• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITATIF PADA HIPOKOTIL DAN KOTILEDON TOMAT

5.2.3 Pembentukan Populasi Dasar

Pembentukan populasi dilakukan dengan melakukan persilangan dan penyerbukan sendiri. Populasi yang dibentuk adalah F1 dan F1R, BCP1, BCP2, dan F2. Populasi P1, P2, dan F2 diperoleh dengan selfing, dan populasi F1, F1R, BCP1 dan BCP2 diperoleh melalui persilangan. Skema persilangan dapat dilihat pada Gambar 5.1.

P1 x P2 P2 x P1

♀ ♂ ♀ ♂

P1 x F1 x P2 F1R

BCP1 F2 BCP2

Gambar 5.1 Skema persilangan 5.2.4 Pelaksanaan Percobaan

Emaskulasi dan penyerbukan dilakukan pagi hari pada pukul 06.00 sampai 09.00. Pada musim tanam ke dua dilakukan pembentukan BCP1, BCP2, dan F2. F2 dihasilkan dari hasil selfing F1. BCP1 dihasilkan dari hasil persilangan F1 dengan kedua tetua betina. BCP2 dihasilkan dari hasil persilangan F1 dengan tetua jantan.

Perkecambahan dilakukan pada media steril dalam tray dengan 2 benih per lubang tray. Selain pada tray, perkecambahan juga dilakukan dengan menggunakan media tissue basah yang diletakkan dalam kotal plastik mika transparan berukuran 20 cm x 20 cm. Tissu dibasahi sampai jenuh kemudian dimasukkan ke dalam kotak plastik. Benih dikecambahkan sebanyak 50 benih per kotak. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan cara dikocor pada perkecambahan di tray dan disemprotkan dengan menggunakan handsprayer pada

59 untuk perkecambahan di kotak plastik. Pengamatan dilakukan setelah kecambah kotiledon terbuka sempurna yaitu pada saat kecambah berumur 7-10 hari setelah semai.

5.2.5 Pengamatan

Karakter kualitatif dan kuantitatif yang diamati pada percobaan ini adalah: 1 Warna hipokotil, diamati pada saat kotiledon sudah membuka sempurna 2 Panjang hipokotil (cm), diamati dari bagian atas akar sampai bagian bawah

kotiledon

3 Panjang kotiledon (cm), diamati pada bagian pangkal kotiledon sampai bagian ujung kotiledon setelah kotiledon membuka sempurna

4 Lebar kotiledon (mm), diamati pada bagian kotiledon terlebar pada saat kotiledon telah membuka sempurna.

5.2.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap karakter kualitatif dan kuantitaif. Karakter kualitatif dianalisis dengan berdasarkan analisis genetik mendel. Analisis data karakter kuantitaif yang diamati adalah uji normalitas, efek maternal, jumlah gen pengendali karakter, derajat dominansi, pendugaan faktor efektif, pendugaan komponen genetik, dan nilai heritabilitas.

Analisis data kualitatif dan kuantitatif : 1 Pendugaan nilai fenotipe

Pendugaan nisbah fenotipe dilakukan dengan menggunakan uji Chi kuadrat. Perhitungan uji Chi-Kuadrat (X2) mengacu pada Singh and Chaudhary (1979):

� = ∑ [ � − � ]

Keterangan: X2 = X2 hitung

Oi2 = Nilai hasil pengamatan Ei2 = Nilai yang diharapkan 2 Efek maternal (pendugaan pengaruh tetua betina)

Ada atau tidaknya pengaruh maternal ditentukan dengan membandingkan nilai tengah F1 dan F1R dengan uji t menurut Steel dan Torrie (1981) sebagai berikut: = �̅̅̅̅̅ − �� ̅̅̅̅̅̅� √ � � + � � � � Keterangan: ��

̅̅̅̅̅, �̅̅̅̅̅̅ = Nilai tengah populasi F1 dan F1R

�� , �� = Nilai ragam populasi F1 dan F1R

nF1, nF1 = Jumlah individu dalam populasi F1 dan F1R

Jika kedua nilai tengah berbeda nyata, maka berarti ada efek meternal dalam pewarisan sifat yang diuji, sebaliknya jika tidak berbeda maka dapat

60

disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh maternal. Jika ragam populasi F1 dan F1R juga homogen, maka kedua populasi dapat digabungkan dalam analisis selanjutnya. Kehomogenan ragam diuji dengan Uji F menurut Steel dan Torrie (1981). Fhit = (S2besar / S2kecil) dibandingkan dengan nilai Ftabel (0.025, n-1). Bila Fhit < Ftab maka ragam kedua populasi adalah homogen.

3 Uji normalitas pada populasi F2

Uji normalitas digunakan untuk mengevaluasi sebaran frekuensi populasi F2 apakah mengikuti sebaran normal atau tidak. Jika sebaran frekuensi F2 membentuk sebaran tersusun satu puncak dan menyebar normal, maka karakter yang diamati dikendalikan oleh banyak gen minor (poligenik). Uji normalitas menggunakan metode kolmogorov-smirnov.

4 Pendugaan jumlah gen pengendali karakter

Pendugaan jumlah gen-gen pengendali karakter mengacu pada Lande (1981) sebagai berikut:

= [8 � �̅̅̅̅̅ − �� ̅̅̅̅̅ �

� − �� + �� + �� / ] Keterangan :

N = Jumlah gen pengendali karakter

��

̅̅̅̅̅ , �̅̅̅̅̅ = Nilai tengah populasi P1 dan P2 VP1 = Ragam populasi P1

VP2 = Ragam populasi P2 VF1 = Ragam populasi F1 VF2 = Ragam populasi F2 5 Derajat dominansi

Derajat dominansi dihitung untuk menduga aksi gen yang mengendalikan suatu karakter. Derajat dominansi dihitung berdasarkan rumus pendugaan potensi rasio (hp) yang dikemukakan oleh Peth dan Frey (1966):

ℎ = �̅̅̅̅̅ − ̅̅̅̅̅� �

̅̅̅̅ − ̅̅̅̅̅

Keterangan : hp = potensi rasio

��

̅̅̅̅̅ = Rata-rata nilai F1

̅̅̅̅̅ = Nilai tengah kedua tetua

̅̅̅̅ = Rata-rata nilai tetua tertinggi

Berdasarkan nilai potensi rasio, derajat dominansi diklasifikasikan sebagai berikut:

hp = 0 : tidak ada dominansi

hp = 1 atau hp = -1 : dominan atau resesif penuh 0 < hp < 1 : dominan parsial

-1 < hp < 0 : resesif parsial hp > 1 atau hp < -1 : overdominansi 6 Pendugaan kelayakan model genetik

Analisis rata-rata generasi dilakukan untuk menentukan model genetik yang paling sesuai menggambarkan hubungan rata-rata generasi, menggunakan uji skala gabungan (joint scaling test) yang dijelaskan Singh dan Chaudhary (1979) dan Mather dan Jinks (1982). Dalam suatu model lengkap digenik terdapat enam komponen genetik yaitu pengaruh rata-rata [m], jumlah pengaruh aditif [d], jumlah pengaruh dominan [h], jumlah

61 pengaruh interaksi aditif x aditif [i], jumlah pengaruh interaksi aditif x dominan [j], dan jumlah pengaruh interaksi dominan x dominan [l]. Model genetik yang diuji merupakan kombinasi dari keenam komponen genetik tersebut.

Pengujian dilakukan secara bertahap mulai dari model dua, tiga, empat dan lima komponen genetik. Model dianggap paling sesuai jika nilai X2hitung menunjukkan nilai terkecil, dan lebih kecil dari X2tabel. Apabila model telah menunjukkan kesesuaian dengan model aditif dominan (m[d][h]), maka pengujian tidak dilanjutkan ke model selanjutnya karena dianggap tidak ada interaksi non alelik.

Berdasarkan model genetik yang paling sesuai maka dapat diduga besarnya nilai komponen genetik tersebut beserta dengan galat bakunya. Nyata atau tidak peran komponen genetik tersebut diuji dengan membandingkan thitung dengan ttab(0.05,~) = 1,96.

ℎ = [ ]/� [ ], dimana [d] adalah komponen genetik, dan SE[d] adalah galat bakunya.

Prosedur uji skala gabungan menurut Mather dan Jinks (1982) dan Singh dan Chaudhary (1979) adalah dengan menyatakan nilai rata-rata variable yang diamati pada setiap family ke dalam bentuk persamaan komponen genetik dan pembobotnya. Koefisien komponen genetik dalam uji skala gabungan disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5. 1 Koefisien komponen genetik dalam uji skala gabungan

Famili Bobot M [d] [h] [i] [j] [l] Rata-rata

P1 1/(SEP1) 1 1 0 1 0 0 ̅ P2 1/(SEP2) 1 -1 0 1 0 0 ̅̅̅ F1 1/(SEF1) 1 0 1 0 0 1 ̅ F2 1/(SEF2) 1 0 ½ 0 0 ¼ ̅̅̅ BCP1 1/(SEBCP1) 1 ½ ½ ¼ ¼ ¼ ̅̅̅̅̅̅̅ BCP2 1/(SEBCP2) 1 -½ ½ ¼ -¼ ¼ ̅̅̅̅̅̅̅

Dalam pengujian, terlebih dahulu dilakukan pengujian kesesuaian model model aditif-dominan. Tersedia enam persamaan untuk menduga tiga kmponen. Keenam persamaan digabungkan untuk memperoleh tiga persamaan, dengan cara: (1) masing-masing persamaan dikalikan dengan koefisien m dan pembobotnya, kemudian dijumlahkan; (2) masing-masing persamaan dikalikan dengan koefisien [d] dan bobotnya, kemudian dijumlahkan; dan (3) masing-masing persamaan dilakukan dengan koefisien [h] dan bobotnya, kemudian dijumlahkan. Dengan demikian diperoleh tiga persamaan sebagai berikut:

[ ][[ ]

[ℎ]] = [ ] M = J

-1

J M S

Berdasarkan nilai m, [d], dan [h] yang diperoleh, maka nilai harapan dari rata-rata pengamatan masing-masing gnerasi dapat dihitung. Kesesuaian antara nilai pengamatan dan nilai harapan diuji dengan Chi-kuadrat, dengan derajat bebas (db) 6-3 = 3.

62

Apabila nilai χ2

hitung lebih kecil dari nilai χ2tabel, maka aksi gen yang berperan dalam mengendalikan sifat yang ditelaah adalah bersifat aditif- dominan. Apabila aksi gen tidak memenuhi model aditif-dominan, maka berarti ada interaksi non-alelik. Untuk mengetahui model genetik epistasis yang paling sesuai dilakukan pengujian model dengan menggunakan model genetik dengan empat atau lima komponen. Prosedur pengujiannya sama pada pengujian model untuk tiga komponen.

7 Pendugaan nilai heritabilitas

Nilai heritabilitas yang diduga adalah heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit. Heritabilitas arti luas (h2bs) diduga berdasarkan rumus Allard (1960) dan Syukur et al. (2015b):

ℎ = �� − �� + � � + �� / �

Keterangan:

h2bs = heritabilitas arti luas VP1 = ragam populasi P1 VP2 = ragam populasi P2 VF1 = ragam populasi F1 VF2 = ragam populasi F2

Heritabilitas arti sempit (h2ns), diduga dengan menggunakan rumus Warner (1952) dalam Syukur et al. (2015b):

ℎ = �� − �� + � � �

Keterangan:

h2ns = heritabilitas arti sempit VBCP1 = ragam populasi BCP1 VBCP2 = ragam populasi BCP2 VF2 = ragam populasi F2

Kriteria heritabilitas (%) adalah sebagai berikut: 0 < x < 20 = rendah

20 ≤ x < 50 = sedang

50 ≤ x = tinggi

5.3 Hasil dan Pembahasan