• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Lembaga Pembiayaan

Segmen Lembaga Pembiayaan di Indonesia terdiri atas tiga jenis lembaga, yaitu perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur. Layanan-layanan yang ditawarkan oleh Lembaga Pembiayaan dapat didasarkan pada prinsip keuangan syariah maupun dengan cara peminjaman konvensional.

Pengembangan nyata segmen Lembaga Pembiayaan berawal pada tahun 1988 dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988, yang kemudian diikuti oleh Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988. Dengan peraturan-peraturan ini, pemerintah memperluas kesempatan bagi lembaga pembiayaan dengan cara memperluas cakupan aktivitas mereka, sehingga meliputi sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), pembiayaan konsumen (consumer inancing), modal usaha (venture capital), dan kartu kredit.

Dukungan pemerintah untuk Lembaga Pembiayaan berlanjut dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006, yang memperluas cakupan perusahaan pembiayaan sehingga mereka dapat menyediakan pembiayaan konsumen di samping daftar aktivitas yang diizinkan sebelumnya. Peraturan Per-03/BL/2007 dan Per-04/BL/2007 yang dikeluarkan pada tahun 2007 memungkinkan Perusahaan Pembiayaan untuk menyediakan layanan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Peraturan- peraturan ini diikuti oleh Keputusan Presiden No. 9 tahun 2009, yang menggantikan Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988 dan melengkapi peraturan yang sudah ada tentang lembaga pembiayaan dengan

memberikan deinisi yang jelas tentang ketiga jenis pembiayaan dan menguraikan cakupan aktivitas

masing-masing. Khusus mengenai Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah juga telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014.

Perkembangan Hingga Saat Ini

Jumlah Lembaga Pembiayaan yang beroperasi menurut prinsip-prinsip keuangan syariah telah tumbuh dari hanya 14 lembaga pada tahun 2011 menjadi 44 lembaga pada tahun 2015, seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel No. J1: Lembaga Pembiayaan dalam Industri Keuangan Syariah (2011-2015)

Jenis Lembaga Pembiayaan Syariah 2011 2012 2013 2014 2015 Perusahaan Pembiayaan Syariah (Full Fledge) 2 2 2 3 3 Perusahaan Pembiayaan Syariah (Unit Usaha Syariah) 12 33 42 41 37 Perusahaan Modal Ventura Syariah (Full Fledge) - - 4 4 4 Perusahaan Modal Ventura Syariah (Unit Usaha

Syariah) - - - - 2

Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Syariah - - - - -

Total 14 35 48 48 44

Sumber: OJK

Meningkatnya kebutuhan terhadap layanan dan produk keuangan syariah dalam segmen Perusahaan Pembiayaan telah mendorong sejumlah besar perusahaan pembiayaan konvensional untuk membentuk unit usaha syariah. Sebagai akibatnya, sejumlah unit usaha syariah telah tumbuh dari 12 pada 2011 menjadi 37 pada 2015. Namun, tidak terdapat perusahaan pembiayaan infrastruktur syariah hingga akhir 2015.

Perusahaan pembiayaan syariah dan Unit Usaha Syariah menawarkan beragam produk pada pelanggan mereka, termasuk Murabahah, Hiwalah, Ijarah, dan Ijarah Muntahiya Bittamlik. Namun, pada umumnya fasilitas pembiayaan ditawarkan menggunakan kontrak Murabahah (90,94% pada akhir tahun 2015), sementara sisanya menggunakan kontrak Ijarah (0,86%) dan kontrak Ijarah Muntahiya Bittamlik (8,20%). Pertumbuhan aset perusahaan pembiayaan syariah mencapai Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (CAGR) yang mengesankan sebesar lebih dari 54,57% antara 2011 dan 2015, sementara angka aset total bertambah dari 4,3 triliun rupiah pada 2011 menjadi 24,55 triliun rupiah pada 2015 sebagaimana

Graik No. J1: Pertumbuhan Aset Perusahaan Pembiayaan Syariah (2011 – 2015)

Sumber: OJK

Pada segmen Lembaga Pembiayaan Syariah, perusahaan pembiayaan menjadi pemain utama ketika empat perusahaan modal ventura syariah baru-baru ini mulai beroperasi pada tahun 2013. Namun, modal ventura mulai mengalami kemajuan selama tahun pertama operasi (2013) ketika aktivitas investasi dan pembiayaan mereka membentuk 66,5% dari semua investasi modal ventura yang dibuat oleh industri modal ventura di Indonesia (agregat syariah dan konvensional).

Meskipun modal ventura di negara maju memainkan peran signiikan dalam pengembangan

perekonomian, kinerja segmen pasar ini di Indonesia tampaknya berada di bawah harapan. Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Inggris menggunakan dana modal ventura sebagai alat untuk menstimulasi pertumbuhan sektor-sektor tertentu dalam perekonomian, yakni dengan cara memperkenalkan skema khusus yang menawarkan insentif pajak bagi mereka yang berpartisipasi dalam mendanai usaha kecil dan menengah lewat dana modal ventura. Skema pemerintah Inggris ini dianggap sebagai salah satu skema yang paling murah yang ditawarkan oleh pemerintah Inggris, dan menarik banyak perhatian dari pihak investor maupun wirausaha. Pendekatan yang serupa dapat diadopsi oleh pemerintah di Indonesia dengan menggunakan perusahaan modal ventura sebagai wahana untuk menyalurkan investasi lokal ke dalam sektor tertentu dalam perekonomian Indonesia, sesuai dengan rencana pembangunan ekonomi pemerintah.

Kerangka Regulasi

Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: PER-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, Peraturan Kepala Bapepam- LK No. Per-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah telah memberikan pemahaman yang baik tentang cara sewa guna usaha dan kegiatan pembiayaan lain yang beroperasi di pasar Indonesia.

Pasal 32 dalam Peraturan mengenai Akad-akad yang Digunakan dalam Aktivitas Perusahaan Sewa Guna Usaha di Bawah Prinsip Syariah (Peraturan Bapepam-LK No. 04/2007) serta Fatwa Dewan Syari’ah

Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, dengan ketentuan bahwa jika konsumen telah dinyatakan bangkrut dan tidak mampu menyelesaikan utang di bawah perjanjian/akad Murabahah, perusahaan tersebut wajib menunda tuntutan pelunasan sampai konsumen dapat melunasi utang, atau melakukan penyelesaian sesuai kesepakatan. Ketentuan ini perlu diperjelas penerapannya agar dapat lebih memberi kepastian dan kejelasan bagi kedua pihak, yakni perusahaan maupun konsumen.

Rekomendasi:

Memperbaiki Kerangka Kerja Regulasi

• Menyediakan kejelasan dan rincian lebih lanjut terkait Peraturan Bapepam-LK No. 4/2007 dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah dalam hal wanprestasi (default) dan kegagalan membayar (non-payment);

• Menetapkan standar akuntansi spesiik untuk perjanjian sewa guna usaha;

• Memperkenalkan persyaratan untuk Unit Usaha Lembaga Pembiayaan Syariah agar: o Menjadikan dana konvensional dan syariah tetap terpisah lewat prosedur operasional;

o Memperoleh pendanaan dari perusahaan induk mereka dengan menggunakan kontrak keuangan syariah;

o Mengizinkan unit dan perusahaan pembiayaan syariah menawarkan produk berbasis layanan (ijarah-tur-khadamat) untuk membantu pelanggan melakukan Umrah dan Haji, mengadakan perjalanan untuk liburan, dan membayar pendidikan anak mereka. Produk-produk ini tunduk pada persyaratan audit dan tata kelola syariah yang benar.