• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 85-91)

Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah menusia. Sejak dikenal cara membuat api, manusia senan-:asa terancam oleh asap yang mengandung CO.

Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan -cak merangsang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara

se-- se--gga mudah menyebar.

Campuran 1 volume CO dengan 0.5 volume O2 atau campuran I volume CO dengan 2.5 volume udara, bila bertemu dengan api =-an meledak.

CO dapat bersenyawa dengan logam ataupun nonlogam. V salnya dengan klorin akan terbentuk karbonil klorida (COCI) yaitu 'csgen, gas beracun yang pernah dipakai dalam peperangan. SUMBER

Gas CO dapat ditemukan pada hasil pembakaran yang tidak sampurna dari karbon dan bahan-bahan organik yang mengandung

karbon.

Sumber terpenting adalah motor yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar (spark ignition), karena campuran bahan yang terbakar mengandung bahan bakar lebih banyak dari pada udara sehingga gas yang dikeluarkan mengandung 3-7% CO. Sebaliknya motor diesel dengan compression ignition mengeluarkan sangat sedikit CO, kecuali bila motor berfungsi tidak sempurna sehingga canyak mengeluarkan asap hitam yang mengandung CO.

Sumber lain CO adalah gas arang batu yang mengandung kira-«.ra 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas dan cerobong asap yang bekerja tidak baik. Gas alam jarang sekali

me-- gandung CO, tetapi pembakaran gas alam yang tidak sempurna :etap akan menghasilkan CO. Pada kebakaran juga akan terbentuk 30. Asap tembakau dalam orofaring menyebabkan

konsentrasi yang z nhalasi menjadi kira-kira 500 ppm.

Pada alat pemanas air berbahan bakar gas, jelaga yang tidak z oersihkan pada pipa air yang dibakar akan memudahkan terjadinya gas CO yang berlebihan.

FARMAKOKINETIK

CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh -emoglobin secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan beberapa protein -eme ekstravaskular lain. Afinitas CO terhadap hemoglobin adalah 208-245 kali afinitas 02.

CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan CO dengan Hb tidak tetap (reversible) dan setelah CO dilepaskan oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan.

Absorpsi atau ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan (ambient air), kadar COHb sebelum pemaparan (kadar COHb inisial), lamanya pemaparan, dan ventilasi paru. Bila orang yang telah mengabsorpsi CO dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam. Dalam waktu 6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi. Inhalasi O2 mempercepat ekskresi CO sehingga dalam waktu 30 menit kadar COHb telah berkurang setengahnya dari kadar semula. Umumnya kadar COHb akan berkurang 50% bila penderita CO akut dipindahkan ke udara bersih dan selanjutnya sisa COHb akan berkurang 8-10% setiap jamnya. Hal ini penting untuk dapat mengerti mengapa kadar COHb dalam darah korban rendah atau negatif pada saat diperiksa sedangkan korban menunjukkan gejala dan/atau kelainan his-topatologis yang lazim ditemukan pada keracunan CO akut.

FARMAKODINAMIK

CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dan karena itu CO bersaing dengan O2 dalam mengikat protein heme yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (Sitokrom a, a3) dan Sitokrom P-45C peroksidase dan katalase. Yang terpenting adalah reaksi CO dengar Hb dan sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb menjadi COHb mengkibat-kan Hb menjadi inaktif sehingga darah berkurang kemampuannya untuk mengangkut O2. Selain itu adanya COHb dalam darah akar menghambat disosiasi Oxi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan HnM yang penting dalam sistim enzim pernafasan sel yang terdapat dalar mitokondria, akan menghambat pernafasan sel dan mengakibatka-hipoksia

jaringan.

Konsentrasi CO dalam udara lingkungan dan lamanya inhalas menentukan kecepatan timbulnya gejala-gejala atau kematian.

50 ppm (0,005%) adalah TLV (Threshold Limit Value, Nilai Ambang Batas) gas CO, yaitu konsentrasi CO dalam udara lingkunga-yang dianggap aman pada inhalasi selama 8 jam setiap hari dan | hari setiap minggu untuk jumlah tahun yang tidak terbatas.

Pada 200 ppm (0,02%), inhalasi 1-3 jam akan mengakibatka-kadar COHb mencapai 15-20% saturasi dan gejala keracunan CC mulai timbul.

Pada 1000 ppm (0,1%), inhalasi 3 jam dapat menyebabka-kematian. sedangkan pada 3000 ppm (0,3%), inhalasi 2 jam suda-dapat menyebabkan kematian.

Pada H 0.000 ppm (1%), inhalasi 15 menit dapat menyebabkan «er.iiangan kesadaran dengan COHb 50% saturasi, sedangkan in-"raasi 20 menit menyebabkan kematian dengan COHb 80% saturasi.

Rumus Henderson dan Haggard berlaku bagi orang dalam •«adaan istirahat. Konsentrasi CO dalam udara dinyatakan dalam zen dan lamanya inhalasi dalam jam.

Bila hasil perkalian (Waktu) dan (Konsentrasi)=300 tidak ada gejala. Bila hasil perkalian adalah 900, telah timbul gejala sakit «acala, rasa lelah, mual, sedangkan hasil 1500 menandakan bahaya sen dapat fatal.

Selain konsentrasi CO dalam udara, lamanya inhalasi, ventilasi ra-j dan kadar COHb sebelum terkena CO, terdapat faktor-faktor a- yang turut mempengaruhi toksisitas CO yaitu aktifitas fisik, zeryakit yang menyebabkan gangguan oksigenisasi jaringan seperti arteriosklerosis pembuluh darah otak dan jantung, emfisema paru, is.—,a bronkial, tbc paru dan penyakit hipermetabolik. Juga adanya afcohol, barbiturat, morfin dan obat-obat lain yang menyebabkan Depresi susunan saraf pusat. »

'ANDA DAN GEJALA KERACUNAN

Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb dalam «arah.

\ Saturasi COHb Gejala-gejala

10 tidak ada

10-20 rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan, pelebaran pembuluh darah subkutan, dispnu, gangguan koordinasi.

20-30 sakit kepala, berdenyut pada pelipis, emosional 30-40 sakit kepala keras, lemah, pusing, penglihatan

buram, mual dan muntah, kollaps.

40-50 sama dengan yang tersebut di atas tetapi dengan kemungkinan besar untuk kollaps atau sinkop. Pernafasan dan nadi bertambah cepat, ataksia. 50-60 Sinkop, pernafasan dan nadi bertambah cepat,

koma dengan kejang intermiten. Pernafasan Cheyne Stokes.

60-70 koma dengan kejang, depresi jantung dan per-nafasan, mungkin mati.

70-80 nadi lemah, pernafasan lambat, gagal pernafasan dan mati.

Pada korban koma dapat ditemukan sianosis dan pucat,

per--a*'asan cepat, mungkin pernafasan Cheyne-stokes, menjelang ke--atian pernafasan menjadi lambat. Nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, pupil melebar dan reaksi cahaya

menghilang, suhu Badan di bawah normal, tetapi pada keadaan terminal mungkin -a ah terjadi hipertermia.

Pada elektrokardiogram mungkin ditemukan gelombang T mendatar atau negatif, tanda

insufisiensi koroner, ekstrasistol, dan fibrilasi atrium. Pada pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai lekositosis, hiperglikemia dengan glukosuria, albuminuria, dan peninggian SGOT, MDH dan SDH serum. Perubahan kadar gama-globulin juga pernah dilaporkan.

Keracunan kronik dalam arti penimbunan CO dalam tubuh tidak terjadi. Akan tetapi pemaparan CO berulang-ulang yang menyebabkan hipoksia berulang-ulang pada susunan saraf pusat akan menyebabkan kerusakan yang berangsur-angsur bertambah berat. Gejala yang mungkin

ditemukan adalah anestesia pada jari-jari tangan, daya ingat berkurang, Romberg dan gangguan mental.

PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan ditemukannya gejala keracunan CO.

Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah muda terang (cherry pink colour), yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang didinginkan, pada korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi-hemoglobir (nitric-oxide Hb). Meskipun demikian masih dapat dibedakan dengar pemeriksaan sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang ototnya berwarna biasa, tidak mera" terang. Juga pada mayat yang didinginkan warna merah terang lebam mayatnya tidak merata, selalu masih ditemukan daerah yang keunguan (livid). Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot visera dan darah juga berwarna merah terang. Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanca asfiksia dan hiperemia visera. Pada otak besar dapat ditemuka-petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebir dari 1/2 jam.

Pada analisa toksikologik darah akan ditemukan adanya COHb. Pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telah diekskresi dan darah tidak me-ngandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa, demikian juga jaringan otot, visera dan darah.

Kelainan yang dapat ditemukan adalah kelainan akibat hipck-semia dan komplikasi yang timbul selama penderita dirawat.

Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak globus palidus dapat ditemukan

petekiae. Kelainan ini tidak pato-gnomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksa otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae.

Ensefalomalasia simetris dapat ditmukan pada globus palidus •srg juga tidak pato-gnomonik, karena dapat juga ditemukan pada «e-acunan barbiturat akut dan arteriosklerotik pembuluh darah

kor-D_3 striatum.

Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran: • Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi hialin.

• Nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung trombi hialin dengan perdarahan-di sekitarnya, lazimnya disebut ring hemorrhage.

• Nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi. • Bali hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi nekrotik akibat hipoksia dan memecah.

Pada Miokardium ditemukan perdarahan dan nekrosis, paling senng di muskulus papilaris ventrikel kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian ujung m. papilaris berbercak-bercak per-ra.-3han atau bergarisgaris seperti kipas berjalan dari tempat insersio T-rrJinosa ke dalam otot.

Kadang-kadang ditemukan perdarahan pada otot ventrikel ■ET-iama di subperikardial dan di subendokardial. Pemeriksaan mik--csKopik menunjukkan perangai sesuai dengan infark miokardium

Ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, roKa, atau anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan ra-pun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut disebabkan oleh ipoksia pada kapiler kapiler bawah kulit.

Pneumonia hipostatik paru mudah terjadi karena gangguan oe-edaran darah. Dapat terjadi trombosis a. pulmonalis.

Terjadi nekrosis tubuli ginjal yang secara mikroskopik tampak se perti payah ginjal.

Gangguan peredaran darah akibat perubahan degereratif - c«ardium memudahkan terbentuknya trombus. Trombus dalam •entrikel kiri {mural trombus) mungkin mengakibatkan infark otak se-saigkan trombus dalam a. femoralis mungkin mengakibatkan timbul--ya gangren.

Pada kasus yang kematiannya tidak segera terjadi (delayed oeath) diagnosis kematian harus didasarkan atas bukti-bukti di seatar kejadian (circumstantial evidences), ditemukannya perubahan s- cat hipoksia dan disingkirkannya kemungkinan lain yang dapat --enyebabkan perubahan hipoksik tersebut.

Pemeriksaan histologik perlu dilakukan pada substansia alba, «C'ieks serebri, serebelum, ammon's horn dan globus palidus.

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 85-91)