• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-Bentuk Aks

Dalam dokumen SAMBUNGKAN Upaya Memperkuat Hubungan Mas (Halaman 40-44)

Beberapa Pelajaran Penting

2.3. Bentuk-Bentuk Aks

Bentuk-bentuk aksi (repertoires of action) dilakukan untuk mewujudkan atau mengejawantahkan sumber daya yang dimiliki. Pilihan-pilihan aksi membutuhkan sumber daya yang berbeda-beda. Demikian pula, pilihan-pilihan aksi menentukan hasil atau dampak yang berbeda. Aksi-aksi yang berhasil tidak senantiasa ditentukan oleh jumlah atau kuantitas peserta aksi, tapi seringkali ditentukan kualitas aksi. Sebagaimana akan kita lihat dari dari beberapa studi kasus berikut, ternyata, pilihan aksi harus disesuaikan dengan target dan sasaran aksi advokasi.

Pada kasus advokasi Kuota Perempuan 30 persen di Parlemen, aksi ditempuh melalui pendekatan yang bersifat subyektif dan personal. Tentunya, sebelum itu ada

Modul SAMBUNGKAN….! )nteraksi Organisasi Masyarakat Sipil dengan Pembuat Kebijakan di Indonesia. Page 40

proses panjang termasuk cerita kegagalan sebelumnya sehingga pada akhirnya KPPI jatuh pada pilihan aksi tersebut. Belajar dari pengalaman inilah yang menyebabkan KPPI menemukan cara yang paling efektif demi berhasilnya tuntutan kuota perempuan.

Pada awalnya pertemuan-pertemuan formal dijadikan strategi oleh KPPI. Secara aktif dilakukan kunjungan ke berbagai partai politik untuk memperoleh komitmen dukungan (termasuk janji-janji mengenai kuota). Selain itu secara aktif KPPI juga menghadiri undangan RDPU terkait kouta perempuan, sampai kepada melakukan berbagai diskusi kecil yang mengundang para anggota pansus, yang dalam kasus ini terdiri dari dua partai politik yaitu Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa, untuk memberikan masukan dan saran kepada secara bertahap terkait hal ini. Namun, ternyata keluruhan strategi yang ditempuh tersebut menemukan kegagalan dengan tidak dicantumkannya kuota 30 persen perempuan dalam kepengurusan partai politik pada UU Partai Politik. Hal ini memaksa untuk mengubah strategi aksi

Dengan sasaran UU Pemilu, aksi diubah melalui pendekatan yang bersifat subyektif dan personal terhadap anggota pansus dan juga fraksi-fraksi di DPR. Tentunya dengan terlebih dahulu memetakan siapa personal yang memiliki pengaruh dalam parpolnya, seperti contohnya Teras Narang (saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi II DPR). Dianggap orang-orang ini dapat menjadi jembatan untuk menggolkan isu yang diusung ke proses legislasi karena kemampuan mempengaruhi anggota parlemen lainnya.

Media komunikasi telepon (baik via SMS dan handphone) menjadi alat yang paling banyak digunakan dari pada pertemuan-pertemuan formal. Seperti yang dinyatakan oleh Ketua Komisi II DPR, Teras Narang (Fraksi PDIP) bahwa para aktivis perempuan seperti Ibu Titi Sumbung dan Prof. Dr. Saparinah Sadli setiap hari tidak kenal siang malam melakukan kontak melalui telepon mengenai upaya kaum perempuan tentang kuota, dan sempat merasa terganggu .49

Selain berkomunikasi terus menerus, perlengkapan/tools yang digunakan KPPI dalam advokasi, adalah menyusun set informasi mengenai kesetaraan gender dan kondisi diskriminatif yang dialami perempuan disebabkan sistem partriarkhal yang berakibat pada kehidupan di wilayah publik dan negara khususnya. Di samping itu juga disusun Daftar Isian Masalah (DIM). DIM dalam draft RUU dipersiapkan untuk diserahkan kepada anggota pansus atau personal terkait pasal-pasal afirmasi bagi perempuan ketika sidang pembahasan. Pilihan aksi ini membuahkan hasil pada diadopsinya tuntutan kuota perempuan dalam UU Pemilu.

Berbeda dengan kasus kuota perempuan ini, aksi yang dipilih oleh gerakan dalam menolak RUU Pornografi dilakukan dengan mempengaruhi pendapat publik. Berbagai atraksi seni dan budaya, pengerahan massa besar-besaran untuk kampanye, deklarasi, pernyataan sikap menjadi pilihan aksi yang dilakukan. Menggalang dukungan dari tokoh-tokoh dan orang terkenal (mulai akademisi, seniman, aktivis sampai selebritis) dilakukan sebagai bagian dari strategi. Termasuk menggalang dukungan dari Pemerintah Daerah di beberapa wilayah (seperti Bali, Yogyakarta, NTT, Papua dan lain sebagainya) untuk mengusung kebhinnekaan Indonesia.

Modul SAMBUNGKAN….! )nteraksi Organisasi Masyarakat Sipil dengan Pembuat Kebijakan di Indonesia. Page 41

Keseluruhan aksi ini ditujukan untuk membukakan mata atas realitas kebhinekaaan di Indonesia yang terkait dengan pandangan atas nilai moral dan akhlak yang berbeda. Sehingga penyeragaman dengan melalui sarana hukum dan memberikan ancaman pidana menunjukkan negara telah berupaya untuk melakukan pemaksaan (coersion) atas suatu pandangan yang berbeda.

Kelebihan dari strategi ini tentu saja bahwa publik (termasuk media massa tentunya berperan) berhasil sejenak menaruh perhatiannya pada isu ini. Terbukti dari hampir tua-muda tinggal di kota besar maupun kecil jika ditanya setidaknya tahu ada UU Pornografi (tidak lebih jauh). Namun, pengambilan keputusan tetap berada di anggota parlemen. Sehingga, RUU dapat disepakati dan disahkan menjadi UU tanpa kendala berarti.

Pada kasus mendorong terbitnya Tap MPR No IX mengenai PA-PSDA, organisasi masyarakat sipil menggunakan dua jalur advokasi sekaligus, yakni gerakan perlementer dan ekstraparlementer. Sebagai gerakan parlementer, disiapkan gagasan atau konsep yang komprehensif sebagai peta jalan reformasi pada dua isu besar dimaksud. Konsep ini digagas dari dua kegiatan besar yaitu Konferensi Nasional Pembaruan Agraria untuk Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Asasi Petani beserta Konferensi Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam. Konsep yang komprehensif tadi dijadikan instrumen utama demi berhasilnya tuntutan ini. Selama proses penyusunan Tap MPR pun, organisasi masyakat sipil seperti Konsorsium Pembaruan Agraria, Kelompok Studi Pembaruan Agraria, Serikat Petani Pasundan, Federasi Serikat Petani Indonesia, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara aktif melakukan tekanan melalui demonstrasi, delegasi, dan petisi ke MPR RI.

Sementara gerakan ekstra parlementer ditempuh melalui berbagai aksi. Selain pendudukan lahan yang berlangsung meluas di seluruh wilayah Nusantara, juga berlangsung lobi, diskusi, seminar, demonstrasi. Aksi berbagai arah ini, menghasilkan terpenuhinya tuntutan lahir Tap MPR No IX mengenai PA – PSDA.

Sedangkan untuk kasua HP3, sebagai awal strategi dibangun Koalisi Tolak HP3, melalui pertemuan-pertemuan di kalangan organisasi masyarakat sipil untuk menyamakan persepsi dan membangun argumentasi terhadap pasal-pasal yang dianggap krusial. Kemudian, pengorganisasian tetap dilakukan di lapangan untuk mengajak dan meyakinkan para pimpinan organisasi nelayan terlibat dalam proses persidangan di MK.

Koalisi juga kemudian secara aktif melakukan serangkaian tekanan melalui press release dan lobi-lobi ke MK. Selain itu, aksi demonstrasi juga diselenggarakan untuk mendesak MK membatalkan HP3. Demonstrasi ini dilakukan secara simultan ketika koalisi menyerahkan naskah gugatan HP3 ke MK. Aksi-aksi massa juga dilakukan, yang mengikut sertakan petani dan nelayan, hampir setiap kali persidangan di MK berlangsung. Nelayan dan petani membawa simbol-simbol kehidupan nelayan. Selain itu, aksi-aksi demonstrasi serempak juga dilakukan di basis-basis nelayan dan organisasi tani, untuk memperluas isu penolakan HP3.

Koalisi juga memobilisasi dukungan dari jaringan NGO dengan cara sebanyak mungkin mengirim faximili ke MK untuk menolak HP3 (petisi). Koalisi juga secara

Modul SAMBUNGKAN….! )nteraksi Organisasi Masyarakat Sipil dengan Pembuat Kebijakan di Indonesia. Page 42

reguler melakukan diskusi-diskusi publik, dengan turut mengundang MK. Meskipun Koalisi menyadari bahwa MK tidak bisa menghadiri diskusi yang dilakukan para pihak yang berperkara, sesuai dengan aturan, namun hal ini disengaja untuk menunjukkan kepada MK banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap isu yang sedang diperjuangkan ini.

Dalam kasus perlawanan terhadap UU BHP, aksi dilakukan sejak masih berstatus RUU dan dibahas di DPR tahun 2003. Banyak kelompok dan komunitas maupun tokoh nasional yang menolak RUU BHP. Mereka melakukan berbagai aksi seperti menyampaikan sikap melalui press release, seminar, diskusi-diskusi publik, dan sebagainya.

Paling nyata, gerakan penolakan terhadap RUU BHP ini dimulai dari kampus- kampus yang berstatus BHMN seperti UI, UGM, ITB, dan UPI. Badan eksekutif mahasiswa (BEM) di keempat kampus itu paling sering mengadakan diskusi mengkritisi keberadaan RUU BHP. Hal ini barangkali disebabkan, karena mereka sudah merasakan secara langsung peningkatan biaya pendidikan yang sangat signifikan di kampusnya masing-masing. Di luar Jawa, mahasiswa di Universitas Hasanudin, Makasar, tergolong paling aktif menolak RUU BHP. Khas gerakan mahasiswa, aksi ditempuh baik melalui diskusi-diskusi maupun aksi demonstrasi.

Aksi-aksi mahasiswa juga berlangsung ketika pengesahan. Di dalam gedung DPR, tempat berlangsungnya rapat paripurna, sejumlah mahasiswa UI melakukan aksi. Mereka meneriaki wakil rakyat sebagai penghianat . Di luar sidang, berlangsung perdebatan antara Presiden BEM UI Edwin nafsa Nauval dengan Ketua Komisi X DPR-RI Irwan Prayitno dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di luar gedung, mahasiswa dan masyarakat dari berbagai komunitas sempat dorong-mendorong secara menegangkan dengan aparat keamanan, yang terdiri dari Aliansi Masyarakat Miskin, Aliansi Rakyat Menolak RUU BHP, FITRA, ICW, LMND, juga mahasiswa dari UI, ITB, UNJ, Mercubuana, yang membagikan pamflet bertuliskan B(P=Badan (aram Pendidikan . Selain itu, di berbagai daerah seperti Makasar, Yogyakarta, Semarang, Purwokerto, Gresik, Sumatera Utara, Pontianak, Tanjung Pura, juga berlangsung aksi mahasiwa dengan tuntutan serupa: untuk menolak DPR mengesahkan RUU ini.50

Strategi utama dimainkan masyarakat sipil untuk menolak RUU dan UU BHP adalah gerakan-gerakan advokasi di luar parlemen dan tekanan-tekanan (pressure) yang ditujukan langsung kepada parlemen. Sejauh ini, tidak ditemukan adanya catatan yang menjelaskan upaya mereka mengajukan alternatif kebijakan, atau draft alternatif undang-undang. Hal ini berbuah pada kegagalan menghempang pengesahan UU ini di DPR.

Dengan demikian jelas bahwa bentuk-bentuk aksi yang dilakukan (repertoires of action) untuk mewujudkan tuntutan akan menentukan hasil. Aksi-aksi yang berhasil tidak senantiasa ditentukan oleh jumlah atau kuantitas peserta aksi, tapi seringkali ditentukan kualitas aksi, sebagaimana digambarkan dari studi kasus di atas.

Modul SAMBUNGKAN….! )nteraksi Organisasi Masyarakat Sipil dengan Pembuat Kebijakan di Indonesia. Page 43

Dalam dokumen SAMBUNGKAN Upaya Memperkuat Hubungan Mas (Halaman 40-44)