• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menetapkan Fokus pada Audit Syariah

Memperbaiki Audit Internal

DSN-MUI dan OJK perlu menetapkan persyaratan yang lebih terperinci untuk audit syariah internal dengan cara:

• Memberikan tanggung jawab dan otoritas pada auditor internal spesialis di bidang syariah untuk melakukan audit syariah rutin dan memberikan laporan di bawah koordinasi DPS;

• Menentukan persyaratan bagi lembaga keuangan syariah untuk dapat menciptakan dan menjaga manual audit syariah;

• Mendeinisikan tingkat kompetensi minimum untuk auditor syariah agar dapat menjaga kualiikasi profesional di bidang audit syariah; dan

• Mengenakan sanksi atas kegagalan dalam memenuhi persyaratan ini.

Mendatangkan Audit Eksternal Syariah

• Mewajibkan semua lembaga keuangan yang menyediakan produk dan pelayanan syariah untuk mengimplementasikan audit syariah eksternal yang dilakukan secara independen. Lembaga keuangan ini juga wajib menunjukkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa lembaga ini telah memenuhi persyaratan/pelaksanaan syariah. Surat pernyataan ini diterbitkan oleh auditor eksternal;

• OJK dan DSN-MUI bekerja sama dalam menjabarkan persyaratan, implementasi, kerangka waktu,

dan kualiikasi audit untuk auditor syariah eksternal;

• Persyaratan ini dapat diimplementasikan secara bertahap dimulai dari sektor perbankan agar sumber daya yang dibutuhkan dapat berkembang; dan

• Sektor keuangan mikro syariah mungkin perlu melakukan pertimbangan lebih lanjut untuk melakukan audit eksternal karena faktor biaya. Hal ini dapat disikapi sesuai dengan rekomendasi yang dijelaskan pada masterplan ini (Keuangan Mikro Syariah).

Tujuan Rekomendasi:

• Memperbaiki kerangka kerja tata kelola syariah untuk mendukung laju pertumbuhan yang cepat pada industri keuangan syariah sesuai dengan Masterplan;

• Meningkatkan transparansi, eisiensi, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam pelaksanaan syariah;

• Menciptakan sinergi dengan mengeliminasi konlik kepentingan, merampingkan proses, pemisahan tanggung jawab antara para ulama atau ahli syariah di berbagai tingkat (manajemen/tata kelola) yang berbeda;

• Memberikan kebebasan lebih luas bagi DSN-MUI, memberikan lingkungan yang lebih produktif dan juga kesetaraan kesempatan untuk para ulama atau ahli syariah;

• Membangun fondasi dan sarana yang lebih kuat untuk melahirkan ulama atau ahli syariah di masa depan yang memiliki kemampuan dan profesionalisme tinggi, siap menghadapi tantangan baru dalam inovasi produk, juga mampu memelihara laju pertumbuhan dalam industri ini; dan

Jumlah orang yang bekerja di lembaga keuangan syariah yang memegang izin dari OJK (termasuk Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) hingga akhir 2015 terhitung sebanyak 60.918 orang. Tetapi, jumlah total orang yang dipekerjakan oleh industri keuangan syariah tidak dapat diketahui karena tidak adanya data mengenai jumlah BMT yang diperkirakan mencapai sekitar 5.500 lembaga. Meskipun demikian, bidang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan permasalahan

utama dalam industri keuangan syariah Indonesia, sebagaimana diidentiikasi oleh penelitian kualitatif

dalam konteks Masterplan.

Retensi staf merupakan tantangan umum pada pasar yang dinamis. Oleh sebab itu, strategi SDM yang terintegrasi sangat diperlukan untuk mendorong kepercayaan diri, loyalitas, dan stabilitas bagi para karyawan maupun para penyedia lapangan kerja. Saat ini penyedia lapangan kerja di bidang keuangan syariah Indonesia memilih untuk tidak berinvestasi pada pengembangan SDM karena tingkat pergantian atau keluar masuknya karyawan sangat tinggi.

Kualitas yang rendah dan tingkat pergantian karyawan yang tinggi sangat merugikan para pelaku sektor syariah, dalam hal ini berupa kesempatan yang hilang dan kinerja yang buruk. Secara keseluruhan, kinerja yang rendah dari para pelaku sektor syariah pada akhirnya membuat mereka kekurangan dana yang diperlukan untuk merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas. Untuk itu, diperlukan tindakan baru untuk mendorong para pelaku ini untuk berinvestasi dalam pengembangan SDM dengan cara membuat perubahan-perubahan dalam aturan pekerjaan. Kewajiban saat ini untuk mengalokasikan 5% dari anggaran tahunan untuk pelatihan[83] perlu dilaksanakan dengan baik, karena saat ini belum diimplementasikan seluruhnya dan tidak ada sanksi dari OJK mengenai hal ini.

Di sisi lain, remunerasi tidak dapat dinaikkan dalam waktu singkat. Pengaturan taktis diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Lembaga keuangan syariah perlu didorong untuk memperkecil kesenjangan remunerasi dengan menghubungkan kenaikan gaji dengan hasil penilaian kinerja yang seimbang (‘balanced scorecard’). Hal ini mendorong para karyawan untuk menunjukkan kinerja melebihi jangkauan kompetensi dan memberikan lebih dari target yang ditetapkan, termasuk dalam hal pelayanan. Konsolidasi bank-bank syariah, seperti dituliskan dalam Masterplan, akan menciptakan lembaga yang besar dengan keuntungan yang lebih besar pula, dan akan memperluas ruang untuk sumber dana yang diperlukan untuk pengembangan SDM.

Saat ini, pendidikan dan pelatihan mengenai keuangan syariah diadakan secara kurang terencana

dan kurang terstruktur. Belum ada kualiikasi profesional dalam keuangan syariah yang secara resmi

diakui oleh Pemerintah atau badan terkait. Belum ada kurikulum nasional yang terstandardisasi untuk

pendidikan keuangan atau pun sistem nasional untuk sertiikasi, atau pun akreditasi untuk lembaga

pelatihan dan para pengajarnya. Kesenjangan antara teori yang diajarkan di lembaga pendidikan dengan praktik nyata pada industri keuangan syariah seringkali agak menyulitkan bagi lulusan baru.

Para pekerja profesional harusnya didorong untuk mengembangkan keahlian bisnis, mendapatkan

kualiikasi profesional, dan mengejar karier mereka dengan cara pengembangan profesional secara

konsisten. Dengan program pengembangan SDM komprehensif tingkat nasional, lembaga keuangan akan mendapatkan akses ke SDM yang lebih besar/luas dan lebih baik untuk pertumbuhan masa depan yang berkesinambungan.

Malaysia adalah contoh yang baik tentang cara tenaga kerja keuangan syariah didorong menggunakan pengembangan profesional melalui pendidikan dan pelatihan seluruh disiplin ilmu dengan cakupan

83 Peraturan Bank Indonesia No. 5/14/PBI/2003 mengenai Kewajiban untuk Memberikan Dana untuk Pendi-

dikan dan Pelaihan Pengembangan SDM Bank Perkreditan Rakyat. Peraturan Menteri Keuangan No. 426/ KMK.06/2003 mengenai Perizinan dan Manajemen Perusahaan Asuransi dan Perlindungan; dan Peraturan Menteri Keuangan No. 425/KMK.06/2003 mengenai Perizinan dan Pengimplementasian Bisnis Perusahaan Pendukung Bisnis Asuransi.

luas yang ditawarkan pada tingkat yang berbeda-beda. Pemerintah Malaysia mengenalkan insentif khusus[84] bagi penyedia lapangan kerja untuk mendorong mereka berinvestasi dalam pengembangan para karyawan berpotensi. Mereka juga akan mendapatkan fasilitas bebas pajak di luar keuntungan- keuntungan lain yang ditawarkan.

Pada tahun 2006, Malaysia International Islamic Financial Centre (MIFC) atau Pusat Keuangan Syariah Internasional Malaysia diluncurkan untuk mendorong pengembangan industri keuangan syariah dan secara khusus mengembangkan SDM di bidang ini. Bagian dari langkah inisiatif MIFC adalah Centre for Human Capital Development in Islamic Finance atau Pusat Pengembangan SDM Keuangan Syariah. Inisiatif ini mengumpulkan dana sebesar 200 juta RM (sekitar 55,8 juta USD) untuk mendukung pengembangan SDM berpotensi di antara para ahli syariah, dan memberikan fasilitas bebas pajak sebesar 5.000 RM (sekitar 1.370 USD) untuk pengeluaran pendidikan ilmu keuangan syariah bagi warga negara Malaysia.

International Centre for Education in Islamic Finance (“INCEIF”) atau Pusat Internasional untuk Pendidikan Keuangan Syariah didirikan oleh Bank Negara Malaysia pada tahun 2006. Seluruh programnya

diperuntukkan bagi ilmu pascasarjana mengenai keuangan syariah dan sertiikasi berorientasi industri.

Hingga saat ini, mahasiswa telah berdatangan dari lebih dari 70 negara untuk belajar di satu-satunya universitas di dunia yang didedikasikan untuk keuangan syariah. Pendirian universitas ini mencerminkan usaha berkelanjutan dan komitmen Malaysia dalam mengembangkan industri keuangan syariah progresif dengan cara mengembangkan dan meningkatkan SDM intelektual di bidang keuangan syariah.

Dubai Islamic Economy Development Centre (“DIEDC”) atau Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah Dubai adalah inisiatif yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dubai No. 13 Tahun 2013 untuk membantu dan mendorong Dubai sebagai pusat internasional untuk ekonomi syariah. Salah satu program DIEDC meliputi Hamdan Bin Mohammed e-University untuk Ilmu Perbankan dan Keuangan Syariah. Demikian pula untuk Dubai Global Sukuk Centre atau Pusat Sukuk Global Dubai. Kedua pusat ini, disertai inisiatif secara lebih luas, telah menjadi contoh program yang didukung oleh Pemerintah untuk membantu SDM dalam industri keuangan syariah.

Indonesia perlu memulai kurikulum nasional yang terstandardisasi untuk mencakup semua tingkat pendidikan keuangan syariah demi menciptakan keharmonisan teori yang diajarkan di seluruh Indonesia. Lembaga Pelatihan Khusus harus dibentuk untuk menyediakan pelatihan profesional berkualitas tinggi dan menciptakan hubungan dekat antara akademisi dan industri untuk menjamin bahwa para siswa belajar dari para praktisi selama masa pendidikan mereka. Lembaga pendidikan dan pelatihan perlu melibatkan para profesional dan akademisi internasional untuk pembelajaran yang beragam dan membantu siswa untuk memiliki pengetahuan yang lebih luas dan beragam.

Serangkaian kualiikasi profesional yang diakui secara nasional untuk tingkat yang berbeda di semua disiplin ilmu keuangan syariah harus diluncurkan di Indonesia di bawah pengawasan KNKS. Kualiikasi- kualiikasi ini harus disetujui sesuai dengan panduan KNKS, dengan materi diberikan oleh lembaga

dan instruktur pelatihan terakreditasi sesuai dengan panduan KNKS. Hal ini akan membantu lembaga- lembaga ini untuk dapat berinvestasi pada pengembangan SDM dalam cara yang lebih terstruktur untuk mendapatkan hasil yang efektif dan terukur dalam hal kualitas.

Sebagai solusi instan, membangun aliansi strategis dengan penyedia kualiikasi profesional untuk

memberikan solusi jangka pendek akan sangat bermanfaat. Akan tetapi, fokusnya harus tetap

ditekankan untuk mengembangkan kurikulum yang otentik di Indonesia dan berbagai macam kualiikasi dalam jangka menengah. Lembaga-lembaga yang ada di Inggris menawarkan paduan antara kualiikasi

dan pelatihan mengenai keuangan syariah yang baik.

Kolaborasi dengan lembaga sejenis Durham University, Chartered Institute of Securities & Investments untuk “IFQ” (Islamic Finance Qualiication/Kualiikasi Keuangan Syariah) dan Chartered Institute of Management Accountants untuk kualiikasi “CIMA” akan bermanfaat untuk memulai proses yang dapat dilengkapi

dengan kolaborasi dengan universitas INCEIF Malaysia dan BIBF (Bahrain Institute of Banking and Finance) dari Bahrain. Hingga saat ini, tidak ada satu negara pun yang memiliki kurikulum nasional tentang keuangan syariah yang terstandardisasi, namun kebutuhan untuk hal tersebut semakin meningkat, khususnya bagi negara-negara seperti Pakistan yang berada di situasi yang hampir sama dengan di Indonesia. SBP saat ini sedang mengerjakan kurikulum pelatihan nasional dan mempersiapkan tiga penelitian khusus dan pusat pelatihan di seluruh wilayah Pakistan untuk menyikapi kekurangan SDM yang terlatih.

Permasalahan lain di Indonesia adalah kurangnya kualitas kinerja tenaga kerja di posisi manajemen puncak. Sementara program pengembangan SDM yang diajukan mendidik tenaga kerja baru berpotensi untuk jangka panjang, langkah jangka pendek yang dapat dilakukan adalah mendatangkan tenaga kerja asing berkualitas dan berpengalaman di bidang keuangan syariah dari luar negeri untuk ditempatkan di posisi manajemen puncak. Tenaga profesional di bidang keuangan syariah yang memiliki pengalaman internasional ini akan membawa perubahan positif dengan cara mendorong batasan paradigma di Indonesia dan membantu para tenaga profesional lokal untuk dapat berkembang lebih cepat di bawah kepemimpinannya.

Visa kerja khusus seharusnya dapat disediakan untuk lembaga yang ingin merekrut manajer asing guna memfasilitasi dan merampingkan proses ini. Namun, solusi tersebut hanya dibatasi untuk posisi manajemen senior, demi melindungi kepentingan kelompok tenaga kerja lokal. Ini merupakan hal yang umum dilakukan oleh negara GCC atau Dewan Kerja Sama Negara-Negara Teluk. Solusi ini telah membantu tenaga lokal berpotensi untuk belajar dari ahli berpengalaman internasional.

Oman, yang merupakan negara anggota GCC terbaru, telah mengadaptasi keuangan syariah dan mendatangkan mayoritas manajemen tengah dan senior untuk lembaga keuangan syariahnya yang masih baru dan tidak berpengalaman. Hal ini dilakukan karena tidak ada ahli yang tersedia di Oman. Kendati demikian, mendatangkan SDM internasional akan menimbulkan sejumlah tantangan juga, termasuk permasalahan bahasa dan konteks yang kurang familiar di Indonesia.

Untuk menarik para tenaga kerja berpotensi, Malaysia membebaskan pajak dari pendapatan yang diterima oleh tenaga ahli pendatang dalam bidang keuangan syariah. Persetujuan imigrasi yang cepat dan mudah melalui ‘jalur cepat’ untuk para pekerja asing di bidang keuangan syariah dan anggota keluarga mereka.

Rekomendasi