• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN MEDIK PADA KASUS KEJAHATAN SEKSUAL

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 144-155)

Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tin-sa< pidana, hendaknya dilakukan dengan teliti dan waspada. Peme-irksa harus yakin akan semua bukti-bukti yang ditemukannya

karena raerceda dengan di klinik ia tidak lagi mempunyai kesempatan untuk ireakukan

pemeriksaan ulang guna memperoleh lebih banyak bukti. Tetapi dalam melaksanakan kewajiban itu dokter jangan sampai ireetakkan kepentingan sikorban di bawah kepentingan pemeriksaan. Terutama bila korban masih anak-anak hendaknya pemerik-saan itu tidak sampai menambah trauma psikis yang sudah •beritanya.

Visum et Repertum yang dihasilkan mungkin menjadi dasar < membebaskan terdakwa dari penuntutan atau sebaliknya menjatuhkan hukuman. Di Indonesia pemeriksaan korban per-set-buhan yang diduga merupakan tindak kejahatan seksual umum-dilakukan oleh dokter ahli Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kan-jan, kecuali di tempat yang tak ada dokter ahli demikian, dokter ilah yang harus melakukan pemeriksaan itu.

Sebagai ahli klinis yang perhatian utamanya tertuju pada ;ntingan pengobatan penderita, memang agak sukar untuk ukan pemeriksaan yang berhubungan dengan kejahatan, knya korban kejahatan seksual dianggap sebagai orang yang mengalami cedera fisik dan/atau mental, sehingga

sebaiknya semeriksaan ditangani oleh dokter di klinik. Penundaan pemeriksaan at memberikan hasil yang kurang memuaskan.

ANG-UNDANG

Agar kesaksian seorang dokter pada perkara pidana mencapai annya yaitu membantu pengadilan dengan sebaik-baiknya, dia s menganal Undang-undang yang bersangkutan dengan tindak a itu, seharusnya ia mengetahui unsur-unsur mana yang dibuk-secara medik atau yang memerlukan pendapat medik.

KUHP pasal 284

(1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: 1a. seorang pria yang telah kawin, yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW {Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.

1 b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.

2a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah tela1* kawin;

2b. seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bah/.a yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaK_ baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengadua-suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diiloi dengan permintaan untuk bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaa-dalam sidang pengadilan belum dimulai. (5) Jika bagi suami-istri itu berlaku pasal 27 BW, pengadua-tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuska-karena perce raian atau sebelum putusan yang menyataka-pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

BW pasal 27

Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehka-mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya

KUHP 285

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasar memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di La-perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan denga-pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi paksaan dengan kekerasan atau denga-ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan apakah persetu-buhan telah terjadi atau tidak, dan apakah terdapat tanda-tancs kekerasan. Tetapi ia tidak dapat menentukan apakah terdapat unsj-paksaan pada tindak pidana ini.

Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak sela. merupakan akibat paksaan,

mungkin juga disebabkan oleh hal-ha lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula , • a dokter tidak menemukan tanda kekerasan, maka hal itu beL-merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dc*-ter tak dapat menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tinca* pidana perkosaan; sehingga ia juga tidak mungkin menentukan apakah perkosaan telah terjadi.

Yang berwenang untuk menentukan hal tersebut adalah hakim, •arena perkosaan adalah

pengertian hukum bukan istilah Medis, sehingga dokter jangan menggunakan istilah perkosaan dalam visum et Repertum.

Dalam bagian kesimpulan Visum et Repertum hanya dituliskan (1) ada tidaknya tanda persetubuhan dan (2) ada tidaknya tanda «rekerasan, serta jenis kekerasan yang menyebabkannya.

KUHP pasal 286

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa perempuan cerada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya ketika terjadi persetubuhan. Dokter harus mencatat dalam anamnesa apakah korban sadar ketika terjadi persetubuhan, adakah penyakit yang diderita kor-can yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau tdak berdaya, misalnya epilepsi, katalepsi, syncope dsb. Jika korban -engatakan ia menjadi pingsan, maka perlu diketahui bagaimana terjadinya keadaan pingsan itu, apakah terjadi setelah korban diberi - numan atau makanan. Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menun--kkan tanda-tanda bekas hilang kesadaran, atau tanda-tanda telah perada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik atau narkotik. Apabila ada petunjuk bahwa alkohol, hipnotik atau narkotik telah dipergunakan, maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.

Jika terbukti bahwa si terdakwa telah sengaja membuat wanita itu pingsan atau tak berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tin-pak pidana perkosaan, karena dengan membuat wanita itu pingsan atau tidak ber daya ia telah melakukan kekerasan.

KUHP pasal 89

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. KUHP pasal 287

(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita itu belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.

Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut Undang-Undang belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu

persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada pe-ngaduan, tidak ada penuntutan. Tetapi keadaan akan berbeda jika:

a. Umur korban belum cukup 12 tahun; atau

b. Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat perbuatan itu (KUHP ps. 291); atau

c. Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya anak tirinya, muridnya, anak yang berada dibawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya (ps 294).

Dalam keadaan di atas, penuntutan dapat dilakukan, walaupun tidak ada pengaduan karena bukan lagi merupakan delik aduan.

Pada pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur korban yang pasti tak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan bentuk badan korban sesua dengan umur yang dikatakannya.

Keadaan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambu: kemaluan perlu dikemukakan. Ditentukan apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah tumbuh (terjadi pada umur kira-kira 12 tahun, sedangkan molar ke-3 akan muncul pada usia 17-21 tahun atau lebih). Juga harus ditanyakan apakah korban sudah pernah mendapat haid bila umur korban tidak diketahui. Kalau korban menyatakan belum pernah haid, maka penentuar ada/tidaknya ovulasi masih diperlukan. Muller menganjurkan aga-dilakukan observasi selama 8 minggu di rumah sakit untuk menentukan adakah selama itu ia mendapat haid. Kini untuk menentukan apakah seorang wanita sudah pernah mengalami ovulasi atau belum, dapat dilakukan pemeriksaan 'vaginal smear'. Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat: padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun dan kalau umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin. Perempuan yang belum pernah haid dianggap sebagai belum patut dikawin.

KUHP pasal 291

(1) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasa 286, 287, 288 dan 290 itu berakibat luka berat, dijatuhka-hukuman penjara se-lama-lamanya 12 tahun.

(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam ps 285, 286, 287, 289 dan 290 itu berakibat matinya orang dijajtuh-kan hukuman penjara se-lama-lamanya 15 tahun. KUHP ps. 294

Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak piaraannya, anak yang dibawah pengawasannya, orang dibawah umur yang diserahkan kepadanya untuk

dipelihara, dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang dibawah umur, dihukum dengan hukuman penjara se-lama-lamanya 7 tahun.

Dengan itu dihukum juga :

1. Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawahnya/orang yang dipercayakan/diserahkan kepadanya untuk dijaga.

2. Pengurus, dokter, guru, pejabat, pengurus atau bujang di penjara, ditempat bekerja kepunyaan negeri, tempat pendidikan, rumah piatu, R.S. gila atau lembaga semua yang melakukan

perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan disitu.

YANG PERLU DIPERHATIKAN SEBELUM PEMERIKSAAN

• Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang.

• Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, jangan diperiksa, suruh korban kembali kepada polisi.

• Setiap Visum et Retertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada waktu permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter.

Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit, atau di tempat praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan beberapa waktu kemudian polisi

mengajukan permintaan dibuatkan Visum et Repertum, maka ia harus menolak, karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban sebelum ada permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP ps. 322). Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban dibawa kembali kepadanya dan Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu tidak diberikan dalam bentuk Visum et Repertum, tetapi dalam bentuk surat keterangan.

Hasil pemeriksaan sebelum diterimanya surat permintaan pemeriksaan dilakukan terhadap pasien dan bukan sebagai corpus dilicti (benda bukti).

Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika korban adalah seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan. Hal ini perlu diketahui walaupun pemeriksaan dilakukan atas permintaan polisi, belum tentu korban

akan menyetujui pemeriksaan itu dan tidak menolaknya. Selain itu bagian yang akan diperiksa merupakan the most private part dari tubuh seorang wanita.

Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa korban. Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin jangan ditunda terlampau lama.

Hindarkan korban dari menunggu dengan perasaan waswas dan cemas di kamar periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus dicatat, jangan tergantung pada ingatan semata.

Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya Visum et Repertum perkara cepat dapat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan dari tahanan, bila ternyata ia tidak bersalah.

Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribad diminta oleh seorang ibu/ayah untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kala-atas diri anaknya baru terjadi persetubuhan.

Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dahulu maksuo pemeriksaan, apakah sekedar ingin mengetahui saja, atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Katakan bahwa pemeriksaar harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan penerangan pada ibu/ayah itu, bahv.a jika umur anaknya sudah 15 tahun, dan jika pesetubuha^ terjadi tidak dengan paksaan maka menurut undang-undang, laki-laki yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan anaknya saja Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk minta nasehat dari seorang pengacara.

Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan pemeriksaan. Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat dalam bentuk surat keterangan, karena kita tidak mengetahui untuk apa surat keterangan itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh seseorang yang tidak bersalah. Dalam keadaan demikian umumnya anak tidak mau diperiksa, sebaliknya orang tua malah mendesaknya. Sebaiknya dokter meminta izin tertulis untuk memeriksa dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tuanya.

Data yang perlu dicantumkan dalam bagian pendahuluan i 'sum et Repertum delik kesusilaan adalah:

Instansi Polisi yang meminta peemeriksaan, nama dan pangkat pc si yang mengantar korban, nama, umur, alamat dan pekerjaan korban seperti tertulis dalam surat permintaan, nama dokter yang -emeriksa, tempat, tanggal dan jam pemeriksaan dilakukan seerta -ana perawat yang menyaksikan pemeriksaan.

Pada umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit rapat dipercaya, sebaliknya anamnesis yang diperoleh dari korban :<dak selalu benar.

Terdorong oleh berbagai maksud atau perasaan, misalnya -aksud untuk memeras, rasa dendam, menyesal atau karena takut pada ayah/ibu, korban mungkin mengemukakan hal-hal yang tidak p<enar.

Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau p temukan oleh dokter sehingga bukan merupakan pemeriksaan .ang obyektif, sehingga seharusnya tidak dimasukkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum dengan judul "keterangan yang diperoleh dari korban". Dalam mengambil anamnesis, dokter meminta pada korban untuk -enceritakan segala sesuatu tentang kejadian yang dialaminya dan seoaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari bagian yang bersifat umum pan khusus.

Anamnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal dan tempat lahir, status perkawinan, siklus haid, untuk anak yang tidak diketahui umurnya, penyakit kelamin dan penyakit sandungan serta adanya penyakit lain: epilepsi, katalepsi, syncope. Cari tahu pula apakah pernah bersetubuh? Persetubuhan yang terakhir? Apakah menggunakan kondom? Hal khusus yang perlu diketahui adalah waktu kejadian; -anggai dan jam. Bila waktu antara kejadian dan pelaporan kepada ..ang berwajib berselang beberapa hari/minggu, dapat

diperkirakan oahwa peristiwa itu bukan peristiwa perkosaan, tetapi persetubuhan «ang pada dasarnya tidak disetujui oleh wanita yang bersangkutan.

Karena berbagai alasan, misalnya perempuan itu merasa tertipu, cemas akan menjadi hamil atau selang beberapa hari baru diketahui oleh ayah/ibu dan karena ketakutan mengaku bahwa ia telah disetubuhi dengan paksa. Jika korban benar telah diperkosa biasanya akan segera melapor. Tetapi saat pelaporan yang terlamba: mungkin juga disebabkan karena korban diancam untuk tidak melapor kepada polisi. Dari data ini dokter dapat mengerti mengapa ia tidak dapat menemukan lagi spermatozoa, atau tanda-tanda lair dari persetubuhan.

Tanyakan pula di mana tempat terjadinya. Sebagai petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal dari tempat kejadian misalnya rumput, tanah dan sebagainya yang mungkin melekat pada pakaian atau tubuh korban. Sebaliknya petugas pun dapat mengetahui di mana harus mencari trace evidence' yang ditinggalkan oleh korban/pelaku.

Perlu diketahui apakah korban melawan. Jika korban melawa-maka pada pakaian mungkin ditemukan robekan, pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan pada ala: kelamin mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dar pemerkosa/penyerang.

Cari tahu apakah korban pingsan. Ada kemungkinan korba-menjadi pingsan karena ketakutan tetapi mungkin juga korba-dibuat pingsan oleh laki-laki pelaku dengan pemberian obat tidur atau obat bius. Dalam hal ini jangan lupa untuk mengambil urin d a' darah untuk pemeriksaan

toksikologik.

Tanyakan apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi, apakah se telah kejadian, korban mencuci, mandi dan mengganti pakaian.

Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti. Pakaia-diteliti helai demi helai, apakah terdapat: Robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian, Kancing terputus akibat tarikan, Bercak darah, air mani, lumpur dsb. yang berasal d a-tempat kejadian. Catat apakah pakaian dalam keadaan rapi atau tidak, benda-benda yang melekat dan pakaian yang mengandung trace evidence dikirim ke laboratorium kriminologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Pemeriksaan tubuh korban meliputi pemeriksaan umur Lukiskan penampilannya (rambut dan wajah), rapi atau kus_-. keadaan emosional, tenang atau sedih/gelisah dsb. Adakah tanca-tanda bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/bius apakah ada needle marks. Bila ada indikasi jangan lupa untuk amoi urin dan darah.

Adakah tanda-tanda bekas kekerasan, memar atau luka lecet -.ada daerah mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang.

Dicatat pula tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, 'efleks cahaya, pupil pinpoint, tinggi dan berat badan, tekanan -arah. keadaan jantung, paru, dan abdomen.

Adakah trace evidence yang melekat pada tubuh korban.

Pemeriksaan bagian khusus (daerah genitalia) meliputi ada idaknya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena a.r mani yang mengering, gunting untuk pemeriksaan

laboratorium. Cari pula bercak air mani di sekitar alat kelamin, kerok dengan sisi tumpul skalpel atau 'swab' dengan kapas lidi yang dibasahi dengan arutan garam fisiologis.

Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti -iperemi, edema, memar dan luka lecet (goresan kuku). Introitus agina apakah hiperemi/edema? Dengan kapas lidi diambil bahan -ntuk pemeriksaan sperma dari vestibulum.

Periksa jenis selaput dara, adakah ruptur atau tidak. Bila ada, tentukan ruptur baru atau lama dan catat lokasi ruptur tersebut, teliti apakah sampai ke insertio atau tidak. Tentukan besar orifisium, sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk atau 2 jari. Sebagai gangnya boleh juga ditentukan ukuran lingkaran orifisium, dengan cara -,ung kelingking atau telunjuk dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa tepi selaput dara menjepit ujung jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu diukur. Ukuran r:ada seorang perawan kira-kira 2,5 cm. Lingkaran yang memungkinkan persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah minimal 9 cm .

Harus diingat bahwa persetubuhan tidak selalu disertai dengan neflorasi. Pada ruptur lama, robekan menjalar sampai ke insertio disertai adanya parut pada jaringan di bawahnya. Ruptur yang tidak sampai ke insertio, bila sudah sembuh tidak dapat dikenal lagi.

Periksa pula apakah frenulum labiorum pudendi dan commisur--a labiorum posterior utuh atau tidak. Periksa vagina dan serviks de--gan spekulum, bila keadaan alat genital mengijinkan. Adakah tanda zenyakit kelamin.

Lakukan pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium. Untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir .agina, lakukan dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. 3ahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum.

Pada anak-anak atau bila selaput dara utuh, pengambilan sahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.

Pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea: dari sekret urether (urut dengan jari) dan dipulas dengan Pewarnaan Gram.

Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-I, III, V dan VII. Jika pada pemeriksaan didapatkan N. gonorrhoea berarti terbukti adanya kontak seksual dengan seseorang penderita, bila pada pria tertuduh juga ditemukan N. gonorrhoea, ini merupakan petunjuk yang cukup kuat. Jika terdapat ulkus, sekret perlu diambil untuk pemeriksaar serologik atau bakteriologik.

Pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan toksikologik terhadap urin dan darah juga dilakukan bila ada indikasi.

Pemeriksaan pria tersangka dapat dilakukan terhadap pakaian, catat adanya bercak semen, darah dsb. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan Darah mempunyai nilai karena kemungkian berasal dari darah deflorasi. Di sini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan Mungkin dapat ditemukan tanda bekas kekerasan: akibat perlawanan oleh korban. Untuk mengetahui apakah seorang pria bar^ melakukan persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis.

Gambar menunjukkan cara pemeriksaan terhadap pria tersangka, dengan Jalan menekankan gelas objek ke glans penis, lalu preparat 'diwarnai' dengan meletakkannya terbalik di atas larutan lugol

Pemeriksaan terhadap sel epitel vagina pada glans penis dapa: dilakukan dengan menekankan kaca obyek pada glans penis daerah korona atau frenulum, kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang berisi larutan lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisa-pada kaca obyek tersebut. Sitoplasma sel epitel vagina akan berwa'-na coklat tua karena mengandung glikogen. Warna coklat tadi cepa: hilang namun dengan meletakkan kembali sediaan di atas caira-lugol maka

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 144-155)