Berdasarkan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro yang baru saja diundangkan (UU No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro), OJK telah diberi kekuasaan luas yang sangat dibutuhkan
untuk mengembangkan, mengatur, dan mengawasi lembaga keuangan mikro (Pasal 28). Sementara UU Lembaga Keuangan Mikro memperkenalkan banyak perkembangan baru yang signiikan pada tatanan
keuangan mikro di Indonesia seperti ketentuan persyaratan modal minimum untuk lembaga keuangan mikro, baik koperasi maupun perusahaan terbatas (Pasal 9), skema perlindungan simpanan minimal, laporan keuangan kuartal wajib menurut standar akuntansi keuangan yang berlaku (Pasal 30), dan langkah-langkah perlindungan konsumen, serta pengungkapan umum kegiatan usaha dan prosedur
pengaduan resmi (Pasal 24 dan 25), masih terdapat beberapa isu yang harus diperhatikan. Meskipun
UU Lembaga Keuangan Mikro secara khusus memungkinkan adanya keuangan mikro berdasarkan prinsip syariah (menetapkan persyaratan untuk DPS), tidak terdapat rincian lebih lanjut atau Peraturan Pelaksanaan khusus untuk lembaga keuangan mikro syariah. Selain itu, UU Lembaga Keuangan Mikro
memaksakan pembatasan geograis pada lembaga keuangan mikro, sehingga jika instansi yang
bersangkutan beroperasi di lebih dari satu kota, terdapat persyaratan otomatis untuk menjadi bank. Peraturan Pelaksanaan baru yang relevan telah diterbitkan, yaitu Peraturan OJK No. 12/POJK.05/2014
tentang Perizinan Lembaga Keuangan Mikro. Peraturan ini menyatakan bahwa lembaga keuangan mikro
hanya diizinkan untuk mengambil bentuk sebagai koperasi atau perseroan terbatas, sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro. Setidaknya 60% dari ekuitas perusahaan keuangan
mikro harus dimiliki oleh pemerintah daerah atau BUMD. Selain itu, kepemilikan maksimal individu dalam perusahaan adalah 20% kepemilikan saham.
Dalam kasus khusus yang relevan dengan keuangan mikro syariah, pasal 10 (f) menyatakan bahwa untuk entitas keuangan mikro syariah, harus terdapat setidaknya satu direktur yang memiliki pengalaman di
bidang pembiayaan mikro syariah. Pasal 12 (2) mengatur bahwa anggota DPS juga harus mendapatkan
rekomendasi dari DSN-MUI dan Pasal 12 (3) memungkinkan anggota DPS untuk digunakan bersama
oleh lebih dari satu lembaga keuangan mikro. Sementara itu, Pasal 13 (3) mensyaratkan persetujuan
dari DSN-MUI untuk jenis akad/perjanjian.
Akhirnya, untuk tujuan merger dan akuisisi, Pasal 15 (4) menyatakan bahwa OJK harus mempertimbangkan
hal-hal berikut sebelum memberikan persetujuan: (i) kelengkapan dokumen; dan (ii) peraturan yang
relevan dan sesuai.
Industri keuangan mikro berkembang sangat cepat di seluruh dunia. Beberapa negara memimpin dalam
model dan praktik terbaik yang berbeda-beda, yang dapat digunakan sebagai tolok ukur. Misalnya,
tingkat industri keuangan mikro di Peru dinilai sebagai salah satu yang terkuat di dunia saat ini, berkat kapasitas pengawasan yang efektif dari regulator utama dan kerangka hukum yang menguntungkan, yang mengesahkan aturan yang ditetapkan, baik untuk lembaga keuangan mikro yang diregulasi maupun nonregulasi. Badan hukum khusus untuk keuangan mikro (EDPYME) didirikan sebagai upaya untuk
mengatur jumlah entitas yang terus meningkat dan beroperasi di bidang ini. Terdapat keuntungan iskal
yang besar bagi organisasi nonregulasi untuk memformalkan diri, berhubung persyaratan EDPYME dan persyaratan modal minimal nonregulasi relatif rendah. Kendati demikian, ketidakmampuan menerima simpanan adalah kelemahan utama dan membatasi kemampuan mereka untuk meningkatkan
modal. Akibatnya, sejumlah EDPYME telah ditingkatkan menjadi lembaga keuangan nonbank, yang
dimungkinkan untuk memberikan layanan penerimaan simpanan (tapi tanpa rekening berjalan atau rekening giro yang dikhususkan bagi bank), dan dapat lebih mudah mengakses pasar modal. Standar akuntansi dan transparansi untuk lembaga keuangan mikro berada di tingkat yang cukup tinggi berkat persyaratan yang ketat oleh regulator dalam menuntut audit eksternal.
dan LSM terlibat dalam keuangan mikro di bawah kewenangan pengawasan dari regulator keuangan utama, yang telah mencabut praktik penipuan menggunakan komisi yang tidak diumumkan atau biaya penutupan. Regulator keuangan utama juga telah meningkatkan transparansi harga melalui pemberlakuan aturan pengungkapan yang lebih ketat dan lebih kuat bagi lembaga keuangan mikro yang diregulasi.
Sistem di Pakistan menyediakan sejumlah bentuk entitas syariah yang berbeda untuk keuangan mikro
dengan pedoman rinci untuk masing-masing entitas. Setiap layanan keuangan mikro syariah harus terdaftar dan dilisensi oleh SBP (Bank Sentral Pakistan). Persyaratan khusus untuk lisensi keuangan
mikro syariah termasuk (a) membentuk dewan syariah (berdasarkan kriteria uji kelayakan dan kepatutan standar untuk Bank Umum Syariah yang lebih besar), (b) memberikan daftar riwayat hidup rinci penasihat syariah yang dicalonkan, (c) menguraikan pelatihan program untuk stafnya, (d) memberikan rincian metode keuangan mikro syariah (yaitu jika bank keuangan mikro konvensional menawarkan
jasa syariah, metodologi untuk memisahkan laba syariah dan nonsyariah). Entitas ini juga harus sesuai
dengan audit internal tahunan dan mempertahankan giro terpisah dengan SBP untuk mempertahankan cadangan likuiditas kas dengan SBP. Lebih jauh lagi, SBP telah menerbitkan aturan kehati-hatian khusus untuk lembaga keuangan mikro syariah, yang lebih sesuai untuk operasi lembaga keuangan mikro
dari bank umum yang lengkap. Dalam hal perlindungan nasabah, pedoman perbankan di Pakistan
menguraikan persyaratan untuk persiapan brosur seputar pertanyaan umum dalam bahasa lokal untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Terdapat juga persyaratan untuk brosur pertanyaan umum tersebut
agar ditempatkan di area yang mudah diakses di kantor cabang dan di situs internet.
Perlu dicatat bahwa salah satu keberhasilan dari sistem keuangan mikro di Pakistan umumnya adalah bahwa melalui peraturan branchless banking yang komprehensif, organisasi ritel besar dan penyedia jaringan seluler, mereka telah berusaha menciptakan bank keuangan mikro mereka sendiri untuk
memperluas jangkauan layanan keuangan mereka. Mengenai perlindungan deposito, Pakistan memiliki
skema perlindungan yang mencakup lembaga keuangan mikro.
Dalam hal keberlanjutan dan keuangan inklusif, terdapat Pakistan Microinance Network (asosiasi informal berdasarkan pertukaran pikiran dan pengalaman antara penyedia keuangan mikro yang beroperasi di Pakistan) dan Program Pembangunan Sektor Kredit Pedesaan (Rural Finance Sector Development Programme/RFSDP), yang digunakan untuk mendorong munculnya lembaga keuangan mikro ke segmen
pasar keuangan termiskin di pedesaan. Di bawah RFSDP, terdapat juga program penguatan kelembagaan
yang terutama berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia.
Bangladesh adalah tempat kelahiran konsep keuangan mikro modern. Di negara ini, untuk mencegah penipuan dan demi kepentingan perlindungan konsumen, pemerintah Bangladesh telah membentuk Otoritas Pengaturan Keuangan mikro (Micro-Credit Regulatory Authority – MRA) untuk memberikan
lisensi dan mengawasi lembaga keuangan mikro. Serupa dengan apa yang diusulkan di Indonesia, di
Bangladesh, kredit koperasi yang menawarkan jasa-jasa deposito dan kredit kepada anggota selalu
didukung. Sebagai bagian dari keberhasilannya dalam hal keuangan inklusif, Bangladesh Bank (Bank Sentral Bangladesh) telah menciptakan sebuah proyek khusus untuk petani yang menawarkan kredit pertanian dan kemampuan untuk membuka rekening bagi modal yang sangat rendah, serta pilihan pembiayaan ulang untuk petani penggarap.
Selanjutnya, Bangladesh Bank telah memberikan penekanan khusus pada kegiatan CSR dengan memberikan arahan kepada bank untuk memperluas alokasi dan jasa keuangan di berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, gizi, olahraga, manajemen bencana, energi terbarukan, pemberdayaan perempuan, dan penyandang cacat, dll.