• Tidak ada hasil yang ditemukan

TARIK MENARIK KEPENTINGAN ANTARA PELAYANAN PUBLIK

Dalam dokumen 80143664 Edisi Khusus Reformasi. pdf (Halaman 67-70)

DAN PRIVATISASI

opini

jarab untuk mengatasi seluruh permasalahan pendidikan di Indonesia. UU Sisdiknas men- gamanatkan bahwa perguruan tinggi harus otonom, yang berarti mampu mengelola secara mandiri lemba-ganya serta dapat menge- lola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. Sedangkan sekolah/madrasah harus dikelola dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ma- drasah, yang berarti otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan².

Antara status Badan Hukum Milik Negara dengan Badan Hukum Pendidikan memiliki benang merah, keduanya sama- sama mengarah kepada privati- sasi. Meskipun istilah privatisasi di Indonesia masih sebatas dike- nal di dalam bidang pengelolaan BUMN namun secara esensi menurut John. D. Donahue, ia menyimpulkan bahwa privatisasi sebagai pendelegasian kewajiban publik kepada organisasi swasta³ sedangkan di Amerika Serikat privatisasi diartikan sebagai minimalisasi peranan pemerin- tah dan maksimalisasi peranan sektor swasta, baik dalam ak- tivitas-aktivitas layanan publik maupun kepemilikan aset-aset- nya sebagaimana dinyatakan oleh Prof. Safri Nugraha (Guru Besar HAN Fakultas Hukum UI) yang menyimpulkan pendapat dari E.S Savas⁴. Di Indonesia menurut Prof. Safri Nugraha menganut dua konsep privatisasi sekaligus yaitu konsep privatisasi Amerika (yang memfokuskan pada layan- an publik) dan konsep privatisasi Inggris (yang memfokuskan pada penjualan BUMN)⁵.

Apabila ditelaah BHMN dan BHP dapat dikategorikan seb- agai “organisasi swasta” karena adanya pemisahan entitas hukum antara negara dengan PTN Badan Hukum Milik Negara,

dengan statusnya sebagai badan hukum maka PTN bersifat san- gat otonom karena ia memiliki manajemen dan harta kekayaan yang terpisah dari negara. Bah- kan nuansa “organisasi swasta” (badan hu- kum per- data/ privat) dapat kita lihat dalam konsiderans mengingat PP No. 152 Tahun 2000 yang memasuk- kan Kitab Undang- Undang Hu-

kum Perdata (Staatsblad 1847:23) sebagai salah satu konsiderannya. Meskipun sebagai pemilik dari badan hukum tersebut peranan negara hanya sebatas diwakili oleh Menteri Pendidikan yang menjadi anggota Majelis Wali Amanat (organ tertinggi PT BHMN-Pasal 12 PP No. 152 Tahun 2000⁶) dan memberikan kontribusi pendanaan, yang men- jadi salah satu sumber dari empat sumber pendanaan PT BHMN yang lainnya (Pasal 12 ayat (1) PP No. 152 Tahun 2000), selebihnya pemerintah lebih memposisikan diri sebagai regulator bukan operator. Jadi dengan adanya pe-

rubahan status hukum PTN yang tadinya merupakan bagian dari unit pemerintah menjadi entitas badan hukum tersendiri meru- pakan suatu bentuk privatisasi.

Di Inggris, menurut Heidi Abromeit terdapat dua motivasi

adanya privatisasi, yaitu: pengu- rangan peranan pemerintah

dan peningkatan peran pasar bebas di negara

kesejahteraan (welfare state) Inggris (motif eko- nomi)⁷. Sedangkan di Amerika Serikat motivasi tersebut menurut para ahli disebabkan oleh adanya sentimen “anti negara” yang dianggap gagal dalam mem- berikan pelayanan publik yang berkualitas⁸. Kemudian untuk negara-negara berkembang mo- tivasi adanya privatisasi menurut Prof. Safri Nugraha adalah karena mereka ingin mencon- toh keberhasilan negara-negara Eropa Barat dalam melaksanakan privatisasi di kawasan tersebut⁹. Indonesia sen-

diri privatisasi menurut Prof. Safri Nugraha lebih dikarenakan ada-

nya motif ekonomi, yang ia sim- pulkan dari pendapat Bacelius Ruru mengenai tiga motivasi uta- ma privatisasi di Indonesia yaitu: kondisi keuangan negara, pem- berlakuan kesepakatan perda- gangan bebas, dan peningkatan pengharapan dari masyarakat¹⁰.

Kemudian, apakah manfaat ideal dari privatisasi? Menurut Prof. Safri Nugraha ada lima manfaat dari adanya privatisasi¹¹: 1. Mengurangi beban negara,

baik berupa pekerjaan, subsidi, kerugian, jaminan keuangan, dana investasi dan lain seba- gainya; serta berkurangnya intervensi pemerintah dalam pengelolaan BUMN. 2. Meningkatkan pendapatan

negara; dari penjualan saham

opini

FA HM I/S UM A

BUMN, penjualan aset yang tidak produktif, perolehan pa- jak, dan lain sebagainya. 3. Peningkatan partisipasi swasta

dalam pengelolaan public servi- ce dan BUMN.

4. Peningkatan kinerja BUMN dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat (public service), dan pada akhir- nya menciptakan BUMN yang efisien, transparan dan meng- hasilkan laba yang signifikan. 5. Hapusnya monopoli yang di-

miliki BUMN dan timbulnya kompetisi di pasar yang pada akhirnya akan menguntungkan konsumen karena memiliki ba- nyak pilihan dan harga yang bersaing dalam menentukan

service dan product yang di- inginkannya.

Jika manfaat privatisasi sedemikian baik, lalu kenapa ter- jadi tren mahalnya biaya kuliah di PTN yang berstatus BHMN? Untuk menjawab hal ini ada bai- knya kita melihat pendapat Prof. Safri Nugraha juga menyebut- kan mengenai resiko privatisasi, yaitu¹²:

1. Di berbagai negara, privatisasi justru menciptakan kenaikan harga dari public service yang disediakan kepada masyarakat. 2. Di banyak negara, privatisasi

ditentang oleh serikat buruh karena sering menciptakan PHK massal di BUMN yang diprivatisasi. Hal ini disebab- kan karena BUMN yang dip- rivatisasi harus efisien, dan ini berarti jumlah pekerja dalam BUMN tersebut harus dirasio- nalisasi.

3. Privatisasi sering diartikan se- bagai pesan sponsor dari peru- sahaan-perusahaan transnasio- nal (MNC) untuk memperluas jaringan bisnis mereka dan mengambil alih BUMN- BUMN yang ada. 4. Seringkali BUMN yang

diprivatisasi masih memiliki monopoli sehingga yang terjadi adalah pengalihan monopoli dari negara ke swasta. 5. Privatisasi sering diartikan

sebagai komersialisasi public service karena di banyak negara, untuk menciptakan efisiensi di sektor public service, privatisasi mengenakan tarif atau biaya- biaya baru yang tidak dikenal pada saat public service tersebut dikelola oleh pemerintah.

Jadi tidaklah mengherankan akibat yang nyata dari privatisasi PTN adalah kenaikan biaya ku- liah karena hal tersebut adalah merupakan resiko dari adanya privatisasi.

Di sisi lain Prof. Safri Nu- graha¹³ juga memberikan catatan mengenai adanya privatisasi yang apabila kita cermati relevan de- ngan adanya peristiwa tranfor- masi hukum PTN yang sebelum- nya merupakan unit pelaksana peme-

rintah menjadi BHMN atau BHP (nantinya), yaitu adanya transformasi hukum Perusa- haan Negara/Daerah menjadi Perseroan Terbatas (Terbuka) belum tentu menjamin pening- katan kinerja perusahaan yang bersangkutan menjadi lebih baik dan efisien dan transparan selama faktor-faktor lain yang menentukan keberhasilan pri- vatisasi tidak dilaksanakan, fak- tor-faktor tersebut adalah paling tidak empat syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu: deregulasi dan debirokratisasi; kompetisi; transparansi; dan no intervensi. Sayangnya sampai dengan saat ini dalam konteks PT BHMN hal tersebut masih belum terlak- sana sepenuhnya, sebagai contoh dalam hal transparansi saat ini belum pernah tersiar kabar kalau PT BHMN memberikan laporan keuangannya yang merupakan hasil audit (terpercaya) kepada

publik. Dengan demikian ti- daklah mengherankan jika apa yang terjadi terhadap kondisi PT BHMN adalah seperti yang kita lihat sekarang ini.

1 Biaya Masuk PTN Bisa Lebih dari

Rp 100 Juta. Kompas edisi Senin 12 Mei 2008 hal. 1.

2 Kata Pengantar. http://pih.diknas.

go.id/bhp/ , diakses pada tanggal 15 Mei 2008.

3 Safri Nugraha. Privatisasi Di Ber-

bagai Negara: Pengantar Untuk Memahami Privatisasi. Hal. 10.

4 Ibid. Hal. 15. 5 Ibid. Hal. 20.

6 PP No. 152 Tahun 2000 Tentang

Penetapan Universitas Indonesia Sebagai Badan Hukum Milik Neg- ara. Pada saat ini selain UI, PTN yang sudah ditetapkan sebagai PT BHMN adalah UGM, ITB, IPB, dan UPI.

7 Safri Nugraha. Privatisasi Di Ber-

bagai Negara: Pengantar Untuk Memahami Privatisasi. Hal. 30.

8 Menurut E.S Savas terdapat empat

hal motif privatisasi di AS, yaitu motif pragmatis, ideology, komersial, dan populis, di mana keempat motif tersebut mengklaim bahwa pemerin- tah yang efisien dan efektiflah yang dapat kesis pada masa globalisasi sekarang ini, di sisi lain program- program pemerintah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan yang layak masyarakat AS. Ibid Hal. 34- 36.

9 Ibid. Hal. 26. 10 Ibid. Hal. 41.

11 Safri Nugraha. Beberapa Catatan

Tentang Privatisasi. Makalah pada Seminar Permasalahan Yuridis Penyediaan Tenaga Listrik di In- donesia yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UI, Depok, 15 September 2004. Hal. 5-6.

12 Ibid. Hal. 6.

13 Safri Nugraha. Privatisasi BUMN/

BUMD, Manfaat dan Kerugian Bagi Daerah. Makalah pada Semi- nar Privatisasi: Sebuah Diskursus di Era Globalisasi, yang diselenggara- kan oleh Asian Labor Network on International Finance Institutions (ALNI) Indonesia, Jakarta, 20 Janu- ari 2003.

Edisi Khusus 10 Tahun Reformasi 67

S

elama lebih dari tiga puluh dua tahun, rezim Orba merepresi semangat indi- vidualisme dalam masyarakat Indonesia. Atas nama negara (kolek- tivisme), negara berhak menyita ta- nah seseorang, mengusir penduduk di suatu tempat, dan mengambil lahan petani untuk kepentingan megaproyek. Hak invidualisme benar-benar dilanggar dengan sedemikian rupa pada era Orba.

Gelombang reformasi yang mulai berhembus dari tahun 1996 mulai menyuarakan ketertindasan hak-hak sipil politik (SIPOL) in- dividu yang pada era Orde Baru berada pada kondisi yang mempri- hatinkan. Fokus gerakan reformasi pada tahun 1998 masih sangat ken- tal dipengaruhi nuansa pembebasan hak-hak sipil politik yang selama ini dikekang oleh Orde Baru. Semua elemen masyarakat sepakat untuk merebut kembali demokrasi politik yang selama ini tidak pernah mereka dapatkan.

Namun banyak yang lupa bahwa hak sipil politik hanyalah salah satu hak warga negara yang mesti dipenuhi. Hak yang tak kalah pent- ingnya bagi masyarakat Indonesia tentunya adalah Hak ekonomi Sosial Budaya (EKOSOB.

Dua hak ini selalu berada dalam kondisi antinomi. Bila hak Sipil Politik adalah hak yang berakar dari individualisme, maka hak Ekosob adalah hak untuk yang berakar dari kolektivisme. Bila domain Sipol adalah domain politik, maka domain ekosob adalah domain eko- nomi. Bila negara mengedepankan hak sipol, maka hak Ekosob akan

terbengkalai. Sebaliknya, bila negara mengedepankan hak ekosob maka hak sipol akan terbengkalai. Lihat saja Venezuela dimana negara mulai concern terhadap pemenuhan hak Ekosob, maka secara linier, hak sipol warga negara mulai tereduksi.

Hak Sipil Politik VS Hak Ekonomi, Sosial, Budaya

Sebelum abad ke-20 gagasan tentang HAM selalu didominsai oleh gagasan tentang individualisme dan kebebaasan personal (liberal- isme). Abad ke-17 dan ke-18 sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Hukum Alam (Natural Law) yang dirumuskan oleh Johon Locke dan Rosseau. Gagasan Hukum Alam yang sangat individualis ini mem- buat diskursus Hak Asasi Manusia terbatas pada hak-hak yang bersifat politis saja seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk me- milih dan sebagainya.

Akan tetapi pada abad ke-20 hak-hak politik ini dianggap kurang sempurna. Selain aspek politik, hak asasi manusia juga hendaknya mengatur mengenai hak atas kes- ejahteraan. Salah satu tokoh yang mempelopori diskursus tentang hak kesejahteraan (yang terkait dengan ekonomi) adalah Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt yang mengintrodusir gagasan ten- tang The Four Freedoms (Empat Kebebasan) yakni, Kebebasan un- tuk berbicara (Freedom of Speech) Kebebasan beragama; (Freedom of Religion); Kebebasan dari Ketakutan (Freedom from Fear); Kebebasan dari kemelaratan (Freedom from Want)

Mochammad Faisal

Dalam dokumen 80143664 Edisi Khusus Reformasi. pdf (Halaman 67-70)