• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP PENGOBATAN

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 70-85)

Pengobatan terhadap kasus keracunan terutama berdasarkan cara masuk racun ke dalam tubuh. Bila racun ditelan, keluarkan racun tersebut sebanyak mungkin, dengan jalan memuntahkan (dengan merangsang dinding faring atau pemberian emetik, misalnya sirup ipecacuanha). Tetapi jika kesadaran sangat menurun, atau racun bersifat «cxosif atau racun terlarut dalam minyak, maka usaha untuk memun-■arkan merupakan indikasi kontra.

Aspirasi dan bilas lambung, merupakan indikasi untuk me--geiuarkan racun nonkorosif dan racun yang menekan susunan saraf pusat. Untuk ini diberikan air hangat atau garam lemah. Dapat uga diberikan norit. (Indikasi kontra seperti pada cara memuntahkan).

Pemberian pencahar, misalnya natrium sulfat 30 g dalam 200 : air. Mempercepat ekskresi dengan dialisis (pemberian diuretik -erupakan indikasi kontra). Dapat pula dengan pemberian an-tdotum spesifik, pada keracunan morfin, diberikan nalorfin atau -aoxon, (keduanya bersifat antagonis terhadap morfin, tetapi nalor-ir Kadang-kadang dapat juga bersifat agonis, sedangkan naloxon ^u-ni antagonis).

Demulcen dalam bentuk pemberian putih telur sebanyak 3 Butir yang dilarutkan dalam 500 cc air/susu dengan maksud untuk -e.nghambat absorbsi.

Pengobatan simptomatik dan suportif perlu dipertimbangkan, Tergantung dari gejala yang timbul. Jika terdapat gejala berupa «e-ang jangan diberikan barbiturat tetapi sebaiknya benzodiazepam.

Bila racun masuk secara inhalasi, keluarkan korban dari ruang-■ agar terhindar dari inhalasi lebih lanjut. Bila secara parenteral. perin pang kan untuk pemasangan tourniquet. Bila masuk melalui kulit acaj mengenai mata, bersihkan dengan air leding mengalir, jangan pe~gan bahan kimia.

KRITERIA DIAGNOSTIK

Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala »ar.g sesuai dengan racun

penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat pip-ktikan adanya racun pada sisa barang bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika racun sienjaiar secara sistemik serta terdapatnya kelainan pada tubuh cocban, baik makroskopik maupun mikroskopik yang sesuai dengan -ac^n penyebab. Disamping itu perlu pula dipastikan bahwa korban "E-sebut benar-benar kontak dengan racun. Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan aah: keterangan tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.

= EMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak semula sudah dicurigai kematian diakibatkan p»eh keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum autopsi p akukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan.

Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa (cherry pink colour pada keracunan CO; merah terang pada keracunan CN; kecoklatan pada keracunan nitrit, nitrat, anilin, fenasetin dan kina); luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung (keracunan morfin); bau amandel (keracunan CN)atau bau kutu busuk (keracunan malation) serta bila pada autopsi tak ditemukan penyebab kematian (negative autopsy).

Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penting yaitu: Pemeriksaan di tempat kejadian, autopsi dan analisis toksikologik.

PEMERIKSAAN DI TEMPAT KEJADIAN

Pemeriksaan di tempat kejadian penting untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan untuk menjelaskan apakah mungkin orang itu mati akibat keracunan, misalnya dengan memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Jika diduga korban adalah seorang morfinis, cari bubuk heroin,

pembungkusnya atau alat penyuntik.

Bila terdapat muntahan, apakah berbau fosfor (bau bawang putih); bagaimana sifat muntahan misalnya seperti bubuk kopi (zat kaustik), berwarna hitam (H2SO4 pekat), kuning (HNO3), biru kehijauan (CUSO4).

Apakah terdapat gelas atau alat minum lain, atau ada surat perpisahan/peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri.

Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum kejadian ini apakah ia sehat-sehat saja. Berapa lama gejala timbul setelah makan/minum terakhir, dan apa gejala-gejalanya. Bila sebelumnya sudah sakit, apa penyakitnya dan obat-obat apa yang diberikan serta siapa yang memberi. Harus ditanyakan pada dokter yang memberi obat, apa penyakitnya, obat-obat apa yang diberikan dan berapa banyak, juga ditanyakan apakah apotik memberikan obat yang sesuai. Obat yang tersisa dihitung jumlahnya.

Pada kasus kecelakaan, misalnya pada anak-anak, tanyakan di mana zat beracun disimpan, apakah dekat makanan-minuman. Apakah anak biasa makan sesuatu yang bukan makanan.

Bagaimana keadaan emosi korban tersebut sebelumnya dan apakah pekerjaan korban, sebab mungkin saja racun diambil dari tempat ia bekerja atau mengalami industrial poisoning. Mengumpulkan barang bukti. Kumpulkan obat-obatan dan ze-oungkusnya; muntahan harus diambil dengan kertas saring dan is-mpan dalam toples; periksa adanya etiket dari apotik dan jangan uca untuk memeriksa tempat sampah.

PEMERIKSAAN LUAR

Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun wca kiranya yang ditelan oleh korban. Pemeriksa dapat mencium bau s-andel pada penelanan sianida, bau minyak tanah pada penelanan «rutan insektisida, bau kutu busuk pada malation, bau ammonia, TSTCI (asam

karbolat), lisol, alkohol, eter, kloroform dan lain-lain. Va*a pada tiap kasus keracunan pemeriksa selalu harus memper-tat<an bau yang tercium dari pakaian, lubang hidung dan mulut serta rongga badan.

Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus -menekan dada mayat dan

menentukan apakah ada suatu bau yang ioa< biasa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut. Bila peme-iksa sebelumnya telah melakukan autopsi atas mayat lain atau serada dalam kamar autopsi untuk sekian waktu, maka hendaknya ia «a-ar dari kamar autopsi, menghirup udara segar untuk beberapa imenrt supaya daya tangkap bau menjadi tajam kembali. Beberapa ani

menganjurkan pada setiap autopsi kasus keracunan untuk mem-ou<a pertama-tama rongga tengkorak dan menentukan bau yang leak biasa yang keluar dari jaringan otak, sebelum bau itu tersamarkan oleh bau visera yang lazim tercium pada pembukaan ■o-gga-rongga perut dan dada. Perlu diketahui bahwa tidak semua orang mampu menangkap :a_ sianida, agaknya kemampuan untuk menangkap bau sianida atsntukan secara genetik. Selain itu, pada penelanan KCN atau fcaCN mungkin tidak tercium bau amandel tetapi bau ammonia, tsrena dalam lambung sebagian KCN atau NaCN telah berubah re-,adi ammonia dan karbonat.

Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang aseoabkan oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Usainya bercak berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning «arena asam nitrat. Penyebaran (distribusi) bercak perlu diper--aton, karena dari penyebaran itu kadang-kadang dapat diperoleh petunjuk tentang intensi/ kemauan korban, yaitu apakah racun itu ats an atas kemauannya sendiri (bunuh diri) atau dipaksa (pem-r.--han). Dalam hal korban dipegangi dan dicocoki secara paksa, ^-a<a bercak-bercak akan tersebar pada daerah yang luas. Selain itu Bada pakaian mungkin melekat bau racun.

Lebam mayat. Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah ranifestasi warna darah yang tampak pada kulit.

Perhatikan adanya kelainan di tempat masuknya racun. Zat-zat bersifat kaustik atau korosif menyebabkan luka bakar atau korosi pada bibir, mulut dan kulit di sekitarnya. Pada bunuh diri dengan menelan asam sulfat atau lisol ditemukan luka bakar yang kering, berwarna coklat, berbentuk tidak teratur dengan garis-garis yang berjalan dari bibir atau sudut-sudut mulut ke arah leher. Sebaliknya pada orang dipaksa menelan zat itu akan ditemukan bercak-bercak luka bakar berbagai bentuk dan ukuran dan tersebar di mana-mana. Penyebaran yang luas demikian juga dapat ditemukan pada vitrio-lisme (disiram asam sulfat; vitriol=sulfat berbentuk kristal). Pada asam nitrat, korosi berwarna kuning atau Jingga kuning karena reaksi xanthoproteik. Pada asam klorida, korosi pada kulit tidak sehebat seperti pada asam sulfat, bahkan kadang-kadang tidak ditemukan. Pada asam format dapat ditemukan luka-luka bakar berwarna merah coklat, berbatas tegas dan kelopak mata mungkin membengkak karena ekstravasasi hemoragik.

Pada penelanan alkali kuat ditemukan luka-luka bakar berupa daerah-daerah di mana epidermis membengkak, berwarna kelabu, dan diantaranya terdapat bercak-bercak dengan epidermis me-ngelupas, berwarna merah dan basah.

Kulit diperiksa untuk mencari luka bekas suntikan yang baru. Pada pecandu narkotika yang mempergunakan cara suntikan in-travena (mainliner) dapat ditemukan parut-parut bekas suntikan yang membentuk sebuah garis sepanjang vena yang terletak superfisial, misalnya pada lengan bawah. Pada "garis" itu dicari apakah terdapat luka suntik yang segar. Juga pada tatu (rajah) dapat ditemukan bekas-bekas suntikan yang lama dan mungkin juga segar. Mainliner biasanya menyuntikkan narkotika pada vena-vena di lipat siku, lengan bawah, punggung tangan, mungkin pula punggung kaki. Pada penyuntikan subkutan dapat ditemukan pada daerah bagian depan dan samping. Pada wanita pecandu mungkin ditemukan bekas luka suntikan subkutan pada payudara atau di bawahnya.

Perubahan kulit, misalnya hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu kebiru-biruan pada keracunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis; juga pada keracunan insektisida

hidrokarbon dan Arsen karena terjadi gangguan fungsi hati. Dermatitis pada keracunan kronik salisilat, bromida dan beberapa logam berat seperti arsen dan talium. Vesikel atau bula pada

tumit, bokong dan punggung pada keracunan karbon monoksida dan barbiturat akut, jika korban sempat hidup beberapa hari. Hal ini mungkin juga ditemukan pada daerah yang tidak mengalami tekanan, dan disebabkan oleh gangguan trofik.

Kuku. Pada keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku •ar.g menebal secara tidak teratur. Juga pada keracunan talium «renik ditemukan kelainan trofik pada kuku.

Rambut. Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen, air raksa dan boraks.

Sklera tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti fosfor, karbon tetra klorida. Perdarahan pada pemakaian pccumarol atau akibat bisa ular.

PEMBEDAHAN JENAZAH

Segera setelah rongga perut dan dada dibuka, tentukan apa-«an terdapat bau yang tidak biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium 'bau racun' maka sebaiknya rongga teng-cecak dibuka terlebih dahulu agar bau visera perut tidak menye-ucjngi bau tersebut, terutama bila yang dicurigai adalah sianida. Ha- sianida, alkohol, kloroform dan eter akan tercium paling kuat paam rongga tengkorak.

Inspeksi in situ. Perhatikan warna otot-otot dan alat-alat; pada «e^acunan karbon monoksida tampak berwarna merah muda cerah pan pada sianida merah cerah. Warna coklat pada racun dengan ekskresi melalui mukosa usus. Peradangan dalam usus karakteristik yntuk keracunan air raksa; biasanya pada kolon asenden dan ra~sversum ditemukan kolitis. Lambung mungkin tampak hiperemik £3J kehitam-hitaman dan terdapat perforasi sebagai akibat zat iorosif. Hati mungkin berwarna kuning karena degenerasi lemak =3J nekrosis pada keracunan zat-zat hepatotoksik seperti fosfor, «anoon tetraklorida, kloroform, alkohol, arsen dan lain lain. Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut, Darah diambil dengan semprit dan jarum yang bersih. Diambil 2 contoh darah -asJng-masing sebanyak 50 ml dari jantung sebelah kanan dan secelah kiri. 2 contoh darah tepi diambil masing-masing sebanyak 30 - dari tempat yang berlainan. Umumnya dari vena leher atau subak-sia dan arteri femoralis.

Perhatikan warna darah. Pada intoksikasi dengan racun yang -enimbulkan hemolisis (bisa ular, pirogalol, hidroquinon, dinitrofenol pan arsen), darah dan organ-organ dalam berwarna coklat «emerahan gelap. Pada racun yang menimbulkan gangguan trombosit, akan terdapat banyak bercak perdarahan pada organorgan. 5 a terjadi keracunan yang cepat menimbulkan kematian,

misalmya sianida, alkohol, kloroform, maka darah dalam jantung dan pem-:. -h darah besar tetap cair tidak terdapat bekuan darah.

Lidah. Perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kap-s_ obat atau menunjukkan kelainan disebabkan oleh zat korosif.

Esofagus bagian atas dibuka sampai pada ikatan di atas diafragma. Adakah terdapat regurgitasi dan selaput lendir diperhatikan akan adanya hiperemi dan korosi.

Epiglotis dan glotis. Perhatikan apakah terdapat hiperemi atau edema, disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi gas atau uap yang merangsang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat yang me-rangsang. Edema glotis juga dapat ditemukan pada kematian akibat syok anafilaktik, misalnya akibat penisilin.

Paru-paru. Pada paru-paru biasanya ditemukan kelainan yang tidak spesifik, berupa perbendungan akut. Pada inhalasi gas yang merangsang seperti klorin dan nitrogen oksida ditemukan perbendungan dan edema hebat, serta emfisema akut karena terjadi batuk-batuk, dispne dan spasme bronki. Pada keracunan akut morfin, barbiturat, kloroform terdapat perbendungan dan edema; bila korban tidak segera meninggal (delayed death) akan dapat ditemukan tanda-tanda pneumoni.

Lambung dan usus duabelas jari dipisahkan dari alat-alat lainnya dan diletakkan dalam wadah yang bersih. Lambung dibuka sepanjang kurvatura mayor dan diperhatikan apakah

mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi lambung, warnanya dan terdiri atas bahan-bahan apa. Bila terdapat tablet atau kapsul, diambil dengan sendok dan disimpan secara terpisah untuk mencegah disintegrasi tablet/kapsul.

Pada keracunan timah hitam akut, isi lambung berwarna putih karena terbentuk PbCI2; pada penelanan 5-10 tablet ferro-sulfat sekaligus akan berwarna kebiru-biruan karena terbentuk Fesulfat. Pada penelanan asam nitrat, berwarna kuning karena reaksi xan-thoproteik. Volume isi lambung diukur dan dimasukkan dalam botol bersih. Selaput lendir lambung diperhatikan warnanya, apakah terdapat hiperemi dan nekrosis; diambil potongan untuk pemeriksaan histopatologik kemudian dimasukkan ke dalam botol yang sudah berisi isi lambung. Bila dicurigai korban telah menelan fosfor maka isi lambung harus dibuka di kamar nitrogen sesaat sebelum dilakukan analisa toksikologik untuk mencegah terjadi oksidasi fosfor.

Bila bahan-bahan perlu dikirim ke kota lain maka lambung dan usus dua belas jari tidak perlu dibuka.

Catatan. Pada kasus-kasus "non-toksikologik" hendaknya pembukaan lambung ditunda sampai saat akhir autopsi atau sampai pemeriksa telah menemukan penyebab kematian. Hal ini penting karena umumnya pemeriksa baru teringat pada keracunan setelah pada akhir autopsi ia tidak dapat menemukan penyebab kematian.

Usus-usus. Secara rutin usus-usus sebaiknya dikirim seluruhnya dengan ujung-ujung terikat. Pemeriksaan isi usus diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam setelah korban menelan zat beracun dan ingin diketahui berapa lama waktu tersebut.

Isi usus dikeluarkan dengan membuka salah satu ikatan dan engurut usus. Isi usus ditampung dalam gelas yang telah ditera an ditentukan beratnya. Cara lain adalah dengan membuka usus-s-s dan dengan sendok, isi usus dimasukkan dalam gelas. Selaput ndir diperiksa dan kemudian dicuci baik-baik dengan akuades dan r cucian ditimbang serta dimasukkan dalam gelas yang sudah r si usus-usus. Dalam isi usus kadang-kadang dapat ditemukan -teric coated tablets atau tablet lain yang belum tercerna.

Perlu diambil potongan-potongan untuk pemeriksaan his-*ogik. Bila usus dikirim tanpa dibuka, ahli toksikologi yang akan e akukan hal tersebut.

Fosfor kuning (yellow phpsphorus) tanpa mengalami peru-anan dikeluarkan dalam feses. Hal ini dapat diperiksa dengan uji '.-.scherlich. (Feses dibuat asam dengan menambahkan asam sulfat, akukan destilasi dalam kamar yang digelapkan. Pada kondensor -pat uap berkondensasi akan terlihat fosforesensi). Fosfor dalam cun tikus dicampur dengan dedak. Pada orang yang menelan cun tikus tersebut butir-butir dedak dapat dipisahkan dari feses an ditentukan ukurannya

sehingga dapat diketahui macam racun JS yang ditelan. Bila sudah terjadi gangguan fungsi hati; hati ber-arna kelabu atau kuning jeruk lemon.

Pada penelanan pil kina dapat dilakukan uji yang sederhana as feses. Feses dilarutkan dengan sedikit akuades dan ditambah-ii asam sulfat encer. Bila diperiksa dengan sinar ultra violet akan snunjukkan fluoresensi kebiru-biruan.

Pada keracunan Pb akut, feses berwarna hitam karena terben-< Pb-Sulfida. Dengan foto X ditemukan bercak-bercak radio-opak. ada keracunan zat besi, pada anak kecil yang menelan 5-10 tablet no-sulfat, feses berwarna kebiru-biruan karena terbentuk besi-fosfat.

Pada orang yang menderita keracunan jamur (mushroom), fun-_s atau tumbuh-tumbuhan, pemeriksaan feses dapat membantu, ada keracunan jamur Amanita phalloides dapat ditemukan spora arbentuk subgloboid, berwarna putih dan berukuran 8-11 u X 7-9 u. ari isi usus dapat

diekstraksi toksin Amanita (phalloidin) yang arupakan suatu peptida, dan dapat dilakukan pemeriksaan kimiawi an biologik dengan hewan percobaan.

Hati. Apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis, agenerasi lemak sering ditemukan pada peminum alkohol. Nek-sis dapat ditemukan pada keracunan fosfor, karbon tetraklorida, oroform dan trinitro toluena. Setelah diambil potongan untuk ;meriksaan histologik, seluruh hati atau paling sedikit 500 gram ;rikut kandung empedu diambil. Hati diambil cukup banyak karena karan toksik kebanyakan racun sering kurang dari beberapa miligram per kilogram berat badan, lagi pula pada mayat konsentrasi yang tertinggal dalam tubuh mungkin jauh di bawah jumlah tersebut.

Hati merupakan alat detoksifikasi utama dan memiliki kemampuan untuk mengkonsentrasikan zat-zat beracun. Jadi kadar racun dalam hati dapat 100 kali lebih tinggi daripada dalam darah. Dengan demikian hati merupakan bahan yang penting untuk analisis tok-sikoiogik, misalnya arsen, barbiturat dan imipramine.

Ginjal. Perubahan degeneratif pada korteks ginjal dapat disebabkan oleh racun yang merangsang. Ginjal agak membesar, korteks membengkak, gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning. Perubahan ini dapat dijumpai pada keracunan dengan persenyawaan bismuth, air raksa (HgCI2), sulfonamid, fenol, lisol, karbon tetraklorida. Setelah diambil potongan untuk

pemeriksaan histologik, kedua ginjal diambil dan disimpan masing-masing dalam botol tersendiri. Umumnya analisis toksikologik ginjal terbatas pada kasus-kasus keracunan logam berat atau pada pencarian racun secara umum (general unknown) atau bila pada pemeriksaan his-tologik ditemukan kristal-kristal Ca-oksalat atau sulfonamid.

Urin. Dengan semprit dan jarum yang bersih, seluruh urin diambil dari kandung kemih. Bila bahan akan dikirim ke kota lain maka urin dibiarkan berada dalam kandung kencing dan dikirim in toto; prostat dan kedua ureter diikat dengan tali. Walaupun kandung kemih tampak kosong, kandung kemih harus diambil untuk pemeriksaan toksikologik. Banyak racun dan/atau

metabolitnya dikeluarkan dalam urin. Pada kebanyakan kasus malah dalam konsentrasi yang tinggi. Selain itu urin merupakan cairan yang baik sekali untuk spot tests yang mudah dikerjakan sehingga dapat diperoleh petunjuk pertama dalam suatu analisis toksikologik secara sistematis. Satu atau dua ml urin yang oleh dokter sering dianggap tidak ada gunanya, sangat berharga di tangan seorang ahli toksikologi.

Otak. Pada keracunan akut dengan kematian yang cepat biasanya tidak ditemukan edema otak, misalnya pada kematian cepat akibat berbiturat atau eter dan juga pada keracunan kronik arsen atau timah hitam. Perdarahan kecil-kecil dalam otak dapat ditemukan pada keracunan karbon monoksida, barbiturat, nitrogen oksida dan logam berat seperti air raksa, arsen dan timah hitam. En-sefalomalasi globus palidus kadang-kadang ditemukan pada keracunan akut karbon

monoksida atau barbiturat dengan korban yang sempat hidup selama beberapa hari.

Setelah pengambilan potongan-potongan jaringan untuk pemeriksaan histologik, otak diambil sebanyak 500 gram (kedua bagian frontal) atau seluruhnya. Jaringan lipoid otak dapat mengan-dung banyak racun. Kloroform terdapat dalam jaringan otak meskipun sudah terjadi pembusukan yang lanjut. Selain itu, senyawa volatil dapat dicari dalam jaringan otak, seperti anestetika eter dar fluothane, karbon tetraklorida dan perkloretilena, serta bahan pelari/, lain seperti benzena. Pada keracunan insektisida golongan organofosfat dapat □lakukan penentuan aktivitas enzim asetilkolinesterase dalam jaringan otak.

Perlu diketahui bahwa obat-obat yang bekerja pada otak tidak sealu terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan otak, malah irungkin konsentrasi dalam hati lebih tinggi. Walaupun

demikian zzaA selalu harus dikirimkan dalam kasus general unknown, bahkan >e -ruhnya, karena jaringan otak dapat mengandung banyak macam ■acun dan karena jaringan otak berikut

ekstraknya secara teknis ^i-dah ditangani oleh ahli toksikologi.

Jantung. Racun-racun yang menyebabkan degenerasi rarenkim, lemak atau hidropik pada

epitelium ginjal dapat menye-cabkan degenerasi sel-sel otot jantung sehingga jantung menjadi u-ak, berwarna merah pucat atau coklat kekuning-kuningan dan ♦ertrikel mungkin melebar.

Pada keracunan karbon monoksida, bila korban hidup selama *c am atau lebih, dapat ditemukan perdarahan berbercak dalam otot septum interventrikel bagian ventrikel kiri atau perdarahan bargaris rada muskulus papillaris ventrikel kiri dengan garis-garis menyebar sc er dari ujung otot tersebut sehingga tampak gambaran seperti «cas. Pada keracunan arsen hampir selalu ditemukan

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 70-85)