• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBAB KEMATIAN DAN MEKANISME KEMATIAN

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 130-134)

Cara kematian hanya dapat ditentukan jika kita melakuka-penye- lidikan ke tempat kejadian. Kecelakaan adalah cara terbanya* dan biasa- nya akibat ketidaktahuan besarnya takaran, baik yang seharusnya dipakai maupun kadar obat yang dipakai saat itu, ata-akibat kehilangan toleransi. Cara kematian yang lain adalah pembunuhan.

Pembunuhan dengan suntikan (hot-shot) biasanya menggunakan morfin/heroin takar lajak atau dicampur racun lain, seper: sianida atau strichnin.

Cara kematian dapat pula bersifat bunuh diri yang biasanya akibat sindrom abstinensi. Kematian biasanya terjadi pada mereka yang menggunakan morfin/heroin secara intra-vena.

Depresi pusat pernafasan: Dalam hal ini pusat pernafasan menjadi kurang sensitif terhadap stimulus CO2 atau H+

Edema paru: Terjadinya edema paru diakibatkan oleh peningkatan tekanan cairan serebro-spinal dan tekanan intra kranial sera berkurangnya sensitifitas pusat pernafasan terha dap CO2. Ked-a keadaan ini menyebabkan menurunnya ventilasi paru dan ganggua-permeabilitas.

Syok anafilaktik terjadi akibat hipersensitifitas terhadap mo--fin/heroin atau terhadap bahan pencampurnya.

Kematian pada pemakai narkotika dapat pula diakibatkan o!e~ berbagai hal lain seperti: Pemakaian alat suntik dan bahan yang tidak steril sehingga menimbulkan infeksi, misalnya: Pneumonia, E-dokarditis, Hepatitis, Tetanus, AIDS, Malaria, sepsis dan sebagainya Bila cara penyuntikan tidak benar, atau jarum terlepas dari semp-r saat yang bersangkutan telah dalam keadaan fly, dapat terjadi masuknya udara sehingga menimbulkan emboli udara.

Takaran mematikan:

Sebenarnya tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tergantung dari kepekaan korban.

Takaran mematikan terkecil yang ze'nah dilaporkan adalah sebesar 60 mg morfin, tetapi biasanya aambil patokan sekitar 200 mg bagi orang yang tidak menunjukkan r eransi. Selain itu kadar dalam urin dan dalam darah dapat pula agjnakan sebagai pegangan.

Jika kadar morfin dalam urin sebesar 55 mg% berarti orang tersebut sudah menggunakan morfin/heroin dalam jumlah yang ber-ecihan. Bila kadar dalam urin sebesar 5-20 mg% atau dalam darah ~ 1-0,5 mg% berarti sudah berada dalam tingkat toksik.

PEMERIKSAAN FORENSIK

Pada korban hidup yang menunjukkan gejala keracunan -a-Kotika, perlu dilakukan pengambilan darah dan urin untuk peKsaan laboratorium. Apabila hasil pemeriksaan laboratorium me--astikan adanya narkotika, maka kita wajib melaporkannya kepada ptfiak yang berwenang (pasal 48 UU Narkotika, 1976)

Pemeriksaan jenasah:

Bekas-bekas suntikan. Kelainan ini, menurut frekuensi yang *£rse- ring terdapat pada lipat siku, lengan atas, punggung tangan dan tungkai. Tempat-tempat yang jarang digunakan tetapi tetap -arus kita teliti adalah pada leher, di bawah lidah atau pada daerah cerineum. Bekas suntikan tersebut terdapat pada kira-kira 52,9% «asus. Bekas suntikan yang masih baru biasanya disertai perdarahan subkutan atau perdarahan perivena; selain itu untuk menen-^.Kan baru-lamanya suatu

bekas suntikan di lakukan penekanan di sekitar bekas suntikan tersebut, jika masih baru dari lubang suntikan «eluar darah atau serum. Pada keadaan-keadaan yang meragukan, «rta dapat melakukan insisi kulit sepanjang vena tersebut dan membebaskannya secara tumpul untuk memeriksa keadaan dinding vena Can jari ngan disekitarnya apakah ditemukan perdarahan atau jaringan parut. Pada adiksi kronik akan ditemukan bekas-bekas suntikan .ang lama, berupa jaringan parut berbentuk titik-titik sepanjang pem-Culuh balik, keadaan ini disebut sebagai intravenous (mainline) yacks.

Selain bekas-bekas suntikan tersebut di atas, pada pemeriksaan luar sering dijumpai adanya rajah yang bertujuan menutupi cekas-bekas suntikan, atau mungkin ditemukan adanya abses,» gra-njloma atau ulkus. Ketiga ha! terakhir ini banyak dijumpai pada cenyuntikan narkotika secara sub-kutan, dan pada mereka ini sering pula dijumpai jaringan-jaringan parut.

Penyuntikan secara sub-kutan (skin-popper) tidak menghasilkan kenikmatan yang tinggi tetapi berlangsung dalam waktu yang ebih lama, dan pada cara inilah tetanus lebih sering terjadi. Bila bekas suntikan tidak ditemukan, maka mungkin korba-menggunakan cara lain misalnya cara sniffing (menghirup), ack-ac* (mengisap rokok yang di campur heroin) atau dengan cara

chasing the dragon (mengisap uap yang dihasilkan dari pema nasan heroin Pada kasus seperti ini perlu diambil hapus selaput lendir hidung (nasal-swab) untuk pemeriksaan toksikologik. Pembesaran kelenjar getah bening setempat terutama d daerah ketiak disertai dengan adanya bekas suntikan, menandaka-bahwa korban tersebut seorang pecandu yang kronis. Kelainan in merupakan fenomena drainase, sekunder akibat penyuntikan yang berulang pada vena atau jaringan disekitarnya, dengan mema-; alat-alat suntikan yang tidak steril. Pada pemeriksaan mikroskop 0 kelainan ini menunjukkan hipertrofi dan hiperplasi limfositik.

Lepuh kulit (skin-blister). Kelainan ini biasanya terdapat paca kulit di daerah telapak tangan dan kaki, dan biasanya terdapat padi kematian karena penyuntik an morfin/heroin dalam jumlah besa-Perlu diingat bahwa lepuh kulit ini mungkin didapatkan pada beberapa keadaan misalnya pada keracunan CO atau barbiturat.

Kelainan-kelainan Lain: Biasanya merupakan tanda-tanda asfiksia seperti keluarnya busa halus dari lubang hidung dan mu,.: yang mula- mula berwarna putih, dan lama kelamaan karena adanya autolisis, akan berwarna kemerahan. Kelainan ini terdapat pada lebr dari sepertiga kasus, dan kelainan tersebut dianggap sebagai tanca edema paru. Sianosis pada ujung-ujung jari dan

bibir, perdarahar petekial pada konjungtiva dan pada pemakaian narkotika den:3-cara sniffing kadang-kadang dijumpai perforasi septum nasi.

Kelainan paru akut.Kelainan digolongkan berdasarkan jara* waktu antara suntikan terakhir dan saat kematian. Pada perubahan awal (sampai 3 jam)didapatkan edema dan kongesti saja, a:=. hanya terdapat sel mononuklear serta makrofag di dalam atau paca dinding alveoli. Makroskopik terlihat paru membesar, lebih bera*, bagian posterior lebih padat hingga tidak teraba krepitasi, bag a-anterior sering memperlihatkan emfisema akut. Kadang-kadang hanya berupa emfisema akut yang difus dengan aspirasi benca asing dalam bronki.

Mikroskopik terlihat kongesti dan edema disertai sebukan sa mononuklear di dalam dan pada dinding alveoli. Kadang-kadarg didapatkan pusat-pusat atelektasis, emfisema dan benda-benoa yang ter- aspirasi dalam bronki. Edema paru didapatkan pada leor dari 80% kasus.

Pada jangka waktu 3 sampai 12 jam: akan dijumpai narcotc lungs. Menurut Siegel, kelainan ini khas, bermakna dan dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis, serta terdapat pada kira-k -a 25% kasus.

Makroskopik paru sangat mengembang, lebih berat, trakea serisi busa halus sampai ke cabang-cabangnya, penampang dan •e-nukaan paru memperlihatkan berbagai gambaran dengan gam-saran lobuler yang paling menonjol. Gambaran lobuler ini disebab-iar oleh adanya berbagai tingkat aerasi (atelektasis, aerasi normal, sargat mengembang sampai emfisema), kongesti, edema dan per-arahan di berbagai tempat, yang mempunyai kecenderungan terbatas pada bagian inferior dan posterior paru. Mikroskopik terlihat sce- ma, kongesti dan sebukan makrofag yang tetap menonjol, perdarahan alveolar, intrabronkial dan subpleural serta sebukan sel Poli kh-.-fo Nuklear. Dalam bronkiolus tampak benda-benda asing, des-E-amasi sel-sel epithel serta mukus. Selain narcotic lungs, pada saat n mungkin juga ditemukan benda-benda teraspirasi dalam saluran -emapasan misalnya susu yang oleh para pecandu dipercaya dapat aerfungsi sebagai antidotum. Pada 12 sampai 24 jam: akan terlihat •reses pneumonia luas dengan gambaran sebukan sel-sel Poli Holo Nuklear yang lebih menonjol.

Perubahan lanjut: Terjadi bila jangka waktu lebih dari 24 jam. -arj telah menunjukkan gambaran pnemonia lobularis difus, penampangnya tampak berwarna coklat-kemerahan, padat seperti daging sari menun- jukkan gambaran granuler.

Kelainan paru kronik berupa granulomatosis vaskular paru secagai manifestasi reaksi jaringan terhadap talk (magnesium-silikat) var.g digunakan sebagai bahan pencampur. Mungkin pula

peru-sahan tersebut terjadi sebagai akibat bahan yang tidak larut pada penggunaan parenteral, sama seperti mekanisme terjadinya gra-i_oma subkutan. Letak granuloma tersebut dapat intra-vaskular, -ervaskular atau pada dinding alveoli, tetapi biasanya pada arteriol. j-: j k melihat kristal magnesium-silikat tersebut sebaiknya diguna-ian mikroskop-polarisasi sehingga kristal tampak berwarna putih. Eeoangkan dengan mikroskop cahaya, kristal tampak berbentuk :a:ang tidak berwarna atau kekuning-kuningan dan berrefraksi janda, dikelilingi sel-sel datia benda asing, sedikit limfosit, makrofag, is mononuklear dan jaringan kolagen.

Selain terdapat pada paru, granuloma, kristal dan benda asing an juga ditemukan pada organ lain, seperti hati, ginjal, limpa dan ■tak. Kadang-kadang ditemukan abses paru.

Kelainan hati dapat berupa akumulasi sel radang terutama lim-csft, sedikit sel PMN dan beberapa narcotic cells. Kelainan hati ini -enurut Siegel terdapat pada 80% kasus, dan derajat kelainannya r gantung dari lamanya penggunaan narkotika (derajat adiksi) -seorang. Makin berat adiksinya makin jelas kelainannya, sebalik-a pada korban mati yang baru menyuntik beberapa kali tidak a:emukan. Selain sel limfosit, PMN dan narcotic cells, mikroskopik Lga ditemukan fibrosis ringan dan proliferasi sel-sel duktus biliaris.

Kelainan pada hati tersebut dibagi menjadi (a) Hepatitis kron* agresif dengan ciri khas berupa pembentukan septa; (b) Hepatfcs kronik persisten (Triaditis) dengan infiltrasi sel radang terutama di daerah portal (lebih dari 40 % kasus); (c) Hepatitis kronik reaktif; (d Perlemakan hati dan (e) Hepatitis virus akut 5,9 %).

Kelainan kelenjar getah bening terutama terdapat pada kelenjar getah bening di daerah porta hepatis, sekitar duktus koledo.; dan di sekitar kaput pankreas. Kelainan ini juga berbanding lini dengan derajat adiksi seseorang. Makroskopik tampak kelenjar membesar dan mikros- kopik terlihat hiperplasi dan hipertrofi limfos*

Kelainan lain: Limpa membesar dan mikroskopik terlihat hiperplasi noduli dan sentrum germinativum yang menonjol. Jantung mungkin menunjukkan peradangan (endokarditis atau miokardits Pada otak mungkin ditemukan perubahan kistik pada basal gang = Dapat juga ditemukan kelainan yang biasa merupakan akibat pemakaian alat yang tidak steril.

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 130-134)