• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASFIKSIA TRAUMATIK

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 62-69)

Kematian akibat asfiksia traumatik terjadi karena penekanan dari luar pada dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan gangguan gerak pernapasan; misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan tembok atau tergencet saat saling berdesakan. Mekanisme kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan sirkulasi. Pada mayat ditemukan sianosis dan bendungan hebat.

Perbendungan pada muka menyebabkan muka membengkak dan penuh dengan petekie, edema konjungtiva dan perdarahan sub-konjungtiva. Petekie terdapat pula pada leher, bokong dan kaki. TENGGELAM (DROWNING)

Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan, bila tidak dijumpai tanda yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam. Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk ke dalam air. Keadaan sekitar individu penting. Tenggelam tidak hanya terbatas di dalam air dalam seperti laut, sungai, danau atau kolam renang, tetapi mungkin pula terbenam dalam kubangan atau selokan dengan hanya muka yang berada di bawah permukaan air.

Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat -a:, lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran ze-napasan. Sebenarnya istilah tenggelam harus pula mencakup D-cses yang terjadi akibat terbenamnya korban dalam air yang me--\ebabkan kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa.

Beberapa istilah drowning

1. Wet drowning. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam.

2. Dry drowning. Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat spasme laring.

3. Secondary drowning. Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.

4. Immersion syndrome. Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.

Tenggelam dalam air tawar

Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada kon-se-:rasi dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ce dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya se darah merah (hemolisis).

Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengaisi keadaan ini dengan melapaskan Ion kalium dari serabut otot antung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat, terjadi pe-jbahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jan--_-g dapat mendorong

terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan K*anan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian »cbat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.

Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam zarah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam a'ngan interstisial paru yang akan menimbulkan edema

pulmoner, -e-.okon sentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium da-am darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi a~.bat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi «.ra-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.

Mekanisme kematian pada korban tenggelam 1. Asfiksia akibat spasme laring.

2. Asfiksia karena gagging dan choking. 3. Refleks vagal.

4. Fibrilasi ventrikel (dalam air tawar). 5. Edema pulmoner (dalam air asin).

Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat ditemukan sudah dalam keadaan membusuk. Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah :

1. Menentukan identitas korban.

Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain: a. Pakaian dan benda-benda milik korban.

b. Warna dan distribusi rambut dan identitas lain. c. Kelainan atau deformitas dan jaringan parut. d. Sidik jari.

e. Pemeriksaan gigi. f. Teknik identifikasi lain.

2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam.

Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan.

a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.

b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit Magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.

c. Benda asing dalam paru dan saluran pernapasan mempunyai nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.

d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mempunyai nilai yang bermakna.

e. Pada beberapa kasus, ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air.

3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning.

Pada mayat yang segar, gambaran pasca-mati dapat menunjukkan tipe drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau kekerasan lain.

Pada kecelakaan di kolam renang benturan ante-mortem (ante mortem impact) pada tubuh bagian atas, misalnya memar pada muka, perlukaan pada vertebra servikalis dan medula spinalis dapat ditemukan.

4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian.

Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol atau obat-obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah jenazah.

5. Tempat korban pertama kali tenggelam.

Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di tempat lain.

6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.

a. Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke dalam air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran

pernapasan(teggeelam). Pada immer-sion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin dis-ebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran pernapasan bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang kadang keracunan alkohol.

b. Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung, berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glotis, yang menye babkan cairan tidak dapat masuk.

Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi ter-tung dari keadaan sekeliling korban, keadaan masing-masing Dan, reaksi perorangan yang brsangkutan, keadaan kesehatan, jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran "iapasan.

Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin a makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 vt (fatal period). Dalam periode ini bila korban dikeluarkan dari ada kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi beril. Pemeriksaan luar jenazah

1. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-benda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam air.

2. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.

3*. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang terdapat perdarahan atau perbendungan.

4. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas akibat kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang dinginnya air.

Gambaran seperti cutis anserina kadangkala dapat juga akibat rigor mortis pada otot tersebut. 5. Washer woman's hand, telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu lama. 6. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda lain dalam air. 7. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur pada dasar waktu terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post-mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air.

Pemeriksaan bedah jenazah

1. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran pernapasan (trakhea dan percabangannya)

2. Paru-paru membesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Kea daan ini terutama terjadi pada kasus tenggelam di laut. 3. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit di antara septum inter alveolar. Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.

4. Dapat juga ditemukan paru-paru yang "biasa" karena cairan tidak masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah (melalui proses imbibisi), Ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.

5. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan.

6. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan sebagainya yang mungkin pula terdapat dalam usus halus.

Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan diatom. Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (Si02) yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar, air laut, air sungai, air sumur dan udara.

Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau percernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui

kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab dapat berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air minum atau makanan.

Pemeriksaan destruksi (digesti asam) pada paru. Ambil jaringan perifer paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu Kjeidahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan lebih kurang setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat sampai terbentuk cairan yang jernih, dinginkan dan cairan dipusing dalam centrifuge.

Sedimen yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan akhirnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu sediaan; atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu. Pemeriksaan getah paru. Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas obyek, tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.

Gambar menunjukkan salah satu jenis diatom yang terdapat dalam air tempat korban tenggelam, yang juga ditemukan dalam paru-paru korban.

2. Pemeriksaan darah jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yang berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan.

Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan. Sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya.

Perbedaan kadar elektrolit lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis, walaupun secara tersendiri kurang bermakna.

Diagnosis tenggelam

Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukan), maka diagnosis kematian akibat tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan yang teliti dari:

• pemeriksaan luar. • pemeriksaan dalam.

• pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan berat jenis serta kadar elektrolit darah.

Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau diatom pada sumsum tulang, maka diagnosis akan menjadi makin pasti.

TOKSIKOLOGI

Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta cnasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta «= ainan yang didapatkan pada korban yang meninggal. RACUN

Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan 1s ologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan «esehatan atau mengakibatkan kematian.

PENGGOLONGAN

Berdasarkan sumber, dapat dibagi menjadi racun yang berasal pari tumbuh-tumbuhan: opium (dari papaver somniferum), kokain, c-rare, aflatoksin (dari aspergilus niger), berasal dari hewan : bisa/ xxsin ular/laba-laba/hewan laut, mineral: arsen, timah hitam atau sintetik: heroin.

Berdasarkan tempat di mana racun berada, dapat dibagi -enjadi racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas racun di aam, racun yang terdapat di rumah tangga; misalnya deterjen, desinfektan, insektisida, pembersih (cleaners). racun yang digunakan pa am pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida. Racun jang digunakan dalam indusutri dan laboratorium, misalnya asam pan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan, - salnya CN dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat «p tif serta 'racun' dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedatif, dll.

Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang p pengaruhi, misalnya racun yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik.

Berdasarkan mekanisme kerja, dikenal racun yang mengikat p-gus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh pada ATP-ase, •ang membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat paJam usus oleh flora usus diubah menjadi nitrit).

Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa -eaksi misalnya perangsangan, peradangan atau korosif. Kea daan r dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan dapat menye bab-«an kematian akibat syok neurogenik. Contoh racun korosif adalah asam dan basa kuat: H2SO4, HNO3, NaOH, KOH; golongan halogen seperti fenol, lisol dan senyawa logam. Racun yang bekerja sistemik pan mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem misalnya bar-biturat, alkohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, ok-saat terhadap jantung, CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat P'_,a racun yang mempunyai efek lokal dan sistemik sekaligus misal-~,a asam karbol

menyebabkan erosi lambung dan sebagian yang pabsorpsi akan menimbulkan depresi susunan saraf pusat.

Tetra-etil lead yang masih terdapat dalam campuran bensin selain mempunyai efek iritasi, jika diserap dapat menimbulkan hemolisis akut.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERACUNAN

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 62-69)