• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alternatif Hukuman Anak Di Sekolah

Dalam dokumen psikologi anak pendidikan x (Halaman 82-84)

Matematika sering kali dianggap pelajaran momok Tak cuma si anak yang kebingungan, orang tua pun sering dibuat kalang kabut.

37. Alternatif Hukuman Anak Di Sekolah

Alhamdulillah di sekolahan keponakan-keponakan saya ini tidak dikenal sanksi-sanksi yang diutarakan oleh Ukhti Ratna Ahmad. Yang ada ialah menghafalkan ayat Al Qur'an, hadist, atau doa-doa (panjang pendeknya ditentukan menurut usia); membaca Al Qur'an dengan jumlah baris atau ayat tertentu;

Kedengarannya jadi ironik.

Hukuman itu selalu berasosiasi dgn sesuatu yang buruk, sesuatu yang sebaiknya jangan sampai diulangi lagi. Kalau mebaca Al Quran dibuat sebagai hukuman, lambat laun akan tertanam dalam alam bawah sadar (subconcious mind) anak tsb bahwa membaca al Quran adalah sesuatu yang tidak baik, sesuatu yang harus dihindari.

Mungkin yang punya lata belakang psikologi pendidikan bisa menjelaskannya secara lebih baik.

Sebelum membaca tanggapan akhi Bogie saya tidak memperhatikan hal ini. Saya setuju dengan akhi Bogie, bahwa masalah hukuman dan ganjaran (punishment and reward) harus dikaitkan dengan tujuan mengapa hukuman hendak diterapkan.

Susahnya dalam waktu sekejap kita harus memilih perbuatan atau tindakan hukuman yang hendak dijatuhkan. Yang teringat adalah perbuatan yang hendak kita tanamkan yang lain, misalnya membaca Al-Qur'an. Jadi perbuatan baik lainnya dijadikan hukuman atau menurut saya "beban" tambahan karena lalai melakukan perbuatan tertentu yang sedang dikembangkan dalam proses pendidikan, misalnya bisa membaca dan menulis al Qur'an.

Aneka macam bentuk hukuman yang pernah saya alami atau saksikan ketika saya masih SD, saya ingat anak yang kena hukuman supaya nulis halus (huruf abjad dengan aturan tertentu sehingga mudah dibaca), membawa potongan sapu lidi untuk alat bantu menghitung, sampai menimba air untuk menyiram tanaman. Anak kena hukuman karena tidak mengerjakan PR, berbicara dengan teman ketika guru sedang menerangkan di depan kelas, dipukul telapak tangan dengan kayu penggaris. Kadang-2 menjatuhkan hukuman bukan dalam konteks pendidikan tetapi tempat menumpahkan kekesalan atau sekedar iseng-2 & puas melihat anak didik jumpalitan dan tunduk-takut menghadap guru yang menghukum.

Wah ini menarik untuk dikaji, maaf saya tidak siap menanggapi secara utuh. Mungkin sejumlah pertanyaan ini bisa memperluas kajian ini:

(1) apakah konsep hukuman setiap guru terhadap suatu masalah sama? (2) bagaimana guru penerapkan hukuman pada anak didik? Apakah diabaikan (3) apakah hukuman efektif untuk setiap perbuatan?

(4) bagaimana kalau diabaikan saja (ignored) perbuatan itu akan hilang? (5) bagaimana kalau perhatian pada perbuatan yang kita inginkan saja yang diperhatikan, misalnya anak kecil bisa bilang "Terima kasih" diberi pujian tetapi kalau tidak mengucapkannya akan dibiarkan tidak mendapat apa-apa, juga tidak dihukum.

(6) Apakah hukuman itu harus berupa hukuman fisik? Anak saya kalau berbuat tidak sesuai dengan yang kami harapan, ibunya langsung menyruh dia

PSIKOLOGI AN AK & PEN DIDIKAN , Halaman 82

38. Anakku Malas Belaj ar

Pada art ikel sebelum ini t elah dibahas mengenai kebut uhan anak unt uk bermain. Pada art i kel ini akan dibahas mengenai anak belaj ar. Anak usia sekolah t ent unya perlu unt uk belaj ar, ent ah mengulang kembali pelaj aran yang sudah diberikan di sekolah, mengerj akan pekerj aan rumah (pr) at aupun mempelaj ari hal-hal lain di luar pelaj aran sekolah. Pent ingnya belaj ar t anpa harus dibicarakan panj ang lebar past i sudah disadari oleh seluruh orangt ua.

Keluhan yang dat ang dari orangt ua pada umunya lebih banyak menyangkut anaknya t erlalu banyak bermain daripada orangt ua yang anaknya t erlalu banyak belaj ar. Bahkan kalau anak sangat raj in belaj ar, past i lah orangt ua memamerkannya ke orang-orang dengan nada bangga, "Iya loh Pak Dani, anak saya it u belaj arnya raj in sekali. Pulang sekolah belaj ar, bangun t i dur siang belaj ar, t erus malam kalau bapaknya sudah pulang ya belaj ar lagi. Makanya anak saya it u pint ar sekali, apa-apa t ahu. Kadang-kadang malah saya yang nggak t ahu".

Lain lagi kalimat nya j ika anak t erlalu banyak bermain, "Aduuuuuuh Pak Dani, anak saya ini kerj anya main melulu. . . . Siang main, sore main, malam j uga main. Saya dan bapaknya kalau mau menyuruh dia belaj ar, harus t eriak-t eriak dulu, mengancam dulu, baru dia mau belaj ar. Pusing saya j adinya. Sudah begit u perkalian saj a t idak haf al".

Penyebab

Kalau anak enggan belaj ar, t ent unya perlu dicari t ahu sebab-musababnya, baru kemudian diambil suat u t indakan. Beberapa sebab mengapa anak enggan belaj ar, diant aranya adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya wakt u yang t ersedia unt uk bermain (sudah dibahas pada art ikel yang lalu).

2. Sedang punya masalah di rumah (misalnya suasana di rumah sedang "kacau" karena ada adik baru).

3. Bermasalah di sekolah (t idak suka/ phobia sekolah, sehingga apapun yang berhubungan dengan sekolah j adi enggan unt uk dikerj akan).

4. Sedang sakit .

5. Sedang sedih (bert engkar dengan t eman baik, kehilangan anj ing kesayangan)

6. Tidak ada masalah at au sakit apapun, j uga t i dak kurang wakt u bermain (malahan kebanyakan), hanya memang MALAS.

Malas

Dalam Kamus Bahasa Indonesia oleh Muhammad Ali, malas dij abarkan sebagai t idak mau berbuat sesuat u, segan, t ak suka, t ak bernaf su. Mal as bel aj ar berart i t idak mau, enggan, t ak suka, t ak bernaf su unt uk belaj ar.

Kalau anak-anak t idak suka belaj ar dan lebih suka bermain, it u berart i belaj ar dianggap sebagai kegiat an yang t idak menarik buat mereka, dan mungki n t anpa mereka sadari j uga dianggap sebagai kegiat an yang t i dak ada gunanya/ unt ungnya karena bagi ana-anak t i dak secara langsung dapat menikmat i hasil belaj ar. Berbeda dengan kegiat an bermain, j elas-j elas kegiat an bermain menarik buat anak-anak, dan keunt ungannya dapat mereka rasakan secara langsung (perasaan senang yang dialami ket ika bermain adalah suat u keunt ungan).

Motivasi

Dalam dunia psikologi, dorongan yang dirasakan seseorang unt uk melakukan sesuat u disebut sebagai mot ivasi. Mot ivasi t ersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang.

Dalam t eori insent if , seseorang berperilaku t ert ent u unt uk mendapat kan sesuat u. Sesuat u ini disebut sebagai insent if dan adanya di luar diri orang t ersebut . Cont oh insent if yang paling umum dan paling dikenal oleh anak-anak misalnya j ika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh orangt ua, maka anak belaj ar dengan t ekun unt uk mendapat kan sepeda baru. Insent if biasanya hal- hal yang menarik dan menyenangkan, sehingga anak t ert arik mendapat kannya. Insent if , bisa j uga sesuat u yang t idak menyenangkan, maka orang berperilaku t ert ent u unt uk menghindar mendapat kan insent if yang t idak menyenangkan ini. Dapat j uga t erj adi sekaligus, orang berperilaku t ert ent u unt uk mendapat kan insent if menyenangkan, dan menghindar dari insent if t idak menyenangkan.

2. Pandangan hedoni st i k

Dalam pandangan hedonist ik, seseorang didorong unt uk berperilaku t ert ent u yang akan memberinya perasaan senang dan menghindari perasaan t i dak menyenangkan. Cont ohnya: anak mau belaj ar karena ia t idak ingin dit inggal ibunya ke pasar/ supermarket .

Dari uraian di at as, dapat diasumsi kan anak yang malas t idak merasa adanya insent if yang menarik bagi dirinya dan ia pun t idak merasakan perasaan menyenangkan dari belaj ar.

Dalam dokumen psikologi anak pendidikan x (Halaman 82-84)