• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK SEDERHANA

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 172-191)

Pada kebanyakan kasus kejahatan dengan kekerasan fisik, seperti pembunuhan, penganiayaan, perkosaan dan lain-lain, mungkin ditemukan darah, cairan mani, air liur, urin, rambut dan jaringan tubuh lain di tempat kejadian perkara (TKP). Bahan-bahan tersebut mungkin berasal dari korban atau pelaku kejahatan atau dari keduanya, dan dapat digunakan untuk membantu mengungkapkan peristiwa kejahatan tersebut secara ilmiah.

PEMERIKSAAN DARAH

Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan manusia tertentu. Tujuan utama pemeriksaan darah forensik sebenarnya adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada obyek-obyek tertentu (lantai, meja, kursi, karpet, senjata dan sebagainya), manusia dan pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan. Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut penting untuk menunjang atau menyingkirkan keterlibatan seseorang dengan TKP dengan catatan walaupun dengan uji yang modern dan dengan peralatan yang canggih sekalipun, masih sulit untuk memastikan bahwa darah tersebut berasal dari individu tertentu.

Selain itu pemeriksaan darah juga berguna untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah (disputed patemity) dan lain-lain.

Dari bercak yang dicurigai harus dibuktikan bahwa: Bercak tersebut benar darah. Darah dari manusia atau hewan.

Golongan darahnya, bila darah tersebut berasal dari manusia.

Darah menstruasi atau bukan. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, harus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:

Pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologik sel-sel darah merah. Cara ini tidak dapat dilakukan bila telah terjadi kerusakan pada sel-sel darah tersebut. Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek dan ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa.

Dari kedua sediaan tersebut dapat dilihat bentuk dan inti sel darah merah.

Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk oval/elips dan berinti. Dari kelas

mammalia, genus Cannelidae (golongan unta) merupakan perkecualian dengan sel darah merah berbentuk oval/ elips tetapi tidak berinti.

Keuntungan sediaan apus dibandingkan dengan sediaan tanpa pewarnaan adalah dapat

terlihatnya sel-sel lekosit berinti banyak. Bila terlihat drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapatlah dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.

Pemeriksaan kimiawi. Cara ini digunakan bila ternyata sel darah merah sudah dalam keadaan rusak sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi.

Pemeriksaan kimiawi terdiri dari pemeriksaan penyaring darah dan pemeriksaan penentuan darah.

Pemeriksaan penyaring darah.

Prinsip pemeriksaan penyaring adalah: darah H2O2 -—H2O + On

reagen » perubahan warna (teroksidasi*

Pemeriksaan penyaring yang biasa dilakukan adalah reaks benzidin dan reaksi fenoftalin.

Reagen yang digunakan dalam reaksi benzidin adalah larutar jenuh kristal benzidin dalam asam asetat glasial, sedangkan pada reaksi fenolftalin digunakan reagens yang dibuat dari fenolftalein 2 g + 100 ml. NaOH 20% dan dipanaskan dengan biji-biji Zinc sehingga terbentuk fenoftalin yang tidak berwarna.

Cara pemeriksaan :

Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen benzidin.

Hasil positip pada rekasi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas saring. Sedangkan pada reaksi Phenolphthalin kertas saring yang telah digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung diteteskan dengan reagen fenolftalin yang akan memberikan warna merah muda bila positip.

Hasil negatip pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah, sedangkan hasil positip menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Pemeriksan penentuan darah berdasarkan terdapatnya pigmen/kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi Teichman dan reaksi Wagenaar.

Reaksi Teichman.

Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, tambahkan 1 butir kristal NaCI dan 1 tetes asam asetat gla-sial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan.

Hasil positip dinyatakan dengan tampaknya kristal hemin-HCI yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskop.

Reaksi Wagenaar.

Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk

penguapan zat. Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi berlawanan diteteskan HCI encer, kemudian dipanaskan.

Hasil positip bila terlihat kristal aceton-hemin berbentuk batang berwarna coklat.

Hasil positif pada pemeriksaan penentuan darah memastikan bahwa bercak adalah darah. Hasil yang negatip selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan sebagainya.

Pemeriksan Spektroskopik.

Pemeriksaan spektroskopik memastikan bahan yang diperiksa adalah darah bila dijumpai pita-pita absorpsi yang khas dari hemoglobin atau turunannya.

Bercak kering dilarutkan dengan akuades dalam tabung reaksi dan kemudian dilihat dengan spektroskop. Hemoglobin dan derivatnya akan menunjukkan pita-pita absorpsi yang khas pada spektrum warna.

Suspensi yang mengandung oksihemoglobin berwarna merah terang dengan dua pita absorpsi berwarna hitam di daerah kuning (pada panjang gelombang 54 dan 59). Bila ditambahkan reduktor (Na-ditionit), akan terbentuk hemoglobin ter-reduksi yang berwarna merah keunguan dengan satu pita absorpsi yang lebar di daerah kuning (pada panjang gelombang 54-59). Bila ditambahkan lagi dengan alkali encer (NaOH atau KOH) akan terbentuk hemokhromogen berwarna merah Jingga dengan dua pita absorpsi yang menempati daerah kuning (pada panjang gelombang 56) dan daerah perbatasan dengan hijau (pada panjang gelombang 52).

Darah yang sudah lama atau pada kasus keracunan nitrit, nitrat, nitrobenzena, anilin dan sulfonal, terkandung banyak met-hemoglobin berwarna merah kecoklatan dengan empat pita absorpsi yaitu dua pita yang sama dengan pita absorpsi oksihemoglobin, satu pita di daerah merah (pada panjang gelombang 64) dan satu lagi di daerah hijau. Bila ditambahkan reduktor akan terbentuk hemoglobin dalam keadaan terreduksi dan bila ditambahkan lagi dengan alkali encer akan terbentuk hemokhromogen.

Pemeriksaan darah pada kasus keracunan gas CO dengan cara ini akan memperlihatkan dua pita absorpsi dari karboksi-hemoglobin (COHb) di daerah kuning yang mirip dengan pita absorpsi oksi-hemoglobin tetapi lebih bergeser ke arah hijau (pada panjang gelom bang 53 dan 57). Sifat lain dari COHb adalah tidak dapat direduksi sehingga dengan penambahan reduktor akan tetap terlihat dua pita absorpsi.

Pemeriksaan serologik. Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan

golongan darah. Untuk itu dibutuhkan an-tisera terhadap protein manusia (anti human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap golongan darah tertentu.

Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibodi (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.

Penentuan spesies.

Lakukan ekstraksi bercak atau darah kering dengan larutan garam faal. Dianjurkan untuk memakai 1 cm2 bercak atau 1 g darah kering, tetapi tidak melebihi separuh bahan yang tersedia. Cara-cara yang dapat dipergunakan adalah :

Reaksi cincin (reaksi presipitin dalam tabung).

Ke dalam tabung reaksi kecil, dimasukkan serum anti globulin manusia, dan ke atasnya dituangkan ekstrak darah perlahan lahan melalui tepi tabung. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1.5 jam. Hasil positif tampak sebagai cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan.

Reaksi presipitasi dalam agar.

Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti globulin manusia ke lubang di tengah dan ektrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperatur ruang selama

satu malam. Hasil positip memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah dan lubang tepi.

Pembuatan agar buffer:

1 gram agar; 50 ml. larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml. aqua dest; 100 mg. Sodium Azide, Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet. Penentuan golongan darah.

Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran. • Bercak dengan sel darah merah masih utuh;

• Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen yang masih dapat di deteksi;

• Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.

• Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan aglutinin yang juga sudah tidak dapat dideteksi.

oiia didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh, maka penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan meeneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi.

Bila sel darah merah sudah rusak, maka penentuan darah golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan dengan aglutinin. Di antara sistem-sistem golongan darah, yang paling lama bertahan adalah antigen dari sistem golongan darah ABO.

Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi elusi atau aglutinasi campuran.

Cara yang biasa dilakukan adalah cara absoropsi elusi dengan prosedur sebagai berikut: 2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil alkohol selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering. Selanjutnya dilakukan penguraian benang ter-sebut menjadi serat-serat halus dengan menggunakan 2 buah jarum.

Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama diteteskan serum anti-A dan ke dalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut benang tersebut terendam seluruhnya Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat Celsius selama satu malam.

Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4 derajat Celsius) sebanyak 5-6 kali, lalu tambahkan 2 tetes suspensi 2% sel indikator (sel darah merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua), pusing dengan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi cuci sekali lagi dan kemudian tambahkan 1 -2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada suhu 56 derajat Celsius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung lain. Tambahkan 1 tetes suspensi sel indikator ke dalam masing-masing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu pusing selama 1 menit pada kece patan 1000 RPM.

Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjad aglutinasi berarti darah mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indikator.

Dalam kasus yang ada kaitannya dengan faktor keturunan hukum Mendel memainkan peranan penting. Semua sistem golongan darah diturunkan dari orang tua kepada anaknya sesuai hukum Mendel.

Walaupun masih ada kemungkinan penyimpangan hukum tersebut, misalnya pada peristiwa mutasi, namun karena frekuensinya sangat kecil (1:1.000.000) untuk kasus-kasus forensik hal ini dapat diabaikan.

Hukum Mendel untuk sistem golongan darah adalah sebagai berikut:

Antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu atau kedua orang tuanya.

Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada anaknya. (Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang tua yang bergolongan darah AB).

Pada manusia dikenal bermacam-macam sistem golongan darah yang antigennya terletak di permukaan sel darah merah, misalnya sistem ABO, Rhesus, MNS, Kell, Duffy, Lutheran, Lewis, Kidd, P, Sekretor/ nonsekretor, Antigen limfosit manusia (HLA) dan lain-lain. Selain itu dikenal pula antigen-antigen yang terdapat di luar sel darah merah, misalnya sistem Gm, Gc,

pseudokholinesterase (PCE/ PKE), adenosin deaminase (ADA), Fos-fatase asam eritrosit (EAP), glutamat piruvat transaminase (GPT), 6-fosfo glukonat dehidrogenase (6 PGD), glukose 6 fosfatase dehidrogenase (G6PD), yang terdapat dalam serum.

Pada kasus paternitas, bila hanya sistem ABO, MNS dan Rhesus yang diperiksa, maka

kemungkinannya adalah 50-60%, sedangkan bila semua sistem diperiksa maka kemungkinannya meningkat menjadi > 90%.

Perlu diingat bahwa hukum Mendel tetap berdasarkan KEMUNGKINAN (probabilitas), sehingga penentuan ke-ayah-an dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak ("singkir ayah" P'paternity

exclusion").

CONTOH-CONTOH KASUS. Bayi tertukar.

Dilakukan pemeriksaan sistim golongan darah dari bayi serta <edua orang tuanya.

Bayi I Bayi II

A O

Pria O AB

Wanita O O

Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I adalah anak pasangan II.

Bayi i Bayi II

AB A

Pria A AB/j

Wanita B G

Jelas bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II, sedangkan bayi II adalah anak dari pasangan II. walaupun pasangan I mungkin saja mempunyai anak bergolongan darah A.

Ragu ayah (Disputed paternity).

Dalam kasus ini siapa ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan. Golongan darah

bayi B MNS Rhesus +

ibu A MNS Rhesus +

Pria 1 AB MNS Rhesus +

Pria II 0 MS Rhesus +

Pria III A MNS Rhesus +

Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkiman menjadi ayah si anak. sedangkan Pria II dan III pasti bukan ayah anak terrsebut.

Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati. Golongan darah

anak 0 MNS Rhesus +

ibu A MS Rhesus +

"ayah" B MS Rhesus +

Anak tersebut pasti bukan anak dari "ayah" tersebut.

Demikian pula kasus-kasus lainnya dapat dibantu penyelesaiannya dengan cara yang sama seperti di atas.

PEMERIKSAAN CAIRAN MANI (SEMEN)

Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7.2 -7.6. Cairan mam mengandung spermatozoa, sel epitel dan sel-sel lain yang ter-suspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti Fosfatase asam Spermatozoa mempunyai bentuk khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml.

Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:

Penentuan spermatozoa (mikroskopis) Tanpa pewarnaan

Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang bergerak.

Pemeriksaan motilitas sprmatozoa ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat dite-mukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini menjadi 3-4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.

Cara pemeriksaan : satu tetes lendir vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran 500 x serta kondensor diturun kan. Perhatikan pergerakan sperma.

Menurut Voight, sperma masih bergerak kira-kira 4 jam pas-capersetubuhan. Menurut Gonzales, sperma masih bergerak 30-60 menit pasca-persetubuhan. Menurut Ponzold kurang dari 5 jam

pas-capersetubuhan, tetapi kadang-kadang bila ovulasi atau terdapat sekret serviks, dapat bertahan sampai 20 jam.

Menurut Nickols, sperma masih dapat ditemukan 5-6 hari pas-capersetubuhan walaupun setelah 3 hari hanya tinggal beberapa saja. Menurut Voight, 66 jam pasca-persetubuhan sedangkan me-nurut Davies & Wilson, 30 jam. Pada orang yang mati setelah persetubuhan, sperma masih dapat ditemukan sampai 2 minggu pasca-persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan sampai 3 hari pasca-persetubuhan, kadangkadang sampai 6 hari pasca-persetubuhan.

Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.

Dengan pewarnaan

Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, Methy lene Blue atau Malachite green.

Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green dengan prosedur sebagai berikut:

Warnai dengan larutan Malachite Green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1% selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air. Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan lekosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan lekosit tidak terwarnai. Kepala sperma tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya berwarna hijau.

Penentuan cairan mani (kimiawi)

Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium berikut:

Reaksi fosfatase asam

Dasar reaksi: adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Aktifitas enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2500 U.KA(Kaye). Dalam sekret vagina setelah 3 hari abstinensi seksualis ditemukan aktifitas 0-6 Unit (Risfeld).

Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, dapat

ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan. Aktifitas 25 U K.A. per 1 cc ekstrak yang diperoleh dari 1 cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani.

Reagens untuk pemeriksaan ini adalah :

Larutan A : Brentamin Fast Blue B 1 g (1) Natrium acetat trihyrate 20 g (2) Glacial acetat acid 10 ml (3)

Aquadest 100 ml (4)

(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga deengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan penyangga tersebut.

Larutan B : Natrium-alfa-naphtyl phosphate 800 mg Aquadest 10 ml

89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu disaring cepa: ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan di lemari es reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dar adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.

Prinsip: enzim fosfatase asam menghidrolisis Na-alfa naftii fosfat; alfa-naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamine menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu.

Cara pemeriksaan: Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang telah terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprot dengan reagens. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyenprotan sampai timbul warna ungu.

Perlu diperhatikan bahwa intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur dan test ini tidak spesifik. Hasil positip semu dapat terjadi dengan feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.

Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberi warna dengan serentak dengan

intensitasnya tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim fosfatase, memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.

Menurut Davies & Wilson, bila waktu reaksi 30 detik, merupakan indikasi yang baik untuk adanya cairan mani. Bila 30-65 detik, indikasi sedang, dan masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis.

Bila > 65 detik, belum dapat mennyatakan sepenuhnya tidak terdapatnya cairan mani, karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.

Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90-100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan fungi dapat mempercepat waktu reaksi.

Untuk mmembedakan fosfatasa asam seminal dari fos-fatasa asam lain dapat dilakukan pemeriksaan berikut:

Inhibisi dengan l(-)tartrat (Sivaram)

Untuk membedakan bercak mani dari bercak lain dapat digunakan l(-)tartrat yang menghambat aktifitas enzim fosfatase asam dalam semen.

Dipergunakan 2 macam reagens yang mengandung Na-alfa naftil fosfat dan Brentamine Fast Blue Salt.

Reagens I: merupakan larutan kedua zat di atas dalam larutan penyangga sitrat dengan pH 4,9. Reagens II: terdiri dari 9 bagian larutan sitrat (pH 4.9) dan 1 bagian larutan 0,4 M l(+)asam tartrat dengan pH 4,9.

Cara pemeriksaan: Lakukan ekstraksi sepotong kecil bercak dengan beberapa tetes aquadest. Ekstrak diteteskan pada 2 helai kertas saring Whatman no.1, masing-masing 1 tetes dan ditandai dengan pensil, biarkan mengering. Kertas saring pertama disemprot dengan reagens I dan yang lain dengan reagens II.

Interpretasi: apabila bercak ekstrak yang disemprot dengan reagens I berwarna ungu, sedangkandengan reagens II tak timbul warna, maka dapat dipastikan bahwa dalam ekstrak terdapat mani.

Bila warna ungu dengan intensitas yang sama timbul pada kedua kertas tadi, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat aktifitas fosfatase asam yang bukan berasal dari mani. Cara elektro-imunodifusi (Baxter)

Serum anti mani manusia (anti human semen serum), selain spesifik untuk antigen manusia, juga mengandung zat anti terhadap fosfatase asam.

Bila serum ditambahkan dengan air mani akan terbentuk kompleks enzim-antibodi yang masih memiliki sifat en-zimatik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi fosfatase asam.

Medium yang digunakan adalah lempeng agar yang mengandung serum anti mani manusia dalam konsentrasi kecil (1%).

Setelah dilakukan elektroforesis, lempeng agar dikembangkan dalam reagens fosfatase asam. Pada fosfatase seminal, tampak puncak presipitin ke arah anoda, sedangkan pada fosfatase

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 172-191)