• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berbagai Rintangan Utama yang Menghambat Pertumbuhan Keuangan Syariah dan Menghalangi Kontribusi Aktifnya terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional

Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk mendukung pertumbuhan keuangan syariah. Namun, ketiadaan kepemimpinan (champion) nasional menyebabkan kurangnya koordinasi antara para pemain. Terlepas dari komitmen yang kuat dan usaha yang sungguh- sunguh dari semua pemangku kepentingan, fokusnya terletak pada tujuan masing-masing pihak dan bukan prioritas nasional, sehingga tidak terdapat keterpaduan antara berbagai strategi, rencana, dan prioritas dari para pemangku kepentingan.

Meskipun regulasi keuangan syariah di Indonesia lebih komprehensif dibandingkan dengan sebagian besar negara lain, regulasi tersebut terfragmentasi dan membutuhkan penegakan dalam berbagai bidang tertentu untuk menghasilkan dukungan yang memadai terhadap pertumbuhan keuangan syariah. Beragam undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan keuangan syariah di Indonesia mencerminkan beragamnya lembaga yang beroperasi dalam industri keuangan syariah. Perbedaan ukuran dan pengoperasian lembaga-lembaga ini menutup kemungkinan untuk mengadopsi model hukum universal yang berlaku bagi semua jenis entitas hukum keuangan. Hal ini menjelaskan alasan terdapatnya banyak undang-undang dan regulasi yang dikeluarkan di Indonesia untuk menghadapi

28 Agregat Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah pada bank konvensional dan BPR Syariah

29 Agregat bank umum konvensional dan BPR konvensional (idak termasuk Unit Usaha Syariah pada bank umum konvensional)

berbagai tantangan yang menyangkut masing-masing lembaga ini. Namun, keadaan ini berpotensi menyebabkan duplikasi, celah, dan inkonsistensi. Kurangnya penegakan[30] terhadap persyaratan regulatif tertentu merupakan hambatan yang lain.

Dukungan dari pemerintah juga dibutuhkan, yakni berupa kebijakan untuk memberikan kesempatan yang setara untuk industri keuangan syariah, dengan menambahkan beberapa bank syariah sebagai mitra pemerintah untuk urusan operasional keuangan serta mendorong kementerian dan BUMN untuk lebih sering menggunakan layanan perbankan syariah, menyimpan deposito di bank syariah dan menawarkan pegawai[31] mereka pilihan untuk menggunakan layanan keuangan syariah.

Industri keuangan syariah di Indonesia amat berkonsentrasi pada sektor ritel, dimana pemahaman di sektor ini akan produk keuangan syariah masih amat terbatas. Sebagian besar nasabah di industri ini berasal dari segmen pasar minoritas yang loyal, sementara segmen pasar mayoritas berupa nasabah rasional sulit membedakan antara keuangan konvensional dan keuangan syariah serta sulit memahami nilai yang ditawarkan oleh keuangan syariah kepada mereka. Sektor korporasi dan UKM juga memiliki kontribusi yang masih minim dalam keuangan syariah karena alasan yang sama. Berbagai usaha sosialisasi oleh para pemain industri selama ini bersifat individu dan terfragmentasi, sehingga dibutuhkan pendekatan yang lebih terpadu untuk meningkatkan pemahaman masyarakat yang lebih menyeluruh tentang keuangan syariah.

Semua pemain keuangan syariah mengeluhkan kualitas sumber daya manusia yang buruk, tetapi mereka belum berinvestasi cukup banyak dalam pengembangan sumber daya manusia. Paradoks ini tercermin dalam persepsi umum terhadap berbagai lembaga keuangan syariah, terutama di antara para nasabah rasional dalam pasar ritel serta sektor korporasi dan UKM yang semuanya menganggap lembaga keuangan syariah sebagai opsi sekunder dengan kelas yang lebih rendah dibandingkan dengan pemain konvensional. Kurangnya variasi produk dan biaya yang relatif lebih tinggi yang ditawarkan

oleh pemain keuangan syariah semakin memperkuat persepsi ini. Usaha signiikan dalam memperluas

variasi produk dan meningkatkan kualitas layanan di berbagai lembaga keuangan syariah dibutuhkan untuk menjadikan sistem keuangan syariah lebih menarik bagi berbagai jenis nasabah. Para pemain keuangan syariah perlu lebih inovatif dan menciptakan skala ekonomi untuk mendorong harga yang lebih kompetitif. Mereka juga perlu berinvestasi lebih banyak dalam pengembangan sumber daya manusia

dengan menawarkan jalur terstruktur untuk kemajuan karier lewat berbagai kualiikasi spesialisasi yang

diakui secara nasional kepada staf mereka.

Berbagai Bank Umum Syariah kini beroperasi dengan modal yang relatif kecil dibandingkan dengan pesaing konvensional mereka. Keterbatasan modal menghambat kapasitas mereka untuk menarik bisnis yang memberikan imbalan lebih banyak dan berkualitas lebih tinggi, mendapatkan dan mempertahankan staf yang berkualitas baik, berinvestasi dalam inovasi produk dan pengembangan sumber daya manusia. Sistem teknologi informasi yang digunakan oleh sebagian besar Bank Umum Syariah tidak secanggih yang digunakan oleh pesaing konvensional mereka. Bank Umum Syariah membutuhkan modal yang lebih besar agar dapat meningkatkan kapabilitas mereka untuk memanfaatkan kesempatan yang ada di pasar. Di pihak lain, Unit Usaha Syariah bank konvensional biasanya diuntungkan oleh modal dan infrastruktur milik bank induk mereka yang lebih kuat, sehingga mampu mengakses transaksi

30 Misalnya pendataran BMT sebagai koperasi pada Kementerian Koperasi dan UKM, pendataran Lembaga

Amil Zakat (LAZ) pada Badan Amil Zakat Nasional atau pembelanjaan efekif sebesar 5% untuk pelaihan belum teramai dan idak terdapat sanksi yang diterapkan bagi pemain yang idak mematuhi regulasi-regulasi

ini.

31 Sebagian besar pegawai negeri belum dapat menerima gaji mereka dalam rekening bank syariah karena idak

ada bank syariah dalam datar bank operasional pemerintah. Demikian juga, pemerintah idak menawarkan pegawainya pilihan untuk memiliki dana pensiun syariah dan perlindungan takaful sebagai bagian dari skema pensiun pegawai negeri dan skema perlindungan asuransi.

yang lebih besar dan lebih menguntungkan. Namun, persyaratan yang memberatkan bagi Unit Usaha Syariah untuk memisahkan diri dan menjadi bank umum syariah pada tahun 2023 menjadikan pihak manajemen dan pemegang saham mereka gelisah. Mereka takut kehilangan kemampuan mereka untuk melakukan bisnis menguntungkan yang kini mereka nikmati, karena terdapat kemungkinan kemerosotan dalam peringkat Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) mereka,[32] kecuali jika mereka dapat memiliki tingkat modal yang sama pada tahap pemisahan diri (spin-of) yang mungkin menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.

Sektor keuangan mikro syariah mempunyai masalah spesiiknya sendiri. Dua masalah utama yang

dihadapi oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah ketidakcukupan modal dan persaingan kuat dengan bank-bank konvensional yang memperluas operasi mereka ke pasar keuangan mikro yang menguntungkan. BMT memainkan peran penting dalam masyarakat pada tingkat akar rumput, namun sampai sekarang banyak yang belum terdaftar secara formal, sehingga menjadi ancaman dari sudut pandang perlindungan konsumen. Kurangnya kompetensi adalah persoalan terbesar yang dihadapi oleh BMT yang dikarenakan oleh ukuran mereka yang amat kecil dan kapabilitas mereka yang terbatas untuk menawarkan tingkat layanan yang memadai bagi nasabah mereka. Masalah tersebut perlu dibawa

ke ranah regulasi serta dibantu dengan beberapa solusi eisien untuk memperkuat tingkat kompetensi

dan kepatuhan BMT terhadap persyaratan regulasi yang minimal.

Sebagai suatu konsep, takaful memiliki daya tarik yang jauh lebih luas bagi nasabah loyal, rasional, dan bahkan non-Muslim. Oleh karena itu, di negara dengan tingkat penetrasi yang rendah untuk produk asuransi namun bertumbuh dengan cepat karena perkembangan kelas konsumen, takaful memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk sukses dan bersaing dengan asuransi konvensional. Kendati demikian, berhubung instrumen investasi untuk perusahaan takaful masih kurang memadai, kinerja sektor takaful terganggu dan kurang kompetitif. Memperluas rentang instrumen investasi syariah amat penting untuk mendukung pertumbuhan keuangan syariah, khususnya takaful yang juga membutuhkan penegakan regulasi menyangkut standardisasi. Sektor-sektor lain dalam industri keuangan syariah termasuk perusahaan pembiayaan, modal ventura, penjaminan syariah, dan lain sebagainya juga membutuhkan regulasi khusus dan kebijakan pemerintah untuk mendukung pertumbuhan mereka. Pasar sukuk mencapai Laju Majemuk Pertumbuhan Tahunan (CAGR) yang mantap, sebesar 63,56% sejak tahun 2002 sampai dengan 2015, namun ukuran keseluruhannya masih amat kecil dibandingkan pasar obligasi secara keseluruhan. Pasar sukuk didominasi oleh penerbitan sukuk pemerintah dan hanya terdapat sedikit sukuk korporasi. Berbagai korporasi menganggap menerbitkan sukuk terlalu rumit, sehingga lebih memilih obligasi konvensional yang juga memiliki biaya lebih sedikit daripada sukuk. Di pihak lain, para investor syariah Indonesia menuntut harga premium untuk investasi mereka dalam sukuk karena risiko yang menyangkut kurangnya likuiditas dalam pasar sukuk. Terdapat dua faktor utama yang mengganggu pertumbuhan permintaan sukuk: kurangnya likuiditas dalam pasar sukuk karena pasar sekunder yang kurang berkembang serta perlakuan akuntansi untuk sukuk yang tampaknya tidak memadai dan membatasi permintaan terhadap sukuk. Selain itu, terdapat perilaku ‘menyimpan sampai jatuh tempo’ (hold to maturity) yang diperlihatkan oleh banyak investor sukuk yang merupakan investor jangka panjang (yaitu perusahaan takaful, dana pensiun, dan lain-lain). Investor jangka pendek sampai menengah tidak membeli sukuk dalam jumlah besar karena persoalan likuiditas. Pada sisi penawaran, kurangnya kesadaran di antara penerbit sukuk dan biaya penerbitan sukuk yang agak tinggi menghambat pertumbuhan pasar sukuk.

Di Indonesia, belum terdapat bank investasi syariah. Beberapa Bank Umum Syariah menawarkan layanan investasi, tetapi tidak berspesialisasi pada bidang ini atau tidak memiliki kapasitas keuangan

32 Sekarang ini, Unit Usaha Syariah bank konvensional dimasukkan dalam kategori BUKU yang sama seperi bank

untuk memimpin atau berpartisipasi secara signiikan dalam transaksi besar. Unit Usaha Syariah pada

beberapa bank konvensional besar berkinerja lebih baik dalam pasar investasi dibandingkan Bank Umum Syariah, tetapi kapabilitas mereka juga terbatas. Dengan demikian, terdapat kesenjangan besar dalam pasar yang perlu diisi oleh bank investasi syariah yang akan memiliki kapabilitas teknis dan

kedalaman inansial yang dibutuhkan.

Kinerja dana keagamaan, termasuk dana Haji dan Zakat dan pengelolaan Wakaf, selama ini belum optimal karena investasi dan manajemen yang tidak memadai. Kurangnya informasi dan persoalan transparansi lainnya menyebabkan kurangnya kepercayaan dari masyarakat terhadap badan-badan yang mengelola dana-dana tersebut. Tidak ada strategi investasi yang dipublikasikan untuk dana-dana ini dan fakta bahwa pemrosesan dana-dana keagamaan tersebut tidak disimpan dan tidak dipertahankan secara keseluruhan dalam rekening bank syariah hanyalah salah satu contoh dari banyaknya kegagalan pengelolaan dana-dana keagamaan ini yang tidak hanya amat penting dari sudut pandang agama, tetapi juga dimaksudkan untuk memainkan peran kunci dalam meningkatkan aspek sosial dan ekonomi kaum

Muslim. Regulasi mengenai dana-dana tersebut perlu ditingkatkan secara signiikan dan ditegakkan

secara tegas untuk meningkatkan tata kelola dalam struktur manajemen dana-dana ini, membentuk transparansi dan memulihkan keyakinan dan kepercayaan publik.

Berbagai persoalan lain dalam industri keuangan syariah mencakup kesenjangan dalam kerangka kerja tata kelola syariah yang meningkatkan kerumitan operasional, menyebabkan penundaan, dan menambah biaya dalam beberapa kasus. Berbagai batasan yang sekarang ada terhadap kepemilikan asing yang mungkin memiliki dampak negatif terhadap ketertarikan investor asing untuk berinvestasi dalam berbagai proyek baru dan kurangnya interaksi dengan pasar internasional telah menghambat pembentukan gagasan-gagasan baru serta pembangunan keahlian dan pengetahuan yang berkaitan dengan keuangan syariah.

Terlepas dari tingkat pertumbuhan signiikan yang dialami oleh industri keuangan syariah di Indonesia

selama 20 tahun terakhir, kinerja keseluruhan dari industri ini belum memadai dan tidak memuaskan. Industri ini masih amat kecil, tidak kompetitif, dan dapat menjadi rentan dalam menyongsong integrasi pasar ASEAN yang akan datang. Untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan perekonomian Indonesia selama beberapa tahun ke depan, maka dibutuhkan sistem keuangan yang jauh lebih kuat dengan beragam sumber pendanaan untuk menopang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional. Keuangan syariah dapat memainkan peran kunci dalam pembangunan ini, tetapi perubahan-perubahan tertentu diperlukan untuk menjadikannya lebih kompetitif dan produktif.

Kelebihan

Stabilitas politik – Indonesia memiliki pemerintahan yang dipilih secara demokratis dan stabil secara politik, yang berkomitmen terhadap pembangunan dan kesejahteraan rakyatnya. Pertumbuhan perekonomian lewat rencana pembangunan jangka panjang telah menuai hasil selama beberapa tahun terakhir dan presiden yang baru telah menjanjikan kondisi dan stabilitas yang lebih baik bagi negara ini.

Kelemahan

Tidak adanya visi bersama – sekarang ini belum terdapat visi yang menyatu diantara pemangku kepentingan, sehingga menghambat pertumbuhan industri keuangan syariah. Para pemangku kepentingan memiliki komitmen, tetapi usaha-usaha mereka terfragmentasi dan tidak selalu bekerja dengan arah yang sama. • Kurangnya koordinasi – beberapa tindakan yang tepat telah diambil saat ini, misalnya