• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE EKSKLUSI

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 193-200)

Metode ini digunakan pada kecelakaan masai yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut di atas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar penumpang.

IDENTIFIKASI POTONGAN TUBUH MANUSIA (KASUS MUTILASI)

Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau binatang. Bila berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-potongan tersebut berasal dari satu tubuh.

Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan dan keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, status sosial ekonomi, kebiasaan-kebiasaan tertentu dan sebagainya serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi.

Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin).

Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita seperti drum stick pada lekosit dan Barr body pada sel epitel.

IDENTIFIKASI KERANGKA

Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkirakan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang. Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkannya dengan data ante mortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.

Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik (reaksi presipitin) dan histologik (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).

Penentuan ras mungkin dilakukan dengan pemeriksaan antro-pologik pada tengkorak, gigi geligi dan tulang panggul atau tulang lainnya. Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk kearah ras Mongoloid.

Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal. Pada panggul, indeks isio-pubis (panjang pubis dikali seratus dibagi panjang isium) merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Nilai laki-laki sekitar 83,6, wanita 99,5.

Ukuran anatomik lain seperti indeks asetabulo-isiadikum, indeks cotulo-isiadikum, ukuran pintu atas, tengah dan bawah panggul serta morfologi deskriptif seperti insisura isiadikum mayor yang sempit dan dalam pada laki-laki, sulkus preaurikularis yang menonjol pada wanita, arkus sub-pubis dan krista iliaka, juga jumlah beberapa ukuran pada tulang dada seperti panjang sternum tanpa xyphoid, lebar sternum pada segmen I dan 11, tebal minimum manubrium dan korpus sternum segmen I dapat untuk menentukan jenis kelamin.

Tabel berikut menunjukkan ciri seks pada tengkorak:

Tanda Pria Wanita

Ukuran, volume endokranial besar kecil

Arsitektur kasar halus

Tonjolan Supraorbital sedang --> besar kecil -> sedang Prosesus mastoideus sedang --> besar kecil -> sedang Daerah oksipital, linea

musku-lares dan Protuberensia

tidak jelas jelas/menonjol

Eminensia frontalis kecil besar

Eminensia parietalis kecil besar

Orbita persegi, rendah

relatif kecil tepi tummpul

bundar, tinggi relatif besar tepi tajam

Dahi curam kurang

membundar

Membundar, penuh, infantil Tulang pipi berat, arkus lebih

ke lateral

ringan, lebih memusat Mandibula besar, simfisisnya

tinggi, ramus asendingnya lebar

kecil, dengan ukurankorpus dan ramus lebih kecil

Palatum Besar dan lebar,

cenderung seperti huruf U

kecil, cederung seperti parabola Kondilus oksipitalis

Gigi-geligi

besar

besar, M1 bawah sering 5 kuspid.

kecil

kecil, molar biasa-nya 4 kuspid Sumber: Krogmann (1955)

Tulang panjang laki-laki lebih panjang dan lebih masif dibandingkan dengan tulang wanita dengan perbandingan 100:90. Pada tulang-tulang femur, humerus dan ulna terdapat be-berapa ciri khas yang menunjukkan jenis kelamin seperti ukuran kaput dan kondilus, sudut antara kaput femoris terhadap batangnya yang lebih kecil pada laki-laki, perforasi fosa olekrani menunjukkan jenis wanita, serta adanya belahan pada sigmoid notch pada laki-laki.

Krogman menyimpulkan, penentuan jenis kelamin pada kerangka dewasa berketepatan 100% bila lengkap, 90% bila tengkorak saja, 95% bila panggul saja, 98% bila tengkorak dan panggul dan 80% bila hanya tulang-tulang panjang. Kemungkinan penentuan jenis kelamin pada kerangka pre-pubertas adalah 50% dengan harapan ketepatan maksimal sebesar 75-80 %. Pemeriksaan terhadap pusat penulangan (osifikasi) dan penyatuan epifisis tulang sering digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan menggunakan foto radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap pusat penulangan pada tulang.

Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak guna perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode, namun pada akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa cara ini tidak dapat dipercaya/tidak akurat dan hanya dipakai dalam lingkup dekade (umur 20-30-40 tahun) atau mid-dekade (umur 25-35-45 tahun) saja.

Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari 18 hingga 50 th, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh Mokern dan Stewart. Mokern dan Stewart membagi simfisis pubis menjadi 3 komponen yang masing-masing diberi nilai. Jumlah nilai tersebut menunjukkan umur berdasarkan sebuah tabel.

Schranz mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna penentuan umur. Demikian pula tulang klavikula, ster-num, tulang iga dan tulang belakang mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur.

Nemeskeri, Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan sutura endokranial, relief permukaan simfisis pubis dan struktur spongiosa humerus proksimal/epifise femur, dan mereka dapat menentukan umur dengan kesalahan sekitar 2,55 tahun.

Perkiraan umur dari gigi dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-12 tahun).

Selain itu dapat juga digunakan metode Gustafson yang memperhatikan atrisi (keausan), penurunan tepi gusi, pembentukan dentin sekunder, semen sekunder, transparansi dentin dan penyempitan/penutupan foramen apikalis.

Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak ahli.

Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa (Jawa): Tinggi Badan = 897 + 1,74 y (femur kanan) Tinggi Badan = 822 + 1,90 y (femur kiri) Tinggi Badan = 879 + 2,12 y (tibia kanan) Tinggi Badan = 847 + 2,22 y (tibia kiri)

Tinggi Badan = 867 + 2,19 y (fibula kanan) Tinggi Badan = 883 + 2,14 y (fibula kiri) Tinggi Badan = 847 + 2,60 y (humerus kanan) Tinggi Badan = 805 + 2,74 y (humerus kiri) Tinggi Badan = 842 + 3,45 y (radius kanan) Tinggi Badan = 862 + 3,40 y (radius kiri) Tinggi Badan = 819 + 3,15 y (ulna kanan) Tinggi Badan = 847 + 3,06 y (ulna kiri)

Catatan : Semua ukuran dalam satuan mm. Rumus Trotter dan Gleser untuk Mongoloid:

1,22 (fem + fib) + 70,24 (+ 3,18 cm) 1,22 (fem + tib) + 70,37 (+ 3,24 cm) 2,40 (fib) + 80,56 (+. 3,24 cm)

2,39 (tib) + 81,45 (+ 3,27 cm) 2,15 (fem) + 72,57 (+ 3,80 cm) 1,68 (hum + ulna) +71,18 (±4,14 cm) 1.67 (hum + rad) + 74,83 (+ 4,16 cm)

2.68 (hum) + 83,19 (+_ 4,25 cm) 3,54 (rad) + 82,00 (+ 4,60 cm) 3,48 (ulna) + 77,45 (+ 4,66 cm)

Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia:

Pria : TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) (+ 4,2961 cm) TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) {± 4,3572 cm) TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) (± 4,6186 cm) Wanita : TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) (± 4,8684 cm) TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) (+ 4,9526 cm) TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (+ 5,0226 cm) Tulang yang diukur dalam keadaaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu diperhatikan.

Rata-rata tinggi laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan wanita. Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-laki-laki-laki:wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang dianjurkan. (Khusus untuk rumus Djaja SA,

panjang tulang yang diguna-kan adalah panjang tulang yang diukur dari luar tubuh, berikut kulit di luarnya).

Ukuran pada tengkorak, tulang dada dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi badan.

Bila tidak ada individu yang dicurigai sebagai korban, maka dapat dilakukan upaya rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan 'menambal' tulang tengkorak tersebut menggunakan data ketebalan jaringan lunak pada pelbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut. TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP) dan EKSHUMASI

Tempat kejadian perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak pernah terjadi suatu tindak pidana, tempat tersebut tetap disebut sebagai TKP. Disini hanya akan dibicarakan TKP yang berhubungan dengan manusia sebagai korban, seperti kasus penganiayaan, pembunuhan dan kasus kematian mendadak (dengan kecurigaan).

Diperlukan atau tidaknya kehadiran dokter di TKP oleh penyidik sa ngat bergantung pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut korbannya, tempat kejadiannya,

kejadiannya atau tersangka pelakunya. Peranan dokter di TKP adalah membantu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik. Pada dasarnya semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun dengan perkem bangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir.

Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan: apa yang terjadi, siapa yang tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana terjadinya dan dengan apa melakukannya, serta kenapa terjadi peristiwa tersebut ?

Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku umum pada penyidikan di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP. Semua benda bukti yang ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah sebelumnya diamankan sesuai prosedur.

Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya dan mendiskusikannya dengan penyidik untuk memper- kirakan terjadinya peristiwa dan merencanakan langkah penyidikan lebih lanjut. Bila korban masih hidup maka tindakan yang utama dan pertama bagi dokter adalah

Bila korban telah mati, tugas dokter adalah menegakkan diagnosis kematian, memperkirakan saat kematian, memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara kematian, menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis.

Bila perlu dokter dapat melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan gambaran riwayat medis korban.

Beberapa tindakan dapat mempersulit penyidikan, seperti memegang setiap benda di TKP tanpa sarung tangan, mengganggu bercak darah, embuat jejak baru, atau memeriksa sambil merokok. Saat kematian diperkirakan pada saat itu dengan memperhatikan prinsip-prinsip perubahan tubuh pasca mati yang dibahas lebih rinci di bab tanatologi.

Cara kematian memang tidak selalu mudah diperkirakan, sehingga dalam hal ini penyidik menganut azas bahwa segala yang diragukan harus dianggap mengarah ke adanya tindak pidana lebih dahulu sebelum nanti dapat dibuktikan ketidak benarannya.

Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan mengenai letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan.

Mayat yang ditemukan dibungkus dengan plastik atau kantung plastik khusus untuk mayat setelah sebelumnya kedua tangannya di bungkus plastik sebatas pergelangan tangan. Pemeriksaan sidik jari oleh penyidik dapat dilakukan sebelumnya.

Bercak darah yang ditemukan di lantai atau di dinding diperiksa dan dinilai apakah berasal dari nadi atau dari vena, jatuh dengan kecepatan (dari tubuh yang bergerak) atau jatuh bebas, kapan saat perlukaannya, dan dihubungkan dengan perkiraan bagaimana terjadi nya peristiwa.

Benda bukti yang ditemukan dapat berupa pakaian, bercak mani, bercak darah, rambut, obat, anak peluru, selongsong peluru, benda yang diduga senjata diamankan dengan

memperlakukannya sesuai prosedur, yaitu di'pegang' dengan hati-hati serta dimasukkan ke dalam kantong plastik, tanpa meninggalkan jejak sidik jari baru.

Benda bukti yang bersifat cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi kering.

Benda bukti yang berupa bercak kering di atas dasar keras harus dikerok dan dimasukkan ke dalam amplop atau kantong plastik, bercak pada kain diambil seluruhnya atau bila bendanya besar digunting dan dimasukkan ke dalam amplop atau kantung plastik. Benda-benda keras diambil seluruhnya dan dimasukkan ke dalam kantung plastik.

Semua benda bukti di atas harus diberi label dengan keterangan tentang jenis benda, lokasi penemuan, saat penemuan dan keterangan lain yang diperlukan.

Mayat dan benda bukti biologis/medis, termasuk obat atau racun, dikirimkan ke Instalasi

Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat untuk pemeriksaan lanjutan. Apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium forensik, benda bukti dapat dikirim ke

Laboratorium Kepolisian atau ke Bagian Kedokteran Forensik.

Benda bukti bukan biologis dapat langsung dikirim ke Laboratorium Krimi nil/Forensik Kepolisian Daerah setempat.

Perlengkapan yang sebaiknya dibawa pada saat pemeriksaan di TKP adalah kamera, film berwarna dan hitam-putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu ultra violet, alat tulis, tempat menyimpan benda bukti berupa amplop atau kantong plastik, pinset, skalpel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer rektal, termometer ruangan, sarung tangan, kapas, kertas saring serta alat tulis (spidol) untuk memberi label pada benda bukti.

Penggalian kubur atau ekshumasi kadang kala perlu dilakukan, karena kecurigaan terhadap kematian seseorang mungkin baru timbul setelah penguburan dilaksanakan, atau memang secara sengaja dilakukan penguburan untuk menghilangkan jejak keja-hatan.

Bila penyidik dalam rangkaian penyidikannya memerlukan bantuan dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenazah yang telah dikubur, maka dokter wajib melaksanakan pemeriksaan tersebut. Namun perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan terhadap mayat yang telah lama dikubur tidak akan memberi hasil sebaik bila mayat diperiksa saat masih segar.

Prosedur penggalian mayat diatur dalam KUHAP, juga memerlukan surat permintaan

pemeriksaan dari penyidik. Di samping itu, masih diperlukan persiapan lain, yaitu koordinasi dengan pihak pemerintah daerah, dalam hal ini dinas pemakaman, untuk memperoleh bantuan penyediaan tenaga para penggali kubur, juga perlu disiapkan kantong plastik besar untuk jenazah serta kantong plastik kecil untuk wadah bahan/sampel pemeriksaan laboratorium.

Penggalian perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menambah kerusakan pada mayat akibat terkena alat penggali. Sedapat mungkin mayat di angkat untuk dibawa ke instalasi

forensik, karena pemeriksaan di tempat seringkali mendapat 'hambatan' berupa banyaknya penduduk setempat yang 'menonton', di samping perlunya sarana meja autopsi dan air yang cukup.

Namun bila hal ini tidak dimungkinkan, karena lokasi pe-"nguburan yang sulit dicapai atau jauh dari instalasi Kedokteran Forensik, maka pemeriksaan jenazah dapat dilakukan di tempat, dengan mengusahakan agar dokter tidak terhambat melakukan pemeriksaan oleh keingintahuan

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 193-200)