• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi terhadap Analisis Kekuasaan

Dalam dokumen SAMBUNGKAN Upaya Memperkuat Hubungan Mas (Halaman 50-54)

Beberapa Pelajaran Penting

2 Refleksi terhadap Analisis Kekuasaan

Walaupun setiap orang memiliki dan dipengaruhi oleh kekuasan, arti dari kekuasaan – dan bagaimana memahaminya— berbeda-beda dan sering menjadi perdebatan (seperti yang digambarkan oleh beberapa artikel dalam IDS Bulletin ini). Ada yang melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang dimiliki oleh beberapa pihak atau pelaku: ada yang memiliki kekuasaan sementara yang lain tidak memilikinya. Di sisi yang lain, ada yang melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang lebih masuk ke dalam, terjalin dalam jaring- jaring hubungan dan diskursus yang mempengaruhi setiap orang, namun tidak seorang

pun memilikinya. Ada juga yang melihat kekuasaan sebagai konsep jumlah-nihil (zero-

sum –untuk memperoleh kekuasaan bagi sejumlah orang berarti sejumlah orang lain harus menyerahkan kekuasaannya. Dan karena sangat jarang orang yang memiliki kekuasaan bersedia menyerahkan kekuasaannya begitu saja, hal ini sering memunculkan konflik dan pergumulan kekuasaan . Yang lainnya melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang lebih cair dan akumulatif. Kekuasaan bukanlah sumberdaya yang terbatas; kekuasaan dapat digunakan, dibagi atau diciptakan oleh pelaku-pelaku dan jaringan mereka dengan berbagai cara. Beberapa pihak lain melihat kekuasaan sebagai

yang bercirikan negatif –memegang kekuasaan berarti menerapkan pengendalian atas

orang lain. Ada juga yang melihat kekuasaan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan (kapasitas) dan aparat yang memegang (kekuasaan tersebut) untuk bertindak positif.

Kekuasaan seringkali disandingkan dengan kata lain. Kekuasaan atas Power over mengacu pada kemampuan pihak yang memilikinya untuk mempengaruhi tindakan- tindakan dan pemikiran dari yang tidak berkuasa. Kekuasaan kepada Power to) adalah hal penting bagi kemampuan untuk bertindak; mendayagunakan lembaga dan mewujudkan potensi hak, kewarganegaraan atau suara. Kekuasaan di dalam Power within sering mengacu pada upaya memperoleh identitas diri, kepercayaan diri dan kesadaran yang merupakan prasyarat untuk bertindak. Kekuasaan dengan Power

with mengacu pada sinergi yang bisa muncul melalui kemitraan dan kerjasama

Modul SAMBUNGKAN….! )nteraksi Organisasi Masyarakat Sipil dengan Pembuat Kebijakan di Indonesia. Page 50

Pandangan saya tentang kekuasaan dibentuk oleh pengalaman saya terlibat dalam hubungan kekuasaan di dalam sebuah keadaan tertentu. Sebagai ilmuwan muda yang baru lulus, saya bekerja dengan warga akar rumput di sebuah lembah pertambangan terpencil di salah satu wilayah paling miskin di Amerika Serikat. Mereka berupaya menuntut hak-hak politik, ekonomi dan sosial berhadapan dengan pemerintah dan pemilik perusahaan tambang yang berkantor pusat di London. Pandangan konvensional tentang demokrasi dan kekuasaan di AS yang saya pelajari gagal menjelaskan kenyataan yang saya hadapi. Walaupun pelanggaran hak-hak demokratis, ketimpangan kesejahteraan yang besar dan kondisi lingkungan hidup yang mengerikan bisa dijumpai di mana saja, hanya ada sedikit konflik nyata atau tindakan untuk mengubah hal-hal tersebut.

Ada sesuatu tentang kekuasaan yang membuatnya tidak saja mengalahkan suara-suara yang muncul, tetapi juga, entah bagaimana, dari waktu ke waktu, suara-suara tersebut telah dibisukan sama sekali.2 Kebanyakan dari kajian saya kemudian beralih kepada bagaimana warga memperoleh kembali perasaan atas kemampuan mereka untuk bertindak, dan bagaimana mereka memobilisasi diri agar masalah mereka didengar dan ditanggapi di dalam agenda publik. Selama hampir 20 tahun, dari pertengahan 1970-an hingga pertengahan 1990-an, sambil mengajar dan meneliti di Universitas Tennesse, saya juga terlibat dengan LSM yang bekerja untuk pemberdayaan akar rumput di Higlander Centre di Selatan AS. Kebanyakan dari pendekatan kami adalah menemukan cara untuk memperkuat kapasitas dari warga kebanyakan dan mengkaji dan menantang ketimpangan kekuasaan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Setelah bergabung dengan Institute for Development Studies (IDS) pada pertengahan 1990-an, saya meneruskan kerja di bidang paritisipasi warga dan keterlibatan di beberapa belahan dunia lain. Di dalam lapangan pembangunan internasional, saya menjumpai begitu banyak pendekatan tentang partisipasi dalam penelitian dan pembelajaran, advokasi dan mobilisasi komunitas, penilaian kemiskinan dan proses kebijakan, tata-kelola lokal dan desentralisasi, dan pendekatan berbasis hak dan pembangunan kewargaan (citizenship building). Pada saat yang sama, dengan meningkatnya penerimaan pendekatan-pendekatan tersebut dalam diskursus arus utama pembangunan, banyak dari pendekatan ini beresiko menjadi masalah teknis belaka dimana orang tidak cukup memberikan perhatian pada hubungan kekuasaan di dalam dan sekitar penggunaan teknik-teknik tersebut. Seiring dengan keprihatinan tersebut, kajian kami di Kelompok Partisipasi di IDS dan banyak rekan kerja kami yang lain mulai mencari pendekatan-pendekatan yang meletakkan kembali pemahaman atas kekuasaan di pusat pemahaman kami atas konsep-konsep dan praktik-praktik partisipasi.

Kajian saya sendiri terpusat pada irisan kekuasaan dengan proses pelibatan warga di dalam tata-kelola di tingkat lokal, national dan global. Bersama dengan Anne Marie Goetz, kami mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai ruang-ruang yang paling penting yang mana yang dapat digunakan warga untuk terlibat di dalamnya, dan bagaimana mendorong suara warga dari akses, ke kehadiran, ke pengaruh (Goetz dan Gaventa, 2001). Bekerja dengan rekan lain, saya mengkaji bagaimana warga yang ikut serta di dalam ruang-ruang kebijakan yang melingkupi pengurangan kemiskinan, dan

Modul SAMBUNGKAN….! )nteraksi Organisasi Masyarakat Sipil dengan Pembuat Kebijakan di Indonesia. Page 51 menyimpulkan agar kita bergerak dari kebijakan ke kekuasaan Brock et al. 2004). Melalui Pusat Kajian Pembangunan untuk Kewargaan, Partisipasi dan Akuntabilitas, saya bekerja dan belajar bersama kelompok peneliti, dipimpin oleh Andrea Cornwall dan Vera Coehlo, yang meneliti ruang-ruang dan dinamika-dinamika partisipasi warga (Cornwall and Coehlo 2004; 2006). Beberapa kajian lain, melalui LogoLink3 memusatkan perhatian pada partisipasi warga di tingkat lokal. Penelitian lain berpusat pada aksi global warga (Edwards and Gaventa 2001). Di semua wilayah kajian ini, isu kekuasaan dan yang berkaitan dengan proses pelibatan warga, partisipasi dan bentuk- bentuk demokrasi yang diperdalam selalu muncul di permukaan.

Selanjutnya kami mulai mencari pendekatan-pendekatan yang dapat membuat perspektif kekuasaan yang implisit menjadi lebih eksplisit, dan yang dapat membantu memeriksa keterhubungan dari berbagai bentuk kekuasan yang kita temui pada ruang- ruang dan seting politik yang beragam. Mengembangkan kajian saya sebelumnya yang

mengacu pada tiga dimensi kekuasaan yang dikembangkan oleh Steven Lukes (Lukes,

1974; Gaventa, 1980), saya melihat bahwa tiga dimensi kekuasan yang diajukan Luke harus pula dipahami dalam kaitannya dengan bagaimana ruang-ruang bagi pelibatan warga diciptakan, dan tingkat kekuasaan (dari lokal ke global), dimana ruang-ruang itu berada. Memahami masing-masing tiga elemen ini –ruang, tingkat/ranah, dan bentuk kekuasaan—sebagai dimensi yang terpisah tetapi saling berhubungan, dan masing- masing dimensi tersebut memiliki setidaknya tiga komponen di dalamnya, maka dimensi-dimensi ini ketika dijalin bisa digambarkan menjadi sebuah kubus kekuasaan (gambar 1). Dengan menggunakan kerangka ini, menurut pendapat saya, kita bisa mulai menilai kemungkinan-kemungkinan tindakan transformative di dalam berbagai ruang- ruang politik. Lebih jauh lagi, pendekatan ini bisa menjadi alat refleksi bagi para aktivis dan praktisi untuk memetakan jenis-jenis kekuasaan yang akan kita tantang, dan strategi untuk melakukannya.

Modul SAMBUNGKAN….! )nteraksi Organisasi Masyarakat Sipil dengan Pembuat Kebijakan di Indonesia. Page 52 Beberapa pihak berpendapat bahwa gambar kubus tersebut gambar beresiko menjadi terlalu statis dalam menggambarkan kekuasaan, bagi sebagian praktisi, pendekatan ini terlihat memiliki gaung. Kami telah menggunakan ini untuk lembaga- lembaga donor sebagai alat refleksi strategi mereka di Negara-negara berkembang, dan mendorong refleksi-diri terhadap kekuasaan yang mereka jalankan sebagai lembaga donor (Development Research Centre, 2003). Saya telah menggunakan berbagai pengetahuan ini di dalam lokakarya mengenai peningkatan kapasitas politik Ornop di Indonesia, khususnya menganalisis dan merefleksi cara-cara mereka bergerak dari kerja-kerja penguatan partisipasi lokal kearah pelibatan ke tingkat nasional. Bersama rekan kerja saya di Just Associates –yang telah lama menguji coba pendekatan- pendekatan analisis kekuasaan menggunakan pendidikan popular—pendekatan kubus kekuasaan ini juga kami gunakan dalam lokakarya internasional bersama para pelaku pendidikan popular, juru kampanye dan pekerja pembangunan dari serikat-serikat buruh dan Ornop Internasional untuk bertukar pikiran tentang bagaimana membangun hubungan antara pengetahuan lokal dan mobilisasi dan kerja-kerja advokasi internasional yang lebih luas dalam rangka menantang kekuasaan ekonomi global (Just Associates, 2006).4 Lebih jauh lagi, kerangka ini memberikan sumbangan pada evaluasi terhadap Penilaian Partisipasi Masyarakat Sipil di negara-negara yang didukung oleh Cordaid, Hivos, Novib dan Plan Netherlands 1999- , dimana kerangka ini diterapkan di Colombia, Guinea, Guatemala, Uganda dan Sri Lanka ((Guijt, 2005; Gaventa, 2005).

Dalam artikel ini, saya mengurai lebih jauh sisi-sisi yang berbeda, atau dimensi-dimensi kubus, dan kemudian melihat keterhubungan diantara mereka. Saya menutupnya dengan memberikan contoh-contoh lebih jauh tentang bagaimana pendekatan ini terlah diterapkan untuk memahami kekuasaan secara kritis.

Modul SAMBUNGKAN….! )nteraksi Organisasi Masyarakat Sipil dengan Pembuat Kebijakan di Indonesia. Page 53

Dalam dokumen SAMBUNGKAN Upaya Memperkuat Hubungan Mas (Halaman 50-54)