:19?

Sekalipun jika kita berasumsi bahwa yang dimaksud Yesus adalah Anak Allah, bertentangan dengan pemakaian konsistennya di Matius, kita masih perlu membuktikan bahwa “Anak Allah” itu sebuah gelar ilahi. Dengan meneliti bukti dalam Matius, paling banyak dapat ditunjukkan bahwa itu adalah sebuah gelar kehormatan dan pengagungan rohani. Kita sama sekali tidak dapat membuktikan keilahian gelar “Anak Allah” dalam arti merujuk kepada Allah atau kepada pribadi lain yang setara dengan Dia. Di Ucapan Bahagia Yesus menyatakan, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat.5:9). Perhatikan bahwa dari sembilan contoh, di mana gelar “Anak Allah” dikenakan kepada Yesus, dua contoh yang pertama adalah perkataan Iblis yang terkenal “jika engkau adalah Anak Allah” yang diucapkan pada waktu Pencobaan (Mat.4:3,6); contoh yang berikutnya diucapkan oleh dua laki-laki yang kerasukan setan di Matius 8:29; tiga contoh lainnya dipakai dalam bentuk cemoohan

di bibir musuh-musuhnya (26:63; 27:40,43). Hanya dua kali gelar itu keluar dari bibir murid-muridnya (14:33; 16:16); dan terakhir, dari mulut kepala pasukan pada saat penyaliban Yesus (27:54).

Yesus tidak pernah memakai gelar ini untuk dirinya sendiri dalam Injil Matius; dan dari total sepuluh kali hanya dua yang diterapkan pada Yesus oleh murid-muridnya, yang tampaknya menunjukkan bahwa gelar ini bukan gelar pilihannya. Di Matius 14:33 para pengikutnya menyatakan bahwa ia adalah anak Allah setelah peristiwa meredakan badai; Petrus mengakui dia sebagai “Mesias, Anak Allah yang hidup” (16:16) di mana “Anak Allah” merujuk kepada “Mesias”, sebagaimana halnya dengan nas paralel di Lukas 9:20; imam besar mendesak Yesus untuk menyatakan di bawah sumpah apabila ia adalah “Mesias, Anak Allah” (26:63), tetapi Yesus tetap menolak memberikan jawaban langsung, menyebut dirinya seperti biasa dengan gelar “Anak Manusia” (ay.64); dua kali Yesus diejek sebagai “Anak Allah” sementara ia tergantung di atas kayu salib (27:40,43).

Contoh terakhir keluar dari mulut kepala pasukan Romawi dan beberapa prajuritnya ketika mereka mengalami gempa bumi pada saat kematian Yesus dan mengakui dia sebagai sang (atau, seorang) Anak Allah (Mat.27:54). Apakah yang dimaksudkan oleh para prajurit Romawi dengan istilah itu? Nas paralelnya di Injil Lukas memberikan sebuah jawaban: “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: “Sungguh, orang ini adalah orang benar” (Luk.23:47).

Dengan demikian, kesimpulan dari survei dalam Injil Matius ini tidak memberikan bukti bahwa Anak Allah merujuk kepada suatu makhluk ilahi yang berada pada kedudukan yang setara dengan Allah. Pertimbangan yang seksama atas bukti yang ada menunjukkan tidak adanya dasar untuk mengklaim bahwa Matius 28:19 mendukung doktrin Trinitas.

Hal yang jelas ditunjukkan oleh rumus pembaptisan itu adalah bahwa Bapa merupakan sumber keselamatan kita, dan Anak adalah dia yang melaluinya keselamatan dibuat tersedia bagi umat manusia dan, yang ketiga, Roh Allah Yahweh terlibat di dalam seluruh proses keselamatan kita. Analisa ini didasari oleh prinsip fundamental yang dinyatakan dengan gamblang di 1Korintus 8:6, “namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa kita, yang dari Dia berasal

segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tu[h]an saja,

yaitu Yesus Kristus, yang melalui dia segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena dia kita hidup.” Semuanya berasal dari Bapa,

melalui Anak, oleh Roh Allah. Inilah prinsip yang terlihat di seluruh

PB.

2Korintus 13:13

Hal yang sama berlaku untuk 2Korintus 13:13: “Anugerah Tu[h]an Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian”. Dalam penulisan Paulus, “Tu[h]an Yesus Kristus” bukanlah sebuah gelar yang menempatkan dia setara dengan Allah, tetapi berbeda dari “satu Allah” itu sebagaimana terlihat di 1Korintus 8:6, di mana ia menyatakan bahwa bagi kita hanya ada “satu Allah saja, yaitu Bapa, dan satu Tu[h]an saja, yaitu Yesus Kristus” atau, dengan memakai kata-kata dari 1Timotius 2:5, “Karena Allah itu esa dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.

2Korintus 13:13 tidak bernilai untuk trinitarianisme karena baik “Bapa” maupun “Anak” tidak disebut. Fakta bahwa Yesus disebut sebelum Allah menunjukkan bahwa “anugerah” dan “kasih” di sini ada hubungannya dengan keselamatan, karena tak seorang pun datang kepada Bapa kecuali melalui Kristus (Yoh.14:6); karena Allah dalam hikmat-Nya yang kekal telah memutuskan bahwa “di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia

yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis.4:12). Dalam

pengalaman keselamatan, kita datang kepada Kristus terlebih dulu,

dan melalui dia kita mengalami kasih Allah, dan kemudian barulah kita mengalami Roh-Nya bekerja dalam hidup kita.

Lagipula, Paulus tidak tahu apa-apa tentang trinitarianisme; penegasannya tentang “satu Allah” (Rm.16:27; Rm.3:30; 1Kor.8:6; 8:4; Ef.1:3; 3:14; 4:6; 1Tim.1:17; 2:5, dst.) membuktikan bahwa imannya dengan teguh berakar dalam monoteisme PL yang tak kenal kompromi.

Yesaya 45 merupakan salah satu pasal yang menyatakan mono-teisme yang tak kenal kompromi ini. Sewaktu berhadapan dengan pemujaan berhala bangsa Israel, Yahweh mendeklarasikan sebanyak tiga kali dalam dua ayat (ay.21,22) bahwa Ia adalah satu-satunya Allah yang ada:

20 “Berhimpunlah dan datanglah, tampillah bersama-sama, hai kamu sekalian yang terluput di antara bangsa-bangsa! Tiada berpengetahuan orang-orang yang mengarak patung dari kayu dan yang berdoa kepada allah yang tidak dapat menyelamatkan.

21 Beritahukanlah dan kemukakanlah alasanmu, ya, biarlah mereka berunding bersama-sama: Siapakah yang mengabarkan hal ini dari zaman purbakala, dan memberitahukannya dari sejak dahulu? Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari

pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!

22 Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan

Keakraban Rasul Paulus dengan pasal ini tercermin dari surat-surat-nya: Kol.2:3 – Yes.45:3; Rm.9:20 – Yes.45:9; 1Kor.14:25 – Yes.45:14; Rm.11:33 – Yes.45:15; dan Rm.14:11; Flp.2:10-11 – Yes.45:23.