• Tidak ada hasil yang ditemukan

bidang ekonom

Dalam dokumen 80143664 Edisi Khusus Reformasi. pdf (Halaman 32-34)

Pola subsidi ini merupakan warisan peninggalan Orde Baru yang meninabobokan dan membodohi masyarakat. Ber- kat subsidi, harga-harga seolah terjangkau dan rakyat tenang. Sedangkan untuk membangun pemerintah terus meminjam dari berbagai pihak. Hutang ini dibayar dengan pola gali lubang tutup lubang sehingga akhirnya tercipta lubang besar yang sulit ditutup. Pemerintah pun terjeblos pada 1998, ketika IMF mendikte pemerintah untuk meneken restrukturisasi keuangan dan membuat seluruh sektor ekonomi pingsan.

Fakta-fakta ini harusnya bisa menjadi pelajaran. Secara ber- tahap subsidi ini harus dihapu- skan agar kita bisa hidup dalam realita yang sebenarnya. Tentu saja akan timbul riak – bahkan mungkin gelombang – di ma- syarakat karena kebijakan yang tidak populer ini. Karena itu pengurangan subsidi ini harus dilakukan secara gradual, tidak drastis. Subsidi yang pertama harus dipangkas adalah sub- sidi BBM. Selain jumlahnya paling besar, yang paling ba- nyak menikmati subsidi ini pun bukanlah masyarakat di tingkat akar rumput, melainkan pemi- lik kendaraan pribadi. Subsidi BBM ini hendaknya hanya dit- ujukan untuk angkutan umum.

Itu pun dengan pemantauan yang ketat, agar tak diseleweng- kan dengan berbagai akal-aka- lan licik.

Dikuranginya – dan pada gilirannya dihapuskannya – sub- sidi ini tentu akan menimbul- kan kesakitan-kesakitan baru, karena daya beli masyarakat terutama di kelas akar rumput akan semakin lemah. Sekarang pun ucapan “Beli tempe saja su- sah, apalagi beli susu buat anak,” sudah kerap terdengar. Berbagai tudingan tentu akan mengarah kepada pemerintah yang dinilai tak mampu mengemban amanat reformasi dan menyejahterakan

masyarakat. Sekarang pun di lapisan bawah masyarakat sudah santer suara yang merindukan era Orde Baru – sama halnya banyak yang merindukan ‘za- man normal’ (yang adalah zaman penjajahan Belanda) ketimbang era awal kemerde- kaan ketika ekonomi Indonesia melata.

Namun pemerintah sudah berada di jalur yang benar. Kesakitan-kesakitan yang tim- bul akibat penghapusan subsidi ini adalah growing pain, seperti demam yang muncul menjelang anak tumbuh gigi, seperti suara sember yang muncul seiring akil balig. Ketika sakit mereda, anak pun berubah menjadi dewasa – hidup dalam

realita yang sebenarnya. Yang harus diperhatikan adalah

growing pain ini tak boleh ter- lalu lama. Masa satu dasawarsa sebenarnya sudah terlalu lama. Maka pemerintah SBY-Kalla harus segera bertindak nyata, meski akan kehilangan popula- ritasnya.

Tak kalah penting untuk dilakukan adalah pemerataan. Ini bisa dilakukan dengan menerapkan pajak progresif. Semakin tinggi pendapatan dan kekayaan semakin tinggi pula pajak yang dikenakan. Penda- patan dari pajak ini menjadi subsidi silang bagi kelompok

masyarakat yang perlu dibantu. Bentuknya bukan uang, melai- nkan proyek-proyek padat karya yang bisa menjadi sumber pen- ghasilan bagi masyarakat lapisan bawah.

Agar pengelolaan dana un- tuk proyek-proyek ini tak me- nyimpang, tentunya dibutuhkan penga-

wasan. Jika melihat dukungan terhadap penegakan hukum – khususnya pemberantasan

korupsi – kita boleh optimis hal ini bisa dijalankan dengan baik. Dan jika ini semua berjalan dengan baik, insya Allah, kita sedang berjalan di jalur menuju Indonesia yang lebih baik untuk semua – bukan hanya untuk se- kelompok elite saja.

Edisi Khusus 10 Tahun Reformasi 31

TAQWA/SUMA

R

eformasi yang me- nyertai tumbangnya rezim Orde Baru merupakan salah satu langkah penting untuk meng- gapai bukan hanya kehidupan yang lebih demokratis tetapi juga lebih sejahtera. Reformasi militer merupakan prasyarat bagi terbentuknya kehidupan seperti itu. Kehadiran militer dalam kehidupan politik, khu- susnya di sepanjang masa Orde Baru, mematikan demokrasi, memperkuat militerisme ma- syarakat, dan oleh karenanya bertentangan dengan upaya membangun kesejahteraan yang harus dilakukan bukan hanya dengan memperluas ruang partisipasi politik tetapi juga dengan menanamkan kebiasaan non-ke- kerasan. Se- berapa besar tujuan itu telah ter-

capai selalu dapat diperde- batkan. Apa yang dikenal sebagai “paradigma baru TNI” merupakan sejumlah konsep

yang akrab

dikenal sebagai redefinisi, reposisi dan reaktualisasi peran TNI. Depolitisasi meru- pakan agenda utama dan pertama yang dipancang- kan dalam reformasi militer. Larangan bagi para perwira tinggi memiliki jabatan rang-

kap di lingkungan militer dan birokrasi sipil, penghapusan jabatan kepala staf sosial politik yang mengemuka pada awal re- formasi sampai dengan pengha- pusan jatah militer di lembaga legislatif merupakan sebagian dari berbagai upaya depolitisasi itu.

Tak diragukan, semua itu merupakan pencapaian penting bagi depolitisasi militer. TNI tidak lagi menjadi akselarator pembangunan tetapi terbatas pada pemegang peran sebagai komponen utama dalam per- tahanan negara. Tak ada lagi institusi tangan besi, semacam Komando Keamanan dan Keter- tiban (Kobkamtib) atau Badan Koordinasi Strategi Nasional (Bakorstranas), yang secara

terbuka merancang keluaran politik (political outcomes). Keka- lahan hampir semua purnawira- wan dalam puluhan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berlangsung dalam dua tahun belakangan ini juga menunjuk- kan bahwa komando militer agaknya tidak cukup berminat untuk mengamankan jalan bagi para senior mereka.

Namun masih terlalu mewah untuk membicarakan demilite- risasi Departemen Pertahanan. Selama masa pasca-Orde Baru baru tercatat beberapa orang Di- rektur Jenderal yang berasal dari lingkungan sipil, misalnya Mas Widjaya, Direktur Jenderal Pe- rencanaan dan Anggaran pada masa kepemimpinan Megawati

Soekarno- putri dan Budi Su- silo Supanji, Direktur Jenderal Po- tensi Pertaha- nan pada masa Susilo Bambang Yudhoyono. Jabatan lain yang

berada di tangan sipil adalah Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan, yang selama delapan tahun belakangan ini berada di tangan

sipil, seperti Prof. So-

fyan Tsauri dan Prof. Lilik Hendrajaya. Me- reka yang memiliki latar belakang kemiliteran masih menguasai lebih dari 80 per-

sen dari jabatan-jabatan eselon di bawahnya.

METAMORFOSE

Dalam dokumen 80143664 Edisi Khusus Reformasi. pdf (Halaman 32-34)