• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 KARAKTERISASI DAN SELEKSI GENOTIPE TOMAT UNTUK KETAHANAN TERHADAP PECAH BUAH

4.2.2 Bahan Tanaman

Materi yang digunakan adalah 30 genotipe tomat koleksi Tim Pemuliaan Tomat Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen AGH IPB (Tabel Lampiran 1). Genotipe tersebut berasal dari landrace di beberapa lokasi di Indonesia dan koleksi IPB. 4.2.3 Metode Penelitian

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu genotipe tomat yang terdiri atas 30 genotipe dengan tiga ulangan, sehingga terdapat 90 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman dan hanya 10 tanaman yang dijadikan tanaman contoh. Model linier dalam analisis ragam adalah sebagai berikut : Yij = µ+ αi + βj + ɛij

Keterangan:

Yij = nilai fenotipe pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh genotipe ke- i(1, 2, 3, …, 28) βj = pengaruh kelompok ke- j (1, 2, 3)

ɛij = pengaruh galat percobaan genotipe tomat ke-i kelompok ke-j 4.2.4 Pelaksanaan Percobaan

Pelaksanaan kegiatan diawali dengan melakukan penyemaian. Benih disemai sebanyak dua butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi hari. Pemupukan dilakukan satu kali dalam satu minggu setelah bibit berumur dua minggu setelah semai dengan menggunakan pupuk NPK (16:16:16) dengan konsentrasi 10 g l-1 air yang diaplikasikan dengan cara mengocorkan pada pangkal bibit. Upaya pemeliharaan terhadap serangan organisme penganggu tanaman dilakukan jika terlihat gejala serangan pada persemaian dengan penyemprotan pestisida.

Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilakukan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Penanaman dilakukan setelah bibit tomat berumur 30 hari setelah semai. Petak bedengan dibuat dengan ukuran 5 m  1 m untuk setiap satuan percobaan dengan jarak antar bedengan 50 cm. Selanjutnya setiap bedengan diberi pupuk kandang sebanyak 20 kg dan kapur 0.5 kg. Setelah pemberian kapur dan pupuk kandang selama dua minggu, bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak (MPHP) dan dibuat lubang menggunakan cemplong dengan jarak 50 cm x 50 cm. Penanaman dilakukan pada sore hari dengan satu tanaman per lubang tanam. Penyulaman bibit dilakukan satu minggu setelah tanam.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, pemupukan, pemberian pestisida, dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari jika tidak terjadi hujan sebanyak 20 l bedengan-1 atau sampai keadaan tanah menjadi lembab. Pemupukan dilakukan setiap satu minggu sekali setelah tanaman berumur satu minggu setelah tanam (1 MST) dengan menggunakan pupuk NPK (16:16:16) dengan konsentrasi 10 g l-1 sebanyak 250 ml tanaman-1. Penyemprotan pestisida akan dilakukan dua minggu sekali dengan menggunakan fungisida berbahan aktif Mancozeb 80 % atau Propinep 70 % dengan konsentrasi dua g l-1, insektisida berbahan aktif Profenofos 500 g l-1 dengan konsentrasi dua ml l-1 dan akarisida berbahan aktif Dikofol dengan konsentrasi dua ml l-1. Pengendalian gulma akan dilakukan secara manual.

4.2.5 Pengamatan

Karakter yang diamati pada percobaan ini adalah: 1 Persentase buah pecah

Penghitungan persentae buah pecah dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Persentase buah pecah =Jumlah buah yang mengalami pecah buah total buah yang terbentuk x %

2 Persentase bobot buah pecah per tanaman

Buah yang pecah dan tidak pecah dipisahkan kemudian masing-masing ditimbang. Persentase bobot buah dihitung dengan rumus :

ℎ ℎ � % = ℎ ℎ

ℎ %

3 Indeks Pecah Buah (IPB)

Penghitungan nilai indeks pecah buah mengikuti metode (Qi et al. 2015) sebagai berikut :

Indeks Pecah Buah = −∑ n x Score Maksimum x ∑ ni x Score %

Keterangan :

ni = jumlah buah dalam Score ke i (i = 0, 1, 2, 3, 4; Score maksimum = 4). Nilai score ditentukan berdasarkan metode ‘Crack Resistence Score’ (Calbo 1990; Johnson dan Knavel 1990; Susila 1995; Wahyuni et al. 2014; Qi et al. 2015) yang dimodifikasi yaitu 0: tidak pecah buah, 1: sedikit pecah buah (<25%), 2: pecah buah sedang (25% - 50%), 3: pecah buah agak berat (50 % - 70%), 4: pecah buat berat (>75%) dengan ilustrasi skoring pecah buah pada Gambar 4.1. Nilai IPB tersebut selanjutnya digunakan untuk mengelompokkan tingkat ketahanan genotype terhadap pecah buah yang telah dimodifikasi dengan kriteria: sangat tahan (ST) jika IPB 100%; tahan (T) jika 95%<IPB≤100%; agak tahan (AT) jika 90%<IPB≤95%; agak rentan (AR) jika 80%<IPB≤90%; rentan (R) jika 60%<IPB≤80%; sangat rentan jika IPB <40% (Susila 1995; Wahyuni et al. 2014).

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4 Gambar 4.1 Ilustrai scoring pecah buah, (A) tipe konsentrik, (B) tipe radial 4 Kandungan kalsium dianalisis menggunakan Metode AAS.

5 Tinggi tanaman (cm), diamati pada umur 6 MST yang diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tertinggi.

6 Diamater batang (mm), diamati pada umur 6 MST yang diukur pada batang utama pada 5 cm dari permukaan tanah.

7 Panjang daun (cm), diamati pada umur 6 MST pada daun yang berada pada 1/3 bagian tanaman, diukur dari pangkal daun hingga ujung daun.

8 Lebar daun (cm), diamati pada umur 6 MST pada daun yang berada pada 1/3 bagian tanaman, diukur pada bagian daun terlebar.

9 Umur berbunga (hst), dihitung setelah 50 % populasi tanaman pada bedengan sudah mencapai hari berbunga, yaitu apabila bunga ketiga pada tandan kedua mekar sempurna.

10 Umur panen (hst), dihitung setelah 50 % populasi tanaman pada bedengan sudah mencapai hari panen, yaitu jika ada satu buah yang sudah berwarna kuning.

11 Panjang buah (cm), diukur dari pangkal hingga ujung buah pada bagian tengah buah yang sama yang dipanen antara panen kedua hingga keempat pada 10 buah setiap bedengan.

12 Diameter buah (cm),diukur pada bagian tengah buah yang sama yang dipanen antara panen kedua hingga keempat pada 10 buah setiap bedengan.

13 Ukuran buah (mm), diukur dengan rumus menurut Purwati 2008, yaitu :

Ukuran buah = � ℎ+ ℎ

14 Tebal daging buah (mm), diukur dengan merata-ratakan bagian terlebar dan tersempit pada buah yang dibelah secara melintang terhadap 10 buah yang dipanen antara panen kedua hingga keempat setiap bedengan.

15 Jumlah rongga buah (lokul), diukur pada 10 buah yang dipanen pada panen kedua hingga keempat dengan merata-ratakan jumlah lokul yang terbentuk dari setiap buah yang diamati.

16 Kadar Air (%), diukur dengan mengeringkan buah pada suhu 100oC menggunakan oven selama 2 x 24 jam. Buah tomat dipotong menjadi beberapa bagian dan dimasukkan ke dalam amplop kertas dan ditimbang sebagai berat basah. Setelah dioven, buah tomat kembali ditimbang bersama amplop sebagai berat kering. Kadar air diitung dengan rumus :

� � �� % = ℎ− � � %

17 Total padatan terlarut (obrix), diukur dengan menggunakan handrefraktometer

18 Jumlah buah per tanaman (buah), dihitung setiap kali panen dengan merata- ratakan jumlah buah yang dipanen pada setiap tanaman.

19 Bobot per buah (g), dihitung dengan menimbang buah satu persatu kemudian dirata- ratakan.

20 Bobot buah per tanaman (g), dihitung setiap kali panen dengan merata-ratakan bobot buah yang dipanen setiap tanaman.

4.2.6 Analisis Data

Untuk memperoleh genotipe tomat tahan terhadap pecah buah, data yang diperoleh dianalisis dengan anova menggunakan fasilitas SASV9. Jika uji F nyata dilakukan uji lanjut DMRT taraf 5%. Selanjutnya dilakukan pendugaan nilai heritabilias dalam arti luas (H2bs), serta keeratan hubungan antar karakter menggunakan korelasi fenotipe, korelasi genotipe dan analisis lintasan (Path analysis). Metode analisis ini mengikuti metode yang digunakan pada percobaan 1.

4.3 Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis untuk karakter persentase jumlah buah pecah dan bobot buah pecah per tanaman pada Tabel 4. 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ketahanan terhadap pecah buah pada 30 genotipe yang diuji. Genotipe dengan persentase jumlah buah pecah per tanaman terendah adalah genotipe IPBT4, IPBT56, IPBT60, IPBT64, IPBT83 dan IPBT85 tetapi tidak berbeda dengan IPBT6, IPBT23, IPBT56, IPBT57, IPBT59, IPBT63, IPBT78, IPBT80, IPBT82 dan IPBT84. Genotipe dengan persentase bobot buah terendah adalah genotipe IPBT4, IPBT56, IPBT60, IPBT64, IPBT83 dan IPBT85 tetapi tidak berbeda dengan genotipe IPBT6, IPBT23, IPBT56, IPBT57, IPBT59, IPBT78, IPBT80, IPBT82 dan IPBT84.

Tabel 4. 1 Persentase jumlah buah pecah per tanaman (JBP), persentase bobot buah pecah per tanaman (BBP), dan indeks pecah buah (IPB) pada 30 Genotipe tomat.

No. Genotipe Karakter Kriteria

Ketahanan JBP BBP IPB 1. IPB T1 23.39 d 23.16 c 86.72 AR 2. IPB T3 32.81 b 27.94 b 68.33 R 3. IPB T4 0.00 k 0.00 k 100 ST 4. IPB T6 1.37 k 1.33 jk 99.70 T 5. IPB T8 4.83 j 5.17 ghi 98.32 T 6. IPB T13 21.34 d 23.63 c 85.59 AR 7. IPB T21 36.92 a 34.75 a 89.05 AR 8. IPB T23 1.61 k 1.02 jk 98.37 T 9. IPB T26 5.97 ij 6.81 fgh 98.74 T 10. IPB T30 9.40 gh 8.00 f 88.29 AR 11. IPB T33 16.00 e 12.31 de 80.84 AR 12. IPB T34 13.30 f 10.49 e 94.35 AT 13. IPB T43 7.61 hi 7.64 fg 94.08 AT 14. IPB T53 6.47 ij 4.83 hi 97.35 T 15. IPB T56 0.00 k 0.00 k 100 ST 16. IPB T57 1.40 k 1.34 jk 99.33 T 17. IPB T58 13.06 f 13.99 d 98.07 T 18. IPB T59 0.82 k 0.85 jk 99.67 T 19. IPB T60 0.00 k 0.00 k 100 ST 20. IPB T63 2.34 k 3.04 ij 99.29 T 21. IPB T64 0.00 k 0.00 k 100 ST 22. IPB T73 29.52 c 29.40 b 83.66 AR 23. IPB T74 10.27 g 12.24 de 98.50 T 24. IPB T78 0.43 k 0.45 jk 99.56 T 25. IPB T80 0.81 k 0.75 jk 99.79 T 26. IPB T82 0.63 k 0.36 jk 99.76 T 27. IPB T83 0.00 k 0.00 k 100 ST 28. IPB T84 0.42 k 0.46 jk 99.84 T 29. IPB T85 0.00 k 0.00 k 100 ST 30. IPB T86 28.29 c 28.87 b 85.51 AR

a-kAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh haruf yang sama tidak berbeda nyata pada α 5% uji

Berdasarkan indeks pecah buah menunjukkan bahwa terdapat lima kelompok ketahanan terhadap pecah buah yaitu sangat tahan, tahan, agak tahan, agak rentan, dan rentan (Tabel 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik pada genotipe tomat yang diuji, yang menunjukkan ketahanan yang berbeda terhadap pecah buah. Dari 30 genotipe yang diuji terdapat enam genotipe yang tahan yaitu IPBT4, IPBT56, IPBT60, IPBT64, IPBT83 dan IPBT85, dan terdapat satu genotipe yang rentan yaitu genotipe IPBT3. Tidak ada genotipe yang masuk dalam kriteria sangat rentan. Pada penelitian ini, genotipe yang ahan dan genotipe yang rentan akan digunakan sebagai tetua untuk persilangan untuk studi pewarisan ketahanan pecah buah yang nantinya akan mempermudah memilih metode seleksi yang tepat untuk memperoleh tanaman yang tahan terhadap pecah buah.

Tabel 4. 2 Nilai Heritabilitas beberapa karakter tomat

Karakter h2bs Kriteria Karakter h2bs Kriteria Tinggi tanaman 0.76 Tinggi Jumlah rongga 0.97 Tinggi Panjang daun 0.75 Tinggi Padatan total terlarut 0.35 Sedang

Lebar daun 0.75 Tinggi Kekerasan buah 0.70 Tinggi

Umur berbunga 0.39 Sedang Kadar air buah 0.38 Sedang Umur panen 0.41 Sedang Jumlah buah per tanaman 0.85 Tinggi Panjang buah 0.92 Tinggi Bobot per buah 0.93 Tinggi Diameter buah 0.91 Tinggi Bobot per tanaman 0.62 Tinggi Ukuran buah 0.89 Tinggi Indeks pecah buah 0.96 Tinggi Tebal daging buah 0.82 Tinggi

h2

bs: heritabilitas arti luas

Tabel 4. 3 Nilai korelasi antar karakter terhadap pecah buah tomat dan nilai heritabilitas karakter

Karakter Koreasi fenotipe terhadap indeks pecah buah (IPB)

Koreasi genotipe terhadap indeks pecah buah (IPB)

Tinggi tanaman -0.06tn -0.06tn Panjang daun 0.40** 0.47** Lebar daun 0.32** 0.37* Umur berbunga 0.29* 0.53** Umur panen 0.38** 0.62** Panjang buah 0.60** 0.64** Diameter buah 0.07tn 0.09tn Ukuran buah 0.45** 0.50**

Tebal daging buah 0.58** 0.65**

Jumlah rongga -0.38** -0.39*

Padatan total terlarut 0.28* 0.48*

Kekerasan buah 0.31** 0.36*

Kadar air buah -0.49** -0.80*

Jumlah buah per tanaman -0.49** -0.54*

Bobot per buah 0.31** 0.34tn

Bobot per tanaman -0.29* -0.35tn

Kunci keberhasilan suatu seleksi ditentukan oleh kriteria seleksi yang sesuai. Heritabilitas merupakan salah satu peubah yang dapat dijadikan kriteria seleksi karena dapat memberikan gambaran seberapa jauh penampilan yang teramati (fenotipe) merupakan refleksi dari pengaruh gen (Yunianti et al. 2010). Karakter yang menunjukkan nilai heritabilitas arti luas yang tinggi yaitu tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, panjang buah, diameter buah, ukuran buah, tebal daging buah, jumlah rongga, kekerasan buah, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, bobot per tanaman dan indeks buah pecah. Sedangkan karakter dengan nilai heritabilitas sedang adalah umur berbunga, umur panen, karakter padatan total terlarut dan kadar air buah (Berdasarkan indeks pecah buah menunjukkan bahwa terdapat lima kelompok ketahanan terhadap pecah buah yaitu sangat tahan, tahan, agak tahan, agak rentan, dan rentan (Tabel 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik pada genotipe tomat yang diuji, yang menunjukkan ketahanan yang berbeda terhadap pecah buah. Dari 30 genotipe yang diuji terdapat enam genotipe yang tahan yaitu IPBT4, IPBT56, IPBT60, IPBT64, IPBT83 dan IPBT85, dan terdapat satu genotipe yang rentan yaitu genotipe IPBT3. Tidak ada genotipe yang masuk dalam kriteria sangat rentan. Pada penelitian ini, genotipe yang ahan dan genotipe yang rentan akan digunakan sebagai tetua untuk persilangan untuk studi pewarisan ketahanan pecah buah yang nantinya akan mempermudah memilih metode seleksi yang tepat untuk memperoleh tanaman yang tahan terhadap pecah buah.

Tabel 4. 2 ).

Karakter yang dijadikan sebagai kriteria seleksi memiliki ciri-ciri yaitu memiliki nilai duga heritabilitas tinggi dan berkorelasi nyata dengan indeks pecah buah. Nilai duga heritabilitas dapat digunakan untuk memilih karakter yang akan dijadikan kriteria seleksi (Tenaya et al. 2003; Lestari et al. 2006). Nilai duga heritabilitas dengan kriteria tinggi dapat digunakan secara langsung sebagai karakter seleksi pada generasi awal (Hadiati et al. 2003; Sudarmadji et al. 2007). Beberapa penelitian lain pada tomat juga menunjukkan nilai heritabilitas yang tinggi pada karakter jumlah bunga per tandan (El-Gabry et al. 2014), jumlah rongga buah (Li et al. 2007), dan jumlah buah per tandan (Hanson et al. 2002). Heritabilitas arti luas yang tinggi berarti karakter yang diamati lebih banyak dikendalikan oleh faktor genetik dibanding faktor lingkungan, ragam genetik terekspresi pada penampilan fenotipik tanaman (Syukur et al. 2015b)

Nilai koefisein korelasi yang menunjukkan keeratan hubungan antar karakter dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa panjang daun, lebar daun, umur panen, panjang buah, diameter buah, ukuran buah, tebal daging buah, kekerasan buah dan bobot per tanaman berkorelasi positif dan sangat nyata dengan indeks pecah buah. Karakter jumlah rongga, kadar air, jumlah buah per tanaman dan bobot per tanaman berkorelasi negatif dan sangat nyata dengan indeks pecah buah. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan karakter-karakter tersebut akan meningkatkan indeks pecah buah. Karakter yang berkorelasi positif menunjukkan bahwa penambahan karakter tersebut akan meningkatkan indeks pecah buah dan sebaliknya penambahan karakter yang berkorelasi negatif akan menurunkan indeks pecah buah. Hal ini didukung oleh penelitian (Wahyuni et al. 2014) bahwa karakter panjang daun, lebar daun, umur berbunga, umur panen, dan panjang buah berkorelasi dengan indeks pecah buah.

Korelasi yang tinggi hanya menunjukkan keeratan hubungan antar karakter tetapi tidak dapat menunjukkan hubungan sebab akibat (Yunianti et al. 2010). Analisis lintasan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui hubungan sebab akibat dan dapat memilahnya menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung (Roy 2000). Karakter yang diuji dengan analisis lintasan adalah karakter yang berkorelasi nyata dan sangat nyata terhadap karakter utama yaitu indeks pecah buah. Berdasarkan hasil analisis lintasan (Tabel 4.4) karakter yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap indeks pecah buah adalah lebar daun, panjang buah, tebal daging buah, ukuran buah, jumlah rongga buah, padatan total terlarut, jumlah buah per tanaman dan bobot per tanaman. Karakter lebar daun, ukuran buah, jumlah buah per tanaman dan bobot per buah memiliki pengaruh langsung yang negatif yang berarti pengaruh tidak langsung merupakan penyebab adanya korelasi tersebut (Singh dan Chaudhary 1979).

Upaya dalam penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan kriteria seleksi yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap indeks pecah buah, korelasi antar karakter dengan indeks pecah buah dan selisih korelasi antara karakter bebas dengan pengaruh langsung karakter tersebut terhadap indeks pecah buah yang kecil. Jika ketiga hal tersebut dipenuhi maka karakter tersebut sangat efektif sebagai kriteria seleksi (Yunianti et al. 2010). Berdasarkan penentuan tersebut karakter yang memberikan sumbangan pengaruh langsung terbesar dan total pengaruh tidak langsung kecil adalah jumlah rongga dan tebal daging buah. Skema lintasan hubungan karakter-karakter tersebut dengan bobot buah per tanaman disajikan pada Gambar 4.2.

Berdasarkan nilai heritabilitas, koefisien korelasi dan koefisien lintas, maka karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk ketahanan terhadap pecah buah adalah jumlah rongga dan tebal daging buah. Hal ini didukung oleh Peet (1992) yang menyatakan bahwa daging buah yang tipis merupakan karakter buah yang rentan terhadap pecah buah.

Tabel 4. 4 Pengaruh langsung dan tidak langsung masing-masing karakter terhadap indeks pecah buah tomat

Karakter Pengaruh langsung PD LD PB UKB TDB JR PTT KB KA JBT BPH BPT Total

PD 0.033 -0.002 0.004 -0.003 0.004 -0.006 0.001 0.000 0.000 0.002 0.000 0.001 0.032 LD -0.087 -0.002 -0.009 0.006 -0.009 0.017 -0.001 0.001 0.001 -0.003 0.000 -0.001 -0.089 PB 0.211 0.004 -0.009 -0.042 0.035 -0.038 0.004 -0.004 -0.003 0.027 -0.001 0.004 0.197 UKB -0.234 -0.003 0.006 -0.042 -0.035 -0.009 -0.003 0.003 0.003 -0.034 0.001 0.004 -0.353 TDB 0.235 0.004 -0.009 0.035 -0.035 -0.033 0.002 -0.003 -0.005 0.021 -0.001 0.004 0.223 JR 0.460 -0.006 0.017 -0.038 -0.009 -0.033 -0.007 0.006 0.006 0.003 -0.001 -0.033 0.359 PTT 0.063 0.001 -0.001 0.004 -0.003 0.002 -0.007 -0.001 0.000 0.004 0.000 0.004 0.066 KB -0.048 0.000 0.001 -0.004 0.003 -0.003 0.006 -0.001 0.001 -0.003 0.000 -0.002 -0.052 KA 0.036 0.000 0.001 -0.003 0.003 -0.005 0.006 0.000 0.001 -0.002 0.000 0.000 0.034 JBT -0.184 0.002 -0.003 0.027 -0.034 0.021 0.003 0.004 -0.003 -0.002 -0.001 0.005 -0.159 BPH -0.006 0.000 0.000 -0.001 0.001 -0.001 -0.001 0.000 0.000 0.000 -0.001 0.000 -0.008 BPT -0.146 0.001 -0.001 0.004 0.004 0.004 -0.033 0.004 -0.002 0.000 0.005 0.000 -0.161

PD: panjang daun, LD: lebar daun, PB: panjang buah, UKB: ukuran buah, TDB: tebal daging buah, JR: jumlah rongga buah, PTT: padatan total terlarut, KB: kekerasan buah, KA: kadar air buah, JBT: jumlah buah per tanaman, BPH: bobot per buah, BPT: bobot per tanaman, IPB: indeks pecah buah.

51

4.4 Simpulan

Genotipe yang tahan terhadap pecah buah berdasarkan persentase jumlah buah pecah, persentase bobot buah pecah dan indeks pecah buah adalah IPBT4, IPBT56, IPBT60, IPBT64, IPBT83 dan IPBT85, dan genotipe yang rentan terhadap pecah buah adalah IPBT3. Jumlah rongga dan tebal daging buah dapat dijadikan kriteria seleksi terhadap pecah buah karena memiki koefisien korelasi yang nyata baik secara fenotipe maupun secara genotipe dan memiliki pengaruh langsung yang tinggi terhadap indeks pecah buah serta nilai heritabilitas yang tinggi.

52

Daftar Pustaka

Balbontín C, Ayala H, M Bastías R, Tapia G, Ellena M, Torres C, Yuri JA, Quero-García J, Ríos JC, Silva H. 2013. Cracking in sweet cherries: A comprehensive review from a physiological, molecular, and genomic perspective. Chil J Agr Res. 73(1):66-72.

Calbo AG. 1990. Physiology of vacuum induced tomato fruit cracking. Rev Bras Fisiol Vegetal. 2(1):55-61.

Demirsoy L, Demirsoy H. 2004. The epidermal characteristics of fruit skin of some sweet cherry cultivars in relation to fruit cracking. Pak J Bot. 36(4):725-731.

Ehret DL, Hill BD, Raworth DA, Estergaard B. 2008. Artificial neural network modelling to predict cuticle cracking in greenhouse peppers and tomatoes. Comput Electron Agric. 61(2):108-116.

El-Gabry M, Solieman T, Abido A. 2014. Combining ability and heritability of some tomato (Solanum lycopersicum L.) cultivars. Sci Hortic. 167:153-157. Emmons CLW, Scott JW. 1998. Diallel analysis of resistance to cuticle cracking

in tomato. J Amer Soc Hort Sci. 123(1):67-72.

Ganefianti D, Yulian, Suprapti A. 2006. Korelasi dan sidik lintas antara pertumbuhan, komponen hasil dan hasil dengan gugur buah pada tanaman cabai. Akta Agrosia. 9(1):1-6.

Hadiati S, Murdaningsih H, Baihaki A, Rostini N. 2003. Parameter genetik karakter komponen buah pada beberapa aksesi nanas. Zuriat. 14(2):53-58. Hahn F. 2011. Fuzzy controller decreases tomato cracking in greenhouses.

Comput Electron Agric. 77(1):21-27.

Hanson PM, Chen J-t, Kuo G. 2002. Gene action and heritability of high- temperature fruit set in tomato line CL5915. Hort Sci. 37(1):172-175.

Haydar A, Mandal M, Ahmed M, Hannan M, Karim R, Razvy M, Roy U, Salahin M. 2007. Studies on genetik variability and interrelationship among the different traits in tomato (Lycopersicon esculentum Mill.). Middle East J Sci Res. 2(3-4):139-142.

Johnson D, Knavel DE. 1990. Inheritance of cracking and scarring in pepper fruit. J Amer Soc Hort Sci. 115(1):172-175.

Kong M, Lampinen B, Shackel K, Crisosto CH. 2013. Fruit skin side cracking and ostiole-end splitting shorten postharvest life in fresh figs (Ficus carica L.), but are reduced by deficit irrigation. Postharvest Biol Tech. 85:154-161. Lane W, Meheriuk M, McKenzie D-L. 2000. Fruit cracking of a susceptible, an

intermediate, and a resistant sweet cherry cultivar. Hort Sci. 35(2):239-242. Lestari A, Dewi W, Qosim W, Rahardja M, Rostini N, Setiamihardja R. 2006.

Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter komponen hasil dan hasil lima belas genotip cabai merah. Zuriat. 17(1):94-102.

Li Y, Li T, Wang D. 2007. Studies on the inheritance of locule formation in tomatoes (Lycopersicon esculentum Mill.). J Genet Genomics. 34(11):1028- 1036.

Lichter A, Dvir O, Fallik E, Cohen S, Golan R, Shemer Z, Sagi M. 2002. Cracking of cherry tomatoes in solution. Postharvest Biol Tec. 26(3):305- 312.

53 Liebisch F, Max JFJ, Heine G, Horst WJ. 2009. Blossom-end rot and fruit cracking of tomato grown in net-covered greenhouses in Central Thailand can partly be corrected by calcium and boron sprays. J Plant Nutr Soil Sci. 172(1):140-150.

Mangoendidjojo W. 2003. Dasar-dasar pemuliaan tanaman. Jakarta (ID): Kanisius.

Matas AJ, Cobb ED, Paolillo DJ, Niklas KJ. 2004. Crack resistance in cherry tomato fruit correlates with cuticular membrane thickness. Hort Sci. 39(6):1354-1358.

Max JFJ, Horst WJ, Mutwiwa UN, Tantau H-J. 2009. Effects of greenhouse cooling method on growth, fruit yield and quality of tomato (Solanum lycopersicum L.) in a tropical climate. Sci Hortic. 122(2):179-186.

Peet M. 1992. Fruit cracking in tomato. Hort Technology. 2(2):216-223.

Qi Z, Li J, Raza MA, Zou X, Cao L, Rao L, Chen L. 2015. Inheritance of fruit cracking resistance of melon (Cucumis melo L.) fitting E-0 genetik model using major gene plus polygene inheritance analysis. Sci Hortic. 189:168- 174.

Roy D. 2000. Plant breeding: Analysis and exploitation of variation: New Delhi (IN): Narosa Publishing House.

Singh RK, Chaudhary BD. 1979. Biometrical methods in quantitative genetik analysis. New Delhi (IN): Kalyani.

Sudarmadji S, Mardjono R, Sudarmo H. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik sifat-sifat penting tanaman wijen (Sesamum indicum L.). J Littri. 13(3):88-92.

Susila AD. 1995. Studi pecah buah (fruit cracking) dalam rangka peningkatan kualitas buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill. L). [Tesis]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

Syukur M, Saputra HE, Hermanto R. 2015a. Bertanam Tomat di Musim Hujan: Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2015b. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Tenaya IN, Setiamihardja R, Baihaki A, Natasasmita S. 2003. Heritabilitas dan aksi gen kandungan fruktosa, kandungan kapsaisin dan aktivitas enzim peroksidase pada hasil persilangan antar spesies cabai rawit x cabai merah. Zuriat. 14(1):26-34.

Wahyuni S, Yunianti R, Syukur M, Witono JR, Aisyah SI. 2014. Ketahanan 25 Genotipe Tomat (Solanum lycopersicum Mill.) terhadap Pecah Buah dan Korelasinya dengan Karakter-karakter Lain. J Agron Indonesia. 42(3):195- 202.

Wirnas D, Widodo I, Sobir S, Trikoesoemaningtyas T, Sopandie D. 2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. J Agron Indonesia. 34(1):19-24.

Yunianti R, Sastrosumarjo S, Sujiprihati S, Surahman M, Hidayat SH. 2007. Ketahanan 22 genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Phytophthora capsici Leonian dan keragaman genetiknya. J Agron Indonesia. 35(2):103- 111.

54

Yunianti R, Sastrosumarjo S, Sujiprihati S, Surahman M, Hidayat SH. 2010. Kriteria seleksi untuk perakitan varietas cabai tahan Phytophthora capsici Leonian. J Agron Indonesia. 38(2):122-129.

Zainal A, Anwar A, Ilyas S. 2011. Uji Inokulasi dan Respon Ketahanan 38 Genotipe Tomat terhadap Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis. J Agron Indonesia. 39(2):85-91.

55

5

PEWARISAN SIFAT KARAKTER KUANTITATIF DAN

KUALITATIF PADA HIPOKOTIL DAN KOTILEDON