• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percepatan Pertumbuhan

Memfasilitasi Pertumbuhan

Skenario 2: Percepatan Pertumbuhan

• Menerapkan Masterplan secara keseluruhan, termasuk perubahan aturan klasiikasi BUKU, dan menerapkan langkah-langkah berikut:

o Menggabungkan Bank Umum Syariah milik BUMN yaitu Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah menjadi bank tunggal;

o Mengonversi beberapa BUMN bank konvensional (dengan atau tanpa Unit Usaha Syariah) menjadi bank syariah penuh;

o Mendorong bank konvensional swasta untuk diubah menjadi bank syariah penuh dengan cara menawarkan berbagai insentif[55] kepada para pemegang saham;

• Akan ideal untuk memiliki 4 - 6 bank diubah menjadi syariah dalam kurun waktu lima tahun. Dalam skenario, perkiraan yang realistis dari pangsa pasar untuk perbankan syariah akan mencapai 40,4%

pada tahun 2024 seperti yang digambarkan pada Graik G6.

55 Keputusan kembali kepada KNKS untuk memutuskan skenario dan langkah-langkah apa saja yang paling tepat

Graik No. G6: Perkiraan Pertumbuhan Pangsa Pasar Perbankan Syariah (IDR - Percepatan Pertumbuhan)

Pemisahan Unit Usaha Syariah

• Pada proses pemisahan, Unit Usaha Syariah harus memenuhi persyaratan modal sama dengan

Bank Umum Syariah. Untuk memenuhi persyaratan ini, Unit Usaha Syariah akan memiliki pilihan

untuk memiliki modal mereka sendiri atau untuk bergabung dengan Unit Usaha Syariah lain atau dengan Bank Umum Syariah yang ada.

• Pemisahan parsial juga dapat dimungkinkan sesuai dengan kondisi sebagai berikut:

o Sistem Unit Usaha Syariah harus memiliki modal sendiri sesuai dengan persyaratan modal yang sama seperti Bank Umum Syariah;

o Memiliki neraca sendiri, laporan keuangan, dan laporan tahunan; o Menjalankan semua usaha melalui cabang khusus sendiri; akan tetapi

o Unit Usaha Syariah dapat memanfaatkan operasi back-oice dan sistem TI dari bank induk untuk mendapatkan keuntungan skala ekonomi.

• Unit Usaha Syariah yang tidak bisa memenuhi persyaratan modal minimum baru (dan memisahkan diri secara total atau sebagian) atau tidak bergabung dengan Unit Usaha Syariah atau Bank Umum Syariah lain perlu menjual bisnis yang mereka miliki kepada Bank Umum Syariah yang sudah ada.

Mengembangkan Likuiditas Pasar bagi Bank Umum Syariah (dan Unit Usaha Syariah)

• Menetapkan dasar yang berbeda untuk Sertiikat Bank Indonesia Syariah, selain akad/perjanjian

ju’alah, seperti yang berdasarkan akad wakalah, musyarakah, atau murabahah, yang bisa berupa akad jangka pendek dan menengah, serta menjadi layak jual dari perspektif syariah;

• Bank Indonesia dapat berpartisipasi dalam mendirikan suatu usulan baru Dana Sukuk Nasional/

National Sukuk Fund (sebagai salah satu mitra pendiri). BI kemudian dapat mengeluarkan Sertiikat

Syariah jenis baru yang dapat diperdagangkan dengan didukung oleh saham di Dana Sukuk Nasional; • Bank Indonesia dapat mengelola sertiikat syariah baru dengan menggunakan Scriptless Securities

• Bank Indonesia juga dapat memberikan proses baru yang serupa proses Repo (kepemilikan

kembali) untuk sertiikat syariah baru yang bisa digunakan untuk meniru efek Repo tetapi memiliki

aspek kepatuhan syariah.

Tujuan Rekomendasi:

• Memberikan kekuatan inansial yang diperlukan Bank Umum Syariah untuk melakukan perubahan

besar dan melakukan bisnis yang lebih menguntungkan secara inansial;

• Menciptakan skala ekonomi bagi bank-bank syariah untuk meningkatkan eisiensi dan proitabilitas mereka;

• Mempercepat pertumbuhan pangsa pasar melalui konsolidasi; • Mengisi kesenjangan perbankan investasi di pasar perbankan syariah;

• Memfasilitasi proses permisahan untuk Unit Usaha Syariah di masa depan secara lebih berkelanjutan;

• Meningkatkan pengelolaan likuiditas lembaga perbankan syariah; dan

• Meningkatkan perlindungan konsumen untuk nasabah perbankan syariah dengan skema penjaminan simpanan yang lebih komprehensif dan benar-benar memenuhi aspek kepatuhan syariah.

(Rekomendasi lain tentang kebijakan pemerintah, pengembangan SDM dan produk, dll., yang dipaparkan

dalam Bagian E, akan memberikan dukungan yang signiikan sebagai pelengkap rekomendasi dalam

Keuangan mikro selalu dilihat sebagai suatu sistem keuangan inklusif yang menyediakan sarana untuk

pembangunan ekonomi, pemberdayaan sosial, dan pengentasan kemiskinan.  Karakteristik sistem

keuangan mikro berjalan selaras dengan tujuan sistem keuangan syariah dan bersama-sama keduanya dapat memberikan solusi jangka panjang yang mutakhir untuk mendukung kesejahteraan masyarakat yang kurang beruntung.

Sektor keuangan mikro syariah Indonesia mungkin adalah yang terbesar di dunia dan telah memainkan peranan penting dalam membangun fondasi keuangan syariah di negara ini dengan cara pengentasan kemiskinan dan keuangan inklusif, dengan menyediakan jasa keuangan yang memenuhi aspek kepatuhan syariah untuk rumah tangga berpenghasilan rendah di negara ini.

Sejarah

Sektor keuangan mikro syariah Indonesia terutama terdiri dari dua jenis lembaga, yaitu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPRS dan lembaga koperasi berukuran kecil yang disebut Baitul Maal wat Tamwil atau BMT. Pengoperasian sektor keuangan mikro syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1991 ketika

BPRS pertama kali didirikan, diikuti oleh pendirian BMT pertama di Jakarta pada tahun 1992.

Pada tahap awal, BMT lebih fokus pada pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah.  Namun, dengan

didirikannya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil atau PINBUK dan Dompet Dhuafa (LAZ pertama di Indonesia) pada tahun 1995, fokus BMT bergeser lebih ke arah penyediaan pembiayaan untuk masyarakat kalangan bawah.

Jumlah pasti BMT tidak diketahui karena banyak di antara mereka tidak terdaftar dan beroperasi secara

informal, sementara sebagian lain telah terdaftar sebagai koperasi. Perkiraan tidak resmi menyebutkan jumlah BMT antara 4.500 dan 5.500 di seluruh Indonesia. Namun, BMT yang telah terdaftar sebagai

koperasi (tetapi belum ditetapkan lewat peraturan) adalah 1.197 Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)[56] dan 2.163 unit koperasi syariah (Unit Usaha Syariah) pada akhir tahun 2014. Hal ini sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Kementerian Koperasi & UKM Indonesia.

BPRS adalah itur unik dari industri keuangan syariah Indonesia. Unit berukuran kecil ini, yang sering

berupa bank daerah, aktif di wilayah pedesaan dan pinggiran kota serta menawarkan produk dan layanan dasar termasuk deposito dan fasilitas pembiayaan meskipun tidak menyediakan rekening berjalan atau

buku cek. Di sisi lain, beberapa dari BPRS ini menawarkan kartu ATM dengan menggunakan jaringan ATM bank-bank syariah besar. Bank mikro swasta ini disahkan dan diatur oleh OJK yang menghitung

bahwa terdapat 163 BPRS yang beroperasi di seluruh Indonesia pada akhir 2015.

BPRS dan BMT memiliki linkage program dengan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dari

bank konvensional dalam penyediaan dana untuk kegiatan pembiayaan mereka. Kedua jenis lembaga

keuangan mikro ini juga menerima simpanan dari nasabah mereka yang mereka gunakan dalam aset keuangan.

Sepanjang penelitian ini, perwakilan BPRS dan BMT mengeluh tentang kurang jelasnya batas antara perbankan dan keuangan mikro dan menyuarakan keprihatinan mereka tentang kanibalisasi pasar

56 Berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi & UKM No. 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tanggal 25 September 2015,

karena mereka mengamati peningkatan bertahap dari Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang mendalami segmen keuangan mikro.