• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOBATAN Keracunan akut

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 104-117)

Kuku normmal : sampai 1 mg/Kg Curiga keracunan : 1 mg/kg Keracunan akut : 80 ug/kg

Dalam urin, Arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah -inum, dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari.

Pada keracunan kronik, Arsen diekskresikan tidak terus - T -erus (intermiten) tergantung pada intake. Titik-titik basofil pada osit dan lekosit muda mungkin ditemukan pada darah tepi, f-unjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji Kopro-por-•nn urin akan memberikan hasil positip.

Kematian dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi dan infeksi. Pemeriksaan toksikologik

Uji Reinsch:

Berdasarkan Hukum Deret Volta (sebagian deret Volta adalah : a Ca Mg Al Zn Fe Pb H Cu As Ag Hg Au), unsur yang letaknya di :elah kanan akan mengendap bila ada unsur yang letaknya lebih dalam larutan tersebut. Letak As dalam deret adalah lebih kanan

oari pada Cu.

10 cc darah + 10 cc HCI pekat dipanaskan hingga terbentuk ia: 3

Celupkan batang tembaga ke dalam larutan, akan terbentuk :apan kelabu sampai hitam dari As pada permukaan batang

tem-:a:a tersebut.

Untuk membedakan dari Ba, digunakan sifat sublimasi As.

Uji Gutzeit: Noda coklat sampai hitam pada kertas saring Uji Marsh : Zat + HCI + Zn (logam) — cermin As. Fisika : As menunjukkan nyala api yang khas. Kromatografi Gas.

PENGOBATAN Keracunan akut

Atasi syok dan dehidrasi, lakukan bilas lambung, walaupun sudah muntah-muntah, karena sifat Arsen yang melekat pada dinding lambung. Bilaslah lambung dengan FeS04 sehingga terbentuk Feri-arsenat yang larut dalam air, bilas berulang-ulang.

Morfin dapat dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri.

Walaupun haus jangan diberi minum karena akan merangsang terjadinya muntah-muntah lebih lanjut.

Antidotum arsen yaitu B.A.L. (dimerkaprol) akan mengikat Arsen menjadi tio-arsenat dan diekskresikan melalui ginjal. Dosis 5 mg/kg BB IM, tiap 8 jam untuk hari I dan II, dan tiap 12 jam untuk 12 hari berikutnya.

Keracunan Arsin

Transfusi darah bila korban tampak anemi berat. Beri Oksigen untuk mengatasi hipoksia. Monotiol/ditiol dapat mencegah hemolisis sel darah merah bila segera diberikan setelah terkena racun. Antidotum B.A.L. tidak efektif, tetapi Dimerkapto-propil-eter dapat digunakan secara efektif.

Berikan pula terapi simtomatik. KERACUNAN TIMBEL SUMBER

Plumbum atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana, saiam jumlah besar dalam badan accu/batterai. Pada masa lampau ssr ng terjadi keracunan Pb karena accu di bakar untuk menghangat-«an ruangan.

Pb terdapat pula pada pipa air zaman dahulu (sekarang de--can plastik, pralon dsb), timah solder, bahan dasar cat (sekarang -.-a- um di-oksida), dempul meni, dan glasier dari benda-benda «aramik dan gelas (crystal lead). Air yang lunak dengan pH asam rapat melarutkan Pb organik, sehingga di Meksiko yang mempunyai «aciasaan minum dari gelas keramik sering terjadi keracunan Pb. Pb uga terdapat pada bahan kosmetik mata orang Indian yang disebut «jrma, demikian juga dapat ditemukan pada eye-shadow, lipstick ra- blush-on.

Ke dalam bensin sengaja ditambahkan tetra ethyl lead (TEL) «zagai anti knock agent

(menghilangkan ngelitik mesin), sehingga raam asap mobil terdapat oksida dan garam Pb dalam bentuk

Menurut WHO air minum maksimum boleh mengandung Pb 40 «jg, liter. Sedangkan dalam udara normal kadarnya 2-3 ug/m3 dan T*_V nya adalah 0-2 ug/m3 udara, 40 jam per-minggu. Ketetapan 3uoernur DKI Jakarta No 007 tanggal 7 Juni 1980 menyebutkan «acar Pb maksimum dalam udara adalah 20 ug/m3 dan kadar Pb . a-g masih diperkenankan adalah 60 ug/m udara. -ARMAKOKINETIK.

Timah hitam dapat diabsorpsi melalui berbagai cara. Saluran eema terutama usus halus

mengabsorbsi Pb sebanyak 5-10% dari :t yang ditelan, sedangkan lambung tidak mengabsorbsi. Saluran -a-'as mengabsorpsi 30-50% Pb yang diinhalasi, mekanisme tidak

rfretahui.

Pb organik dapat melewati kulit yang utuh sedangkan Pb anor-zar K tidak. Selain itu Pb juga dapat diserap melalui jaringan ikat dan act. sehingga bila anak peluru tertinggal dalam tubuh maka akan sarat menimbulkan keracunan kronik.

Setelah diabsorpsi, Pb diikat oleh sel darah merah sebanyak 55-c. selebihnya diikat oleh protein serum, sehingga pemeriksaan re-entuan adanya Pb harus dilakukan terhadap darah penuh. Bila -e-zapat anemia, harus dikoreksi packed ce//-nya dan dikembalikan • i _arga normal. Misalnya bila Ht 20 (normal 40-45), maka koreksi: 23 x . . . . ug. Kadar normal: 60 ug/100 ml, dan disepakati bila rcapatkan kadar 70 ug atau lebih dianggap terdapat pemaparan.

Pb didistribusi ke jaringan lunak seperti ginjal, hati, otak, dar otot. Kemudian terjadi redistribusi ke jaringan keras yaitu tulang panjang dan gepeng, rambut dan gigi, sedangkan di dalam darah hanya tersisa kira-kira 1 %.

Pb disimpan dalam bentuk tri-lead-phosphate yang inaktif sehingga merupakan detoksikasi temporer, meskipun masih sela-ada pertukaran kecil antara tulang dan jaringan lunak. 90% Pb terdapat pada tulang, tetapi pada keadaan tertentu, seperti infeks saluran nafas bagian atas, stress fisik dan psikis, minum alkohol, da-asidosis, akan terjadi mobilisasi yang lebih besar, Pb dilepas ke dalam darah sehingga timbul gejala-gejala. Hal inilah yang menjelaskan mengapa pada keracunan kronik gejalanya hilang timbul.

Fosfor, Kalsium, dan vitamin D memudahkan deposisi Pc dalam tulang sehingga penting dalam terapi.

Ekskresi terutama melalui ginjal tetapi lambat. Sembilan perse-dari Pb yang diserap diekskresi. makin tinggi kadarnya, makin ceps: ekskresinya hingga mencapai keadaan tertentu. Waktu yang dipalukan untuk mengeluarkan Pb dua kali lebih lama dari waktu unt_* menyerap.

Ekskresi dapat pula melalui empedu dan keluar bersama feses tetapi sebagian besar Pb dalam feses berupa Pb yang tak diabsorpsi. Kira-kira 90% Pb yang ditelan akan dikeluarkan bersama feses. Pb diekskresikan juga melalui keringat dan asi.

FARMAKODINAMIK.

Penelanan Pb karbonat 20 g atau Pb asetat 20-30 g akan mengakibatkan keracunan akut. Sedangkan jika menelan 2 mg sehar selama beberapa minggu akan terjadi keracunan kronik (rata-rata hanya diserap 350 ug). Dalam air minum, maksimum hanya bole-~ terdapat 0,1 ppm, dalam makanan maksimum 7 ppm, dalam udara maksimum 0,2 ppm.

Keracunan akan menyebabkan spasme arteriol, spasme otot polos usus, ureter, uterus, hambatan pembentukan heme, ganggua-fungsi tubuli ginjal dan gangguan fungsi susunan saraf pusat. Akibat spasme arteriol, muka akan pucat tetapi tidak sesua dengan derajat aneminya. Gangguan berupa spasme otot polos usus akan menim bulkan kolik, demikian pula dengan ureter. Anen akan timbul karena gangguan pembentukan heme. Hal ini karena Ps mempunyai afinitas yang kuat untuk mengikat S, sehingga aka-mengikatkan diri pada gugus -SH yaitu ezim-enzim yang berpera-pada pembentukan heme seperti d-amino asam levulinat dehidratase, dan heme sintetase. Pembentukan heme tergangg. menyebabkan timbulnya anemia hipokrom mikrositik. Selain itu : ALA dalam darah dan urin meningkat. Koproporfirin III dan por-fobilinogen dapat meningkat juga.

Protoporfirin bebas (free erythrocyte protoporphyrin = FEP) j»am eritrosit meningkat dan ini akan memberikan fluoresensi weran (fluo rositosis).

Normal 0-50% eritrosit menunjukkan fluoresensi, pada «eracjnan Pb 80-100%. Dalam eritrosit akan terbentuk basophylic Wfppling (titik basofil) yang merupakan kompleks dari Fe dengan asa-liponukleat. Pada orang normal titik basofil ini terdapat dalam

- =- 300-700/1 juta eritrosit.

Cara menghitung titik basofil: dengan minyak imersi, dalam 1 aca-gan dianggap ada 200

eritrosit, dilihat dalam 50 lapangan, bila isaam 50 lapangan ini ditemukan 3 eritrosit dengan titik basofil maka oftatikan 100 berarti 300 dalam 1 juta eritrosit. Bila didapatkan 1000-JDDC 1 juta, berarti ada pemaparan. Bila 35.000-40.000/1 juta, ada ; -: -nan kronik yang gejala klinisnya telah jelas.

Titik basofil tidak patognomonik untuk keracunan Pb, dapat tca pada anemi berat, leukemia, kanker, anemi primer, anemi .-• _-der, dan keracunan benzene. Tetapi pada keracunan Pb, titik - . z - terjadi lebih dahulu sebelum ada anemi yang jelas dan berat.

Pb juga mengurangi umur eritrosit, dengan menghambat ATP-ase , ang berperan dalam

pengaturan keseimbangan kation intra dan ■isra seluler. Syarat agar eritrosit dapat bertahan lama ialah banyak er <+ dan sedikit Na+ di dalam eritrosit. Untuk menahan K+ diper-_-a_ oksidasi fosforilasi yang memerlukan ATP-ase. Pada «erarunan hebat dapat terjadi hemolisis.

Dalam ginjal terjadi gangguan fungsi reabsorpsi pada tubuli s?- -g ga timbul glukosuri, asam-amino-uri, fosfaturi. Gangguan ini

- : - melalui hambatan ATP-ase.

Pada SSP terjadi gangguan terhadap MAO sehingga timbul «cerna serebri difus, edema

perivaskular, perdarahan, nekrosis kecil-*a; dege nerasi sel saraf, dan pembengkakan sel endotel. Dapat rua timbul ensefalopati Pb yang ireversibel.

■ - "iDA DAN GEJALA KERACUNAN.

Pada keracunan akut, korban akan merasa sepat (rasa ■■jam), muntah-muntah berwarna putih karena adanya Pb klorida, jo-e dengan feses yang hitam akibat adanya PbS. Kedua hal ini sacat menyebabkan dehidrasi. Terjadi pula nyeri perut karena iritasi, sar mi dapat ditolong dengan morfin. Syok, hemolisis akut, hemo-jgtabinuri, oliguri, parestesi. Biasanya kematian terjadi akibat syok : i - rehidrasi.

Pada keracunan kronik korban tampak pucat yang tak sesuai aergan derajat anemi, karena pucat timbul sebagai akibat spasme arca' ol di bawah kulit. Rasa logam pada mulut, anoreksia,

obstipasi, i:ang kadang diare.

Konstipasi yang hebat d&oai menyebabkan muntah. Lear colic (kolik Pb), yang bersifat

spasmodik, otot-dinding perut menjata tegang seperti pada abdomen akut. Gejala neuromuskuler yang tar-pak adalah otot-otot lemah, paralisis (lead palsy) pada ekstensi lengan dan tungkai sehingga timbul wrist drop dan foot drop, dahu _ sering terjadi pada tukang cat (painter's hand). Paralisis diikuti de-ngan atrofi otot. Lead encephalopathy terjadi terutama pada ana--anak, jarang pada orang dewasa. Kelakuan berubah (kelaina-motorik), muntah yang proyektil, diare, sakit kepala, lalu kejar: koma dam meninggal. Tekanan intrakranial meningkat. Dapat timb J palsi serebral atau epilepsi. Kalau sembuh dapat mengakibatka-kemunduran mental. Gejala di luar SSP bersifat reversibel.

Pada keracunan akut terdapat deposit Pb di tulang. Pada gus yang berdekatan dengan gigi terdapat garis Pb atau Burtonian line. berwarna kelabu atau kebiru-biruan akibat deposisi Pb dalam sel-se perifer periodontal. Garis Pb ini tidak selalu ditemukan, biasanya ditemukan pada orang dengan higina mulut yang buruk.

Pada rontgen foto tulang humerus, femur, tibia, iga-iga bagia-depan, dan bagian bawah krista iliaka terdapat garis Pb berupa gar s transversal pada metafisis tetapi subepifiseal (radioopak). Tebal da-jumlah garis ini tergantung pada lama pemaparan.

Jika pemaparan per-inhalasi periodik maka akan didapatka-keracunan Pb, dan pada foto toraks akan terlihat bercak-berca* pada saluran nafas. Penimbunan pada tulang baru terlihat setelah 3 bulan inhalasi atau 6 bulan setelah melalui oral.

Kematian pada keracunan Pb terjadi akibat malnutrisi dan --feksi.

PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Diagnosis keracunan Pb pada orang hidup ditegakkan denga-melihat adanya gejala keracunan dan pemeriksaan kadar Pb dara-dan urin. Pemeriksaan radiologi juga dapat menolong.

Pada orang yang mati karena keracunan akut ditemuka-tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastis), hiperemi, isi la~-bung berwarna putih. Usus spastis dan feses berwarna hitam.

Jika orang meninggal karena keracunan kronik, maka didapatkan tubuh sangat kurus, pucat, terdapat garis Pb, ikterik, gastrits kronik, dan pada usus didapatkan bercak-bercak hitam. Atrofi otot lengan dan tungkai sering dijumpai. Bila terdapat ensefalopati, dijur-pai edema otak dan titik-titik perdarahan.

Ginjal menunjukkan tanda-tanda tubular nekrosis, korte-s menebal, dan hiperemi. Mikroskopik terlihat sel tubuli menunjukka-degenerasi sitoplasma, jisim inklusi (\nclusion bodies) dalam inf yang dapat juga timbul akibat keracunan Bi. Jisim ini juga ditemuka-pada sel-sel hati.

Lambung menunjukkan gastritis kronik akibat iritasi (bila Pb Deroral) dan pigmentasi pada usus. Bila tulang panjang dipotong, a-pak garis Pb yang lebih pucat dari sekitarnya.

Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, hati dan otak : i - -gga bahan pemeriksaan diambil dari organ-organ tersebut.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM.

Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 ug/100ml. Bila ecn dari 70 ug/100ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih oari 100 ug/100ml berarti telah terjadi keracunan.

Pemeriksan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin rarat dengan cara sebagai berikut. Ke dalam urin ditambahkan H2SO4 encer sehingga terbentuk e-cap an PbS04 berwarna putih, lalu disaring. Endapan ini tak larut saam HNO3 tapi larut dalam HCI atau NhU-asetat. Untuk pemeriksaan Pb dalam urin sebaiknya digunakan urin 24 jam.

Dalam urin kadar Pb normal 0.5-ug/100 ml. Pemaparan abnor--a bila sama atau lebih besar dari 8 ug/100 ml, sedangkan «e-acunan bila sama atau lebih besar dari 20 ug/100 ml. Pada «a-acunan didapatkan pula kadar koproporfirin 80 ug/100 mg *reatinin, dan d-ALA 2 mg/100 mg kreatinin. Untuk mengetahui adanya koproporfirin dalam urin, dilakukan _ji sebagai berikut; 5 cc urin diasamkan dengan asam asetat glasial sen ngga pH menjadi kurang dari 4, kemudian

ditambahkan 5 tetes -2C2 3% dan 5 cc eter, lalu dikocok. Lapisan air dibuang dan lapisan «car di ambil, ditambahkan ke dalam 1 cc HCI 1.5 N, kocok, lapisan asam diambil, lihat dengan sinar UV. Bila berwarna merah maka oerarti terdapat koproporfirin, jika biru atau biru muda berarti negatif.

Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik 3iiakukan untuk skrining masai. PENGOBATAN.

Pada keracunan akut kurang dari 4 jam, biasanya belum terjadi acsorpsi, sehingga dapat

dilakukan bilas lambung. Kemudian acerikan MgS04 untuk mengikat Pb menjadi PbS04. MgS04 juga re-fungsi sebagai katartik terhadap Pb yang belum diserap dan 3*-eluarkan dengan diare. Jika perut terasa sakit, dapat diberikan Tcrfin. Dehidrasi dan syok bila terjadi harus diatasi terlebih dahulu.

Pada keracunan kronik diberi pengobatan antidotum berupa ETTA (etilen diamin tetra asetat), nama lainnya adalah edathanil, ver-sr N32EDTA. Oleh karena mempunyai efek lain yaitu tetani hipokal-semik (EDTA juga mengikat Ca) maka kini diberikan preparat dalam oentuk

Ca-Na2EDTA sebanyak 1 gram. 5 cc EDTA dimasukkan ke raam 250-500 cc glukosa, diberikan dalam waktu 1-2 jam, sehari 3_a kali.

Pemberian diteruskan untuk 3-5 hari. EDTA akan mengika: logam polivalen dan berat

membentuk senyawa siklik yang stabii larut dan tidak toksik. Senyawa ini akan diekskresikan melalui urin Pada pemberian EDTA dapat terjadi degenerasi tubuli berupa perr-bentukan vakuola-vakuola dalam sel tubuli yang bersifat reversibe Untuk mengetahui degenerasi tubuli perlu dilakukan pengontrolan urin.

Kombinasi Ca-Na2 EDTA dengan BAL. BAL atau dimerkapro hanya mengikat Pb dalam darah dan kemudian diekskresi. BAL diberikan dalam takaran 4 mg per kilogram berat badan tiap kali. Ha*-pertama diberikan tiap 4 jam, hari kedua tiap 6 jam dan hari ketiga tiga kali sehari

diteruskan sampai 4-5 hari.

EDTA tidak boleh diberikan melalui infus jika tekanan intra kranial meninggi (ensefalopati). Untuk keadaan ini diberikan EDT-i.m. ditambah procain 1-1.5 %

D-Penisilinamin = luperin = kuprimin. Diberikan per oral tiga kali sehari dengan takaran 1-1.5 gram sehari dalam keadaan per_: kosong. Pemberian dengan perut kosong dimaksudkan agar logarr-logam yang penting tidak ikut terikat. Preparat ini kurang efek*/ dibandingkan dengan EDTA, tetapi lebih aman. Karena itu baik unti> pengobatan jangka lama, sesudah pengobatan dengan EDTA selesai. Orang-orang yang alergi terhadap penisilin biasanya juga alergi terhadap penisilinamin. Desensitisasi dapat dilakukan denga-kortikosteroid.

Kalsium glukonat. Diberikan 1 ampul tiap 4 jam, sampai tanda-tanda keracunan berat hilang. Jika terdapat gejala sistim pence--naan, diberikan sulfas atropin. Diberikan juga kalsium fosfat da-vitamin, dan jika tekanan intrakranial meninggi diberikan manitol.

ALKOHOL

Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering re- mbulkan keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan penurun-ar daya reaksi atau kecepatan, kemampuan untuk menduga jarak =an ketrampilan mengemudi sehingga cenderung menimbulkan «aceiakaan lalu-lintas di jalan, pabrik dan sebagainya. Penurunan «s-ampuan untuk mengontrol diri dan hilangnya kapasitas untuk re-f.Kir kritis mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar hukum sec-erti perkosaan, penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri.

E . M B E R

Alkohol terdapat dalam berbagai minuman seperti whisky, rrandy, rum, vodka, gin (mengandung 45% alkohol); wines (10-2?=*= : beer dan ale (48%). Alkohol (etanol) sintetik seperti air tape, T _a.K dan brem, dihasilkan dari peragian secara kimia dan fisiologik. 5a- alkohol murni dapat tercium di udara bila mencapai 4,5-10 ppm.

" - R M A KO Kl N ETIK

Alkohol diabsorpsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut ssn lambung. Sebagian besar (80%) diabsorpsi di usus halus dan ssanya diabsorpsi di kolon. Kecepatan absorpsi bergantung kepada Tataran dan konsentrasi alokohol dalam minuman yang diminum, sara vaskularisasi,

motilitas dan pengisian lambung dan usus halus. 3ia Konsentrasi optimal alkohol diminum dan masuk ke dalam lam-oung kosong, kadar puncak dalam darah tercapai 30-90 menit sas-dahnya. Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaring-ar sesuai dengan kadar air jaringan tersebut, semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadarnya. Biasanya dalam 12 jam sudah tercapai laaembangan kadar alkohol dalam darah, usus dan jaringan lunak. <~nsentrasi dalam otak sedikit lebih besar dari pada dalam darah.

90% alkohol yang dikonsumsi akan dimetabolisme oleh tubuh B"j tama dalam hati oleh enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan : T-zim nikotinamidadenindinukleotida (NAD) menjadi asetaldehida ssr kemu dian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O.

Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida (metabolit dari levu-csa) dan alanina akan mempercepat metabolisme alkohol.

Sebenarnya di dalam tubuh ditemukan juga mekanisme pemera-an alkohol yang lain, yaitu hidrogen peroksida katalase dan sisir- oksidasi etanol mikrosomal, namun kurang berperanan. Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan kecepatan yang sangat bervariasi (12-20 mg% perjam), biasanya penu--_ran kadar tersebut dianggap ratarata sebesar 15 mg%

Xnight,1987) atau 14 mg% (Freudenberg,1966) setiap jam.

Pada alkoholik kronik, yang telah dipercepat metabolismenya eliminasi alkohol dapat mencapai 40 mg% perjam.

10% alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bent~« utuh melalui urin, keringat dan udara napas. Dari jumlah ini, sebagla-besar dikeluarkan melalui urin (90%).

Konsentrasi dalam urin 1.2-1.3 kali lebih besar dari darah. Konsentrasi ini harus diperoleh dari urin yang keluar dari ginjal se- telar minum alkohol, sehingga pemeriksaan kadar alkohol urin har-s didahului pengosongan kandung kemih. Dua liter udara alveola-mengandung alkohol yang sesuai dengan dalam 1 ml darah. Peneliti lain mengatakan bahwa konsentrasi alkohol 1 mg% dalam dara-sebanding dengan kadar 0.43 mg% dalam udara napas (suhu 37 derajat Celcius). Pada proses oksidasi alkohol, banyak dilepas hidrogen, yang menyebabkan deposit lemak dalam hati meningkat, sebaliknya ha: akan berusaha mengeluarkan kelebihan lemak dengan meningkat-kan sekresi lipoprotein ke dalam darah. Sehingga pada para peca--du alkohol ameningkat-kan didapatmeningkat-kan hiperlipemi lebih hebat. Ziese me a-porkan sindrom yang terdiri dari ikterus, hiperlipemi dan aner. hemolitik bersama dengan perlemakan hati alkoholik dan sirosis.

Para peneliti menemukan adanya polimorfisme baik paca enzim ADH maupun ALDH. Pada 35-50% populasi orang oriental (te--masuk Indonesia) terdapat defisiensi isozim ALDH1, sehingga paca individu tersebut metabolisme asetaldehida berjalan lambat da-mengakibatkan terjadinya penumpukan asetaldehida. Hal ini aka-menimbulkan gejala mabok seperti muka kemerahan, takikard a hipotensi, sakit kepala, muntah, mual, kelemahan otot dan menga--tuk, meskipun kadar alkohol dalam darahnya masih relatif renda-(biasanya hanya 30 mg%). Keadaan inilah yang mengakibatka-kepekaan orang Oriental terhadap minuman beralkohol sanga: heterogen. FARMAKODINAMIK

Alkohol menyebabkan presipitasi dan dehidrasi sitoplasma se sehingga bersifat sebagai astringent. Makin tinggi kadar alkoh:> makin besar efek tersebut. Pada kulit, alkohol

menyebabkan penurunan temperatur akibat penguapan, sedangkan pada mukosa alkohol akan menimbulkan iritasi dan lebih hebat lagi dapat mengakibatkan inflamasi.

Alkohol sangat berpengaruh pada SSP dibandingkan pada sistem sistem lain. Efek stimulasi alkohol pada SSP masih diperdebatkan, agaknya stimulasi tersebut timbul akibat aktivitas berbaga bagian otak yang tidak terkendalikan karena bebas dari hambata-sebagai akibat penekanan mekanisme kontrol penghambat.

Alkohol bersifat anestetik (menekan SSP), sehingga kemam-ra-an berkonsentrasi, daya ingat dan kemampuan mendiskriminasi •e-ganggu dan akhirnya hilang.

Alkohol hanya sedikit berpengaruh pada sistem kardiovaskular. Vaci mungkin lebih cepat tetapi hal ini biasanya disebabkan oleh ak-iv-.as muskular atau stimulasi refleks.

Depresi kardiovaskular terjadi pada keracunan akut alkohol »arg berat, terutama akibat faktor vasomotor sentral dan depresi pernafasan; Alkohol dalam takaran sedang menyebabkan vaso-iiatasi terutama pada pembuluh darah kulit sehingga menimbulkan -asa hangat pada kulit. Terhadap ginjal, alkohol menambah efek diuresis.

Sebagai larutan 10% alkohol dapat diberikan sebagai obat sc~nifacient atau anestetik dengan suntikan intravena.

Takaran alkohol untuk menimbulkan gejala keracunan berva--as. tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas genetik per-ra-gan. Umumnya 35 gram alkohol (2 sloki whisky) menyebabkan ;e-^runan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta -a-imbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gram (setara 150-200 n «vhisky) akan menimbulkan gejala

keracunan akut dan 250-500 Tam alkohol (setara 500-1000 ml whisky) dapat merupakan takaran aa

Sebagai gambaran dapat dikemukakan di sini kadar alkohol -a-a h dari konsumsi 35 gram alkohol dengan menggunakan rumus

a = c x p x r

a = jumlah alkohol yang diminum, c = kadar alkohol darah (mg%), p = berat badan (kg)

r = konstanta (0.007).

Bila berat badan 60 kg, maka 35 = c x 60 x 0.007, atau berarti «acar alkohol darahnya = 83.3 mg %.

Selanjutnya dapat disebutkan bahwa 75 gram alkohol setara re-gan kadar alkohol darah 178.5 mg%, dan 250 gram setara 595

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 104-117)