• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN LABORATORJUM

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 134-144)

Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin (jika tidak aca dapat diambil ginjal), cairan empedu dan jaringan sekitar suntikan.

Isi lambung diambil jika ia menggunakan narkotika per-cra demikian pula hapusan mukosa hidung pada cara sniffing. Semp-t bekas pakai dan sisa obat yang ditemukan harus pula dikirim ke laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narko: *a mini- mal adalah Kromatografi lapis tipis (TLC). Cara pemeriksaa-lain adalah menggunakan teknik GLC (Kromatografi gas) dan Pw* (Radio immuno-assay).

Pada pemakaian cara oral, morfin akan cepat dikonjugasi oler asam glukoronat dalam sel mukosa usus dan hati sehingga barar sebaiknya dihidrolisis terlebih dahulu.

Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau buka-dapat diketahui melalui:

Uji Nalorfin: Pemberian nalorfin pada pecandu morfin akar mem- perlihatkan midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi bia midriasis tidak terjadi, maka belum tentu ia bukan pecandu. Caranya Ukur diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaa-ini di dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemaksaan dilakukan lagi 30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin s_c-kutan.

Analisa urin dapat dikerjakan tersendiri atau bersama-sara dengan uji nalorfin bila masih meragukan hasil uji nalorfin. Analsi urin ini sekurang-kurangnya dikerjakan dengan Kromatografi Laps Tipis (TLC).

Gejala putus obat (withdrawal symptom/sindrom abstinensi) ter-aci bila pemakaian narkotika dihentikan secara mendadak. Gejala isfsebut dapat berupa menggigil, mual, kehilangan nafsu makan, «a elahan, insom- nia, hiper hidrosis, lakrimasi, kedutan otot, muntah, rare dan dilatasi pupil. Pada bayi dapat juga terjadi kejang-kejang.

Dari ketiga cara tersebut di atas, yang paling baik dan yang saiing sering dipakai adalah analisa urin.

Terhadap barang-barang bukti seperti bubuk yang diduga -engandung morfin, heroin atau

narkotika lainnya, dapat dilakukan re-bagai pengujian. Pengujian tersebut hanya dapat dilakukan ter--adap benda bukti yang masih berupa preparat murni atau pada -ampat suntikan bila ternyata di tempat tersebut masih terkumpul -a-kotika yang belum diserap dan tidak dapat dilakukan terhadap rahan biologis seperti urin, darah, cairan empedu dan lain-lain.

Uji Marquis: Kepekaan uji ini adalah sebesar 1-0,025 mik--cgram. Reagen dapat di buat dari 3 ml asam sulfat pekat ditambah 2 ■atas formaldehida 40%. Pada umumnya semua narkotika akan

-emberikan reaksi warna ungu. (Morfin, heroin dan codein + Mar--jois menjadi ungu. Pethidine + Marquis menjadi Jingga.)

Untuk heroin, dapat dilakukan pengujian yang lebih khas: 10 setes campuran asam nitrit pekat dan 85% asam fosfor yang memiliki perbandingan 12:38 diletakkan dalam tabung centrifuge ukuran 5 ml, «emudian ditambahkan 3,25 ml kloroform dan diputar selama 30

detik.

Perhatikan lapisan warna di dasar tabung yang timbul setelah 10 menit: hijau muda: negatif, kuning muda : 10 ug. kuning coklat: 1 -g. merah coklat gelap: 10 mg.

Uji mikrokristal: Uji ini lebih sensitif dan lebih khas jika dibandingkan dengan reaksi warna Marquis. Caranya: 1 tetes larutan -arkotika ditambah kan reagen dan dengan mikroskop dilihat kristal aca yang terbentuk.

Hanging microdrop technique merupakkan modifikasi untuk -arkotika dengan pembentukan kristal agak lama.

Contoh: Morfin + reagen kalium kadmium yodida (1g kad-mum yodida+2g kalium yodida): kristal berbentuk jarum. Kepekaan uji: 0,01 ug.

Morfin + kalium triyodida: kristal berbentuk piring. Kepekaan uji: 0,1 mikrogram. Heroin + merkuri klorida : kristal berbentuk dendrit. Kepekaan uji: 0,1 mikrogram. Heroin + platinum klorida : kristal berbentuk roset. Kepekaan -j: 0,25 mikrogram.

Pethidine + asam pikrat pekat: kristal berbentuk roset berbulu. Kepekaan uji: 0,1 mikrogram. BARBITURAT

Barbiturat sering digunakan sebagai sedatif, hipnotik, antikon-vulsan, anestetik atau dikombinasi dengan derivat pirazolon, salisilat dan para- aminofenol untuk memperoleh potensiasi efek analgetik Pemakaian yang luas, popularitas obat ini di mata masyarakat dar kemudahan mendapat- kannya dengan resep maupun tidak menyebabkan jumlah keracunan barbiturat tiap tahun meningkat.

Di Jakarta keracunan barbiturat sejak tahun 1973 menduduki tempat teratas dari seluruh kasus keracunan yang diperiksa oleh bagian Farmakologi FKUI, dengan frekuensi terbanyak adalah ke-racunan luminal. Walaupun jumlah kasusnya banyak, tetapi yang diperiksa di Bagian Kedokteran Forensik hanya sedikit, disebabkar oleh karena sebagian besar tidak meninggal.

Di Inggris, Mattow dan Lawson selama 2 tahun mengobati 776 penderita keracunan barbiturat dengan terapi suportif menghasilkar 94,9% sembuh dengan baik dan angka kematian 0,8%.

Biasanya keracunan terjadi karena bunuh diri, dapat pula terjadi karena pembunuhan dan kadang-kadang juga terjadi karena automatisme. Automatisme adalah meminum obat barbiturat dalarr takaran hipnotik sehingga menjadi lupa bahwa ia telah minum obat Bila terjadi berulang- ulang maka takaran toksik akan tercapai.

Kadang-kadang terjadi akibat kecelakaan terutama pada anak-anak atau suntikan intravena pada anestesi. Bila barbiturat diminum bersama dengan alkohol maka efek toksik barbiturat diperberat akibat sinergisme efek depresi pada SSP.

PENGGOLONGAN.

Berdasarkan masa kerjanya barbiturat digolongkan ke dalam:

Barbiturat kerja lama, dengan masa kerja 6 jam atau let -misalnya sodium barbital (veronal), fenobarbital (luminal), asam-diai: -barbiturat (dial), dll.

Barbiturat kerja sedang, masa kerja 3-6 jam, misalnya sodium-pentobarbital (nembutal), Buto-barbital (soneryl), amilo-barb -tal (amytal), dan lain lain.

Barbiturat kerja singkat, masa kerja 3 jam, misalnya sikloba-bital (phanodorm), heksabarbital, sekobarbital (seconal).

Barbiturat kerja sangat singkat, dipakai pada anestesi secara intra- vena, misalnya tiopental, metoheksital, tiamilal dan lain lain.

FARMAKOKINETIK

Absorpsi barbiturat terjadi dengan mudah dari tempat pemberian, tersebar hampir keseluruh jaringan dan cairan badan, dapa-melewati sawar uri dan keluar melalui air susu ibu. Agak suka-melewati sawar da- rah-otak sehingga mula kerja barbiturat lamba-walaupun diberikan secara intravena, kecuali tiobarbiturat.

Garam Na dari golongan barbiturat kerja sedang dan kerja sngkat mempunyai sifat alkali kuat sehingga cepat diabsorpsi tetapi -enimbulkan iritasi lambung.

Pada penyelidikan bayi-bayi yang baru dilahirkan oleh wanita penderita epilepsi yang diobati dengan barbiturat, maka dalam serum tali pusat terdapat kadar barbiturat 95% dari kadar dalam serum ibu, sehingga pertumbuhan kepala dan otak terhambat.

Fenobarbital meninggikan aktifitas ensim-ensim mikrosom da-am hati, sehingga bayi yang lahir dari ibu yang diberi fenobarbital peda waktu hamil jarang menderita ikterus neonatorum.

Barbiturat kerja singkat diabsorpsi dengan cepat dalam waktu p- 20 menit karena mudah larut, cepat didistribusi dan diekskresi -elalui urin secara bertingkat. Barbiturat kerja lama diabsorpsi

lebih anbat (45-60 menit) dan sebagian diekskresi melalui urin dalam pentuk tak berubah. Takar lajak (over dosage) menimbulkan koma .ang berlang-sung beberapa hari sampai meninggal atau sembuh «embali setelah pengobatan.

Proses inaktivasi barbiturat dalam badan terjadi melalui pen-pran curan dalam jaringan terutama dalam hati, ekskresi melalui gin-a dan kombinasi keduanya. Barbiturat kerja lama sebagian besar :oak dimetabolisme sehingga akan dikeluarkan melalui urin dalam pentuk tak berubah (65-80%). Barbiturat kerja singkat hampir sa uruhnya dimetabolisme, sehingga dalam urin terdapat dalam jum-an sangat sedikit dan dapat diabaikan.

Ekskresi terjadi sangat lambat. 75% barbiturat dan metabo-ronya (golongan kerja lama) diekskresi melalui urin dalam waktu 48 am dan dapat ditentukan adanya dalam urin segera setelah 1 jam pemberian. Dalam tubuh barbiturat akan diubah menjadi alkohol poler, keton, fenol, karboksilat.

Golongan barbiturat kerja sangat singkat cepat menghilang dari darah, bukan karena cepat dimetabolisme, melainkan cepat -asuk ke dalam jaringan lemak. Sehingga pada kematian akibat bar-: :jrat golongan ini perlu diambil jaringan lemak guna pemeriksaan •:<sikologik.

-ARMAKODINAMIK

Barbiturat mempunyai khasiat utama depresi pada susunan saraf pusat. Efek depresi terkuat terjadi terhadap korteks serebri, .aerah hipotalamus dan diensefalon. Semua tingkat depresi dapat : capai, dari sedasi hingga koma dan dapat berakhir dengan

*ematian.

Kecepatan kerja barbiturat tergantung dari cara pemakaian oral, i.m, i.v, atau supositoria), lama kerja aktif barbiturat, dan faktor a n seperti lama absorpsi, destruksi dalam jaringan, jumlah yang -asuk dan jumlah yang diekskresi.

TANDA DAN GEJALA KERACUNAN

Goodman & Gillman menyatakan bahwa keracunan barbiturat terjadi bila jumlah yang masuk lebih dari 10 kali takaran hipnotik, tapi ada juga yang mengatakan 15-20 kali takaran hipnotik. Gejala berbahaya timbul bila diminum peroral 5 gram barbital, atau 1 gram luminal atau amytal, atau 0,5 gram nembutal atau seconal. Takaran mematikan barbiturat bervariasi, tergantung dari bermacam faktor dan tak dapat ditentukan dengan pasti. Takaran terkecil yang dapat

Biasanya takaran mematikan untuk orang dewasa 50-70 grain. tetapi dapat pula dengan takaran 125, 200 atau 300 grain.

Gejala-gejala keracunan akut adalah: Ataksia, vertigo, pembicaraan kacau, nyeri kepala, parestesi, halusinasi, disdiadoko-kinesis, gelisah dan delirium, stupor yang progresif dan kemudian terjadi koma yang dalam, disertai dengan hilangnya refleks dangka dan dalam, serta dapat timbul refleks patologik (Babinsky).

Kemerahan pada kulit, bila koma berlangsung lama (lebih dar satu hari) dapat terjadi

vesikel/bula dengan dasar eritem pada bahu bokong, punggung tangan dan pada daerah yang tidak tertekan Bula terjadi karena nekrosis kelenjar keringat akibat hamba tan alira-darah di daerah tersebut. Bula ini khas pada keracunan barbiturat.

Pernafasan menjadi lambat dan dangkal, kadang-kadang pe--nafasan Cheyne Stokes, karena depresi pada pusat pernafasan da-dapat terjadi asidosis respirasi dan hipoksia.

Tekanan darah turun disebabkan depresi pusat vasomotc sebagian karena hipoksia, sebagian lagi karena reaksi obat langsung pada miokardium dan ganglion simpatis pada otot-otot polos

pembuluh darah. Penderita dapat mengalami syok (typical shom syndrome), dengan gejala- gejala nadi cepat dan lemah, kulit ding -berkeringat dan hematokrit meningkat.

Jumlah urin sangat sedikit karena efek depresi obat pada dier-sefalon dan tekanan darah yang turun, menimbulkan gagal ginjal.

Pupil mengecil dan tidak bereaksi terhadap cahaya, tetaz> pada keracunan yang telah lama dapat melebar, karena adan.a kelumpuhan otot mata oleh hipoksia. Bila depresi tidak berat, ptai normal atau agak melebar dan masih bereaksi terhadap cahaya.

Suhu badan seringkali turun. Bila terjadi demam mungkin dapat komplikasi bronkopnemoni. Kadang-kadang keracunan barbiturat atau komplikasi timeu karena idiosinkrasi yang mungkin bersifat alamiah atau didapat.

Reaksi alergi terjadi akibat hipersensitivitas yang didapat j-»,mnya berupa asma, urtikaria, edema angionerotik, dermatitis, *e-r,am, delirium, nekrosis hepar.

Sedangkan idiosinkrasi alamiah umumnya tampak sebagai s_atu reaksi eksitasi, hangover dan sebagai gejala rasa nyeri neural-p mialgi atau artralgi.

Gejala-gejala keracunan kronik (adiksi) adalah: Kelainan <iatrik berupa depresi melankolik, regresi psikik, wajah kusut, er-osi tidak stabil.

Kelainan neurologik berupa ataksi, pembicaraan kacau, «eemahan intelektual, diplopia, kelemahan otot-otot rangka.

Kelainan dermatologik berupa urtikaria, makulopapula, eritem, can lain lain.

Adiksi barbiturat menduduki urutan ketiga yang dirawat di -jnah sakit Pusat Ketergantungan Obat, setelah adiksi morfin dan akohol. Adiksi barbiturat kronik sering berkaitan dengan alkoholisme

kronik.

Bila penderita pecandu barbiturat meminum barbiturat 0,5 gram atau lebih perhari dan pemberian dihentikan tiba-tiba, maka akan tim-dl gejala-gejala abstinensi (putus obat) dalam waktu 12-16 jam. 24-3t ,am kemudian timbul rasa takut dan rasa lemah, dansegera diikuti jangan gejala-gejala kedutan, tremor, refleks hiperaktif, insomnia, real, kejang perut dan muntah- muntah, kenaikan tekanan darah dan Te<uensi nafas.

Hemokonsentrasi, dehidrasi, berat badan turun, hipoglikemi r-an kenaikan NPN darah. Pada hari kedua atau antara 16 jam sam-za hari ke 4, dapat timbul kejang tipe grandmal dan kehilangan «esadaran selama beberapa menit atau delirium dan halusinasi. Se,ala-gejala ini dapat hilang dengan sendirinya tanpa diobati, «ecuali pada penderita berusia lanjut dan sedang sakit mungkin ter-a- kematian.

=ENGOBATAN

Pada keracunan akut pengobatan standar adalah suportif/ «enser- vatif. Yang penting adalah memberikan pernafasan adekuat, sxkulasi darah yang normal, mempertahankan suhu tubuh dan menegah pnemoni.

Bila keracunan tidak berat, pernafasan dan tekanan darah baik, -ef.eks telan dan batuk masih baik, reaksi terhadap rasa baik, maka renderita dibiarkan tertidur setelah bilas lambung. Bilas lambung, dilakukan bila obat diminum dalam waktu «-rang dari 5 jam, yaitu dengan air yang dicampur dengan karbon aktif atau asam tanat, kemudian diberi katartik Na2S04. Jalan nafas harus bebas, karena terjadi depresi pada refleks batuk, maka lendir harus dihisap secara berkala. Beri oksigen, b a perlu berikan pernafasan buatan.

Atasi syok dengan norepinefrin (noradrenalin 2 mg dalam 2 c: dilarutkan dalam 50 cc glukosa 5% dalam salin dengan infus. E a perlu berikan kortison atau plasma.

Perbaiki diuresis dengan diuretik paksa. Pemberian caira-diuretik dan alkalinisasi urin akan mempercepat ekskresi, terutaw barbiturat golongan kerja lama.

Analeptik sebaiknya diberikan bila terjadi depresi pernafas; dan kardiovaskular yang hebat. Pemberian dihentikan bila telah timbul kembali refleks-refleks normal.

Bila terjadi takar lajak akan timbul konvulsi, aritmia jantung, dar fibrilasi ventrikel. Dapat diberikan 10-20 mg amfetamin sulfat atau 51 mg bemigrid pada tingkat depresi yang lebih ringan.

Antibiotika diberikan bila dalam 48 jam kesadaran belum pulih

Hemodialisis, dialisis peritoneal dapat mengeluarkan barbrL-at dengan cepat terutama pada gagal ginjal dan gagal jantung, paca barbiturat golongan kerja lama ekskresinya menjadi 10-45 kali lebc cepat.

Pada keracunan kronik, Dengan menghentikan/mengura-p obat sedikit demi sedikit, sebaiknya dirawat di rumah sakit/pusac ketergan- tungan obat. Setelah puasa dua hari, penderita diberi 3C gram fenobarbital sebagai pengganti setiap 100 mg sekobaro-tal/pentobarbital yang dipakai oleh pecandu. Fenobarbital terseb_r dibagi dalam 4 kali pemberian sehari dan dikurangi secara bertingkat tergantung dari gejala putus obatnya.

SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN

Kematian dapat terjadi melalui mekanisme Depresi pusat pernafasan yang menimbulkan henti nafas, Komplikasi berupa ate tasis, pnemoni hipostatik, pneumoni aspirasi dan edema paru yang berat, terjadi terutama pada permulaan keracunan golongan kerja sangat singkat.

Pernafasan dapat tersumbat oleh muntahan, sekresi lend«. spasme laring dan relaksasi lidah. Dapat pula terjadi syok pada suntikan intravena atau akibat :ep jadinya gagal ginjal.

PEMERIKSAAN FORENSIK

Diagnosis keracunan barbiturat dapat sukar ditegakkan, orang de- ngan mental tidak stabil dan bersifat destruktif mudah seKal menggunakan obat-obat depresi SSP.

Bunuh diri sering diikuti dengan meminum alkohol jumlah banyak, sehingga bau alkohol pada pernafasan akan mengacaukan

tfagnosis.

Pada penderita yang segera meninggal atau yang ditemukan setelah meninggal, pemeriksaan pada tempat kejadian perlu i - ~Kan. Ditemukannya botol obat yang kosong, sisa-sisa tablet/ «aosul pada tempat kejadian, sisa-sisa tablet/kapsul dengan warna «ras dalam mulut atau dalam lambung akan sangat membantu

diag-Diagnosis banding tergantung dari hasil pemeriksaan taksi--ologik jenis zat yang terdapat dalam tubuh korban. Untuk ini diperlukan tersedianya pemeriksaan kromatografi yang dengan eepat dapat menentukan jenis dan jumlah obat depresi SSP dalam

tubuh.

Pada barbiturat tak terjadi deposit masif dalam organ tertentu, -eskipun dalam hati kadarnya lebih banyak dari darah.

Interpretasi kadar barbiturat. Kadar dalam serum kurang lebih sa~ ma dengan kadar dalam darah. Kadar dalam hati 4 kali lebih irggi diban- dingkan dengan kadar dalam darah. Bila kadar lebih zari 4 kali berarti penelanan dalam waktu kurang dari 5 jam sebelum i'-ang tersebut mati.

Kadar barbiturat dalam darah pada saat mulai koma: golongan kerja singkat 0.8mg/100 ml darah, golongan kerja sedang 2-3 mg/100 ml darah, golongan kerja lama 5-8 mg/100 ml darah.

Kesadaran setelah takar lajak dapat diperkiralan dengan cara : Lama koma = 1/2 x (kadar ditemukan ~ kadar koma) x 24 jam

Sebab pada takaran toksik, kadar barbiturat dalam darah turun 2 mg/100 ml darah dalam waktu 24 jam. Keadaan ini bila tidak ter-papat komplikasi pernafasan maupun infeksi.

Pada autopsi, diagnosis kematian akibat keracunan barbiturat akut kadang-kadang tidak dapat ditentukan, oleh karena tertutupi p<eh sebab kematian yang lain seperti perdarahan subaraknoid soontan, ruptur aneurisma aorta. Bila ditemukan kadar barbiturat dalam darah dengan jumlah banyak, maka diagnosis kematian «eracunan barbiturat baru dapat ditegakkan.

Bila sebab kematian lain selain bronkopnemoni tidak ditemu-«an, dan pada pemeriksaan toksikologik tidak ditemukan barbiturat, -aka diagnosis kematian akibat keracunan barbiturat masih dapat z tegakkan bila didukung oleh observasi selama penderita dirawat.

Gambaran pasca-mati pada keracunan barbiturat biasanya :dak khas.

Pada pemeriksaan luar hanya tampak gambaran asfiksia berupa sianosis, keluarnya busa halus dari mulut, tardieau spc: dapat ditemukan vesikel atau bula pada kulit daerah yang tidak Mi tekan.

Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna dan seluru'-organ dalam menunjukkan tanda-tanda perbendungan. Esofagus menebal, berwarna merah coklat gelap dan kongestif.

Penemuan lain yang dapat membantu ialah adanya perubaha-warna dari mukosa esofagus dan lambung dengan lendir yang be--warna merah muda pada keracunan seconal, kuning pada

nembuta hijau kebiruan pada amytal. Dapat juga ditemukan sisa-sisa tab a-dan kapsul dalam lambung.

Karena barbiturat ada yang bersifat iritatif (garam Na dar golongan kerja singkat dan sangat singkat), mukosa lambung dapa: menunjukkan tanda-tanda korosif dengan atau tanpa perdarahan.

Paru-paru dapat menunjukkan tanda-tanda edema paru da-kongesti hebat, daerah basal paru dapat mengalami deaeras. progresif yang menimbulkan atelektasis. Pada pleura dapat ditemukan bercak perdarahan. Dalam saluran nafas terdapat caira-yang berbusa bercampur sedikit darah. Bila penderita tidak sege-= meninggal dapat/sering ditemukan tanda-tanda bronkopnemoni. Otak menunjukkan tanda-tanda perbendungan, selain itu terdapat lesi di korteks dan basal ganglia otak berupa infiltrasi sel-se bulat perivaskular, degenerasi neuron terutama di talamus dan putamen, small ring hemorrhages, nekrosis globus palidus ya-; simetris dan bilateral. Pemeriksaan mikroskopik hepar dan ginjal dapat memperlihatka-tanda degenerasi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Untuk pemeriksaan toksikologik, bahan yang harus dikira ialah isi lambung, darah hati atau perifer, urin, ginjal, hati, sebag.a-otak dan lemak pada kasus keracunan barbiturat golongan kena sangat singkat.

Untuk menentukan barbiturat dalam organ tubuh per^ dilakukan ekstraksi lebih dahulu. Ada 5 macam metode ekstrars (Moghrabi & Curry), dan yang memberikan hasil terbaik iaJar ekstraksi langsung dengan kloroform. Bila kadar dalam darah sangar rendah maka metode yang dipakai adalah metode asam tungstat.

Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal veronal murni mencair pada suhu 191 derajat C. Uji kristal, dilakukan terhadap sisa obat yang ditemukan dalam isi lambu-g Masing-masing barbiturat mempunyai kristal yang khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi (reaksi warna kobalt) denga-modifikasinya.

Metoda Kopanyi dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam sebuah corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan HCI sampai bersifat asam. Tampahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa menit.

Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air -buang, barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam zeaker glass dan uapkan sampai kering di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform untuk melarutkan sisa barbiturat

.ang mengering.

Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain scot plate. Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1% dalam metil-alkohol psolut) dan 2 tetes isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut). Barbiturat akan memberi warna merah muda sampai ungu.

Pemeriksaan semikuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan -angan kromatografi lapis tipis (Thin Layer Chromatography), • tmatografi gas cair (Gas Liquid Chromatography), spektrofotometri _tra-violet dan spektrofotofluorimetri

Pemeriksaan kromatografi lapis tipis untuk penentuan bar-cvturat memerlukan reagen sebagai berikut:

Larutan difenilkarbazon: 0,2 g% dalam etanol 96% Larutan Hg (N03)2: 0,02 g% dalam 0,04 N HNO3. Larutan KMNO4: 0,05 g% dalam akuades.

Solven untuk kromatografi terdiri dari kloroform, butanol dan amonia 25% dengan perbandingan 1 4 : 8 : 1. Diperlukan pula larutan pembanding barbiturat.

Identifikasi barbiturat dengan TLC: Lapisan silika gel dike-lingkan dan ditambahkan larutan difenilkarbazon, dengan larutan -^N03)2- Barbiturat akan terlihat sebagai bercak kuning kemerahan p atas latar belakang ungu. Semua jenis barbiturat memperlihatkan

-aaksi ini.

Khusus untuk barbiturat tidak jenuh seperti seconal, aprobarbi-2. silikagel disemprot dengan larutan KMNO4. Hasil positif bila ter-irat bercak kuning muda berlatarbelakang ungu.

Dengan membandingkan jarak migrasi berbiturat dalam ekstrak se-um dengan jarak migrasi barbiturat dalam larutan pembanding papatlah diketahui jenis barbiturat dalam serum.

Konsentrasi barbiturat dalam otak, hati dan ginjal menunjukkan umlah yang besar sedangkan dalam otot dan tulang-tulang sedikit. <pn- sentrasi barbiturat yang terbesar terdapat dalam otak dan hati .ari g bervariasi antara 2,5-8 mg/100 g jaringan.

Dalam keadaan mayat yang membusuk lanjut, barbiturat masir tetap dapat ditentukan (lebih kurang 25% dari konsentrasi semula sehingga dalam melakukan penarikan kesimpulan, hal ini perlu diperhitungkan.

Dalam dokumen Buku Ilmu Kedokteran Forensik (Halaman 134-144)