• Tidak ada hasil yang ditemukan

cerita pendek

Dalam dokumen 80143664 Edisi Khusus Reformasi. pdf (Halaman 89-92)

iVorY

nyari jangkrik.”

“!” Ivo melotot padaku, seolah berkata: apa- kah kau tak malu dengan mahasiswa-mahasiswa pahlawan Ampera dan pahlawan reformasi yang telah merelakan jiwa mudanya untuk negeri ini?! Mahasiswa durjana kau!

“Yah, nyari jangkrik kan juga ikut membantu me- ningkatkan ekonomi bangsa, Ivo.” Kilahku cengen- gesan, sambil mencomot french fries yang mulai mendingin di meja kami.

Para pengunjung resto silih berganti, tetapi kami belum hendak beranjak. Diam-diam kucuri tatap pahatan-pahatan wajah cantik Ivo yang ken- tara menyuratkan adanya sumbangan kromosom ras Arya yang angkuh dalam tubuhnya. Cocok denganku yang juga berwajah indo kalau begitu. Meskipun wajahku mirip tukang tape konon kata- nya kakeknya dari kakekku adalah mantan legiun asing Perancis yang tersohor di kancah perang dunia. Yah, jadi wajar saja kulitku jadi hitam manis begini. Mercy. Ehehehe.

Hmm, Ivo, rasanya ingin sekali aku mengatakan bahwa aku…,

“Dang!” seru Ivo, menghentakan lamunanku. “Uhm, apa?” Jawabku dengan tatapan mata penuh cinta.

“Gue pengen ngomong sesuatu sama lo.” Ucap Ivo sambil mengaduk-aduk orange squash di hadapannya.

“…?” Aku semakin mencondongkan tubuhku, menanti apa yang akan diucapkan Ivo.

“Gue…, keknya gue…, gue jatuh cinta…sama,” “STOP! STOP, IVO! Nggak perlu segitunya! Bia- rin gue yang nembak elu!” seruku setengah histeris, euphoria, tidak menyangka bahwa akhirnya Ivo menyadari pesona dahsyat alamiah yang aku miliki. Uoh!

“Jangan gila, lo, Dang.” Reaksi Ivo kemudian. “Tapi, Ivo, gua…,”

“Gue JATUH CINTA sama BENO!” Pekik Ivo dengan mata penuh cahaya.

“Gua juga jatuh cinta…WHAT?! Elu jatuh cin- tanya sama Beno?!” seruku gak terima. Kenapa bukan sama gue, Ivo? Rintih hatiku.

“Iya, Dang! I am fall in love with him!” “With BENO?”

“Hmm.” Angguk Ivo.

“Apa lebihnya Pak Beno, Ivo?!” aku benar-benar gak bisa terima.

“Ye, bukan Pak Beno satpam kampus kita, Dang!”

“?”

“Ini BENO ketua Senat mahasiswa Teknik!” “Oh, emang ketua Senat mahasiswa fakultas teknik namanya Beno juga?”

“Iya, bodoh. Elu tuh emang gak aware yah sama pergerakan mahasiswa!”

Glek. Sainganku ketua Senat mahasiswa? Mati aja guah!

“Beno itu…orangnya humoris.”

Aku bisa lebih lucu dari Komeng, demi kamu Ivo!

“Beno itu…pemberani!”

Demi elu, Ivo, Mak Lampir juga bakal gua ce- kek kalo berani-berani nyentuh rambut lu! Lupakan Beno! Please.

“Beno itu…ganteng.”

Gue? Apa bedanya jempol, eh, muka gue sama Afghan?

“Beno itu…cerdas.”

GLEK. Kalau yang ini gua juga ragu.

“Yang terpenting Beno itu orangnya berwibawa dan idealis banget!”

SKAK MAT! *****

Alkisah, Ivo akhirnya resmi jadi calon istri si Beno satpam, eh, ketua senat sialan itu! Hingga pada suatu hari terjadilah peristiwa yang menghe- bohkan!

“Ivo turun! Jangan nekat, Ivo!” teriak beberapa mahasiswa yang berusaha menolong.

“Jangan pada ngedeket! Gue lompat nih!” teriak Ivo sambil melakukan aksi sirkus di atas pagar pembatas jembatan Teksas yang menghubungkan fakultas teknik dan sastra.

“Ivo, kalo jatuh elu mati!” Seruku merangsek ke depan mendekati Ivo.

“Ya iyalah, mati! Bego lo, Dang! Udah, jangan ngedeket lagi!”

“Ivo, setidaknya elu katakan alasanya! Kenapa, Ivo? Bukan kek gini Ivory yang gue kenal!”

“Tak ada gading yang tak retak, Dang! Saat ini hati gue bukan hanya retak, tapi remuk!”

“?”

“BENO sialan!” “Hah?”

“Iya, Dang. Beno ngekhianatin gue.”

“Ngepet. Berani-beraninya dia nyakitin hati lu! Biar gua cabutin semua bulu yang melekat di tu- buhnya!” eng ing eng, aku jadi superman dadakan, “Dia ngapain lu, Ivo?!”

“Dia selingkuh.” “Sama siapa?” “Asia Carrera.”

“Oh, sama si Asia…HAH?! Itu kan bintang porno termahsyur abad ini!”

“Kok elo tau, Dang? Elo juga sering nonton, ya? Huh. Dasar lelaki!”

CRAP!

“Tapi ini BENO, Dang! Kalo mahasiswa kek elo sih wajar dan gue bisa terima.”

CRAP! CRAP!

“Beno bukan hanya selingkuh dari gue! Dengan mengoleksi tiga giga bokep Asia Carrera dia juga telah selingkuh dari jalan pergerakan yang dianut- nya!”

“Beno kan juga manusia, Ivo.” “Pokoknya gue mau mati ajah!”

“Beno hanya lelaki, with his heart and his pas- sion.”

88 Suara Mahasiswa No. 24 Tahun XV, 2008

iVorY

“Kok elu malah belain Beno, sih!” “Seperti kata elu, Ivo. Nggak ada gading yang

semulus Miyabi4. Eh, ups!”

“Siapa tuh, Miyabi?”

“Tukang pecel. Udah, lupain ajah.”

“Beno sudah mencemarkan nama gue dan nama pergerakan mahasiswa dengan kelakuannya itu!”

“Ivo, di dunia fana ini emang nggak ada yang sempurna. Elu sendiri tau kan, isu kondom bekas yang bertebaran di gedung perwakilan rakyat pas- capendudukan gedung itu oleh mahasiswa Mei 1998? Lihat, buka mata Ivo, gading reformasi yang

segitu harumnya ajah menyimpan retaknya sendiri! Apalagi hanya seorang Beno?!”

“Tapi gue tetep nggak bisa terima kenyataan ini, Dang!”

“Emang Beno udah ngapain ajah sampe elu ne- gerasa tercemar dan nggak bisa terima gitu?”

“Dia udah…,” “Apa?”” “Beno udah…,”

“APA?! DIAPAIN?!” aku yang jadi heboh sendiri, garuk-garuk selangkangan.

“Hiyah, elo tau sendirilah, apa yang udah kita lakukan sebagai sepasang kekasih.” Lirih Ivo me- malingkan wajahnya, bersiap-siap hendak mence- burkan diri ke danau.

Beno…dasar, pendekar durjana pemetik bunga5 kau! Makiku membatin.

Awan terlihat tebal menutupi langit sehingga air danau nampak begitu kelam dan suasana di seki- tarnya lebih mencekam.

“Dang…,” mendadak Ivo kembali memalingkan wajahnya, menatapku, lekat.

“Iya?”

“Elo mau nolongin gue gak?”

“Apapun Ivo!” seru gue serta merta, “gue siap kok kalau harus bertanggung jawab atas perbua- tan yang dilakukan Beno. Kalau lahirnya cewek kita kasih nama…,”

“Nggak segitunya, Dang! Mending gue disuntik mati aja.” Ivo sempat-sempatnya tersenyum sebe- lum menuntaskan niat harakirinya.

“?”

“Dang…,” Ivo menatapku lekat, penuh harap. “Iya, Ivo?”

“Maukah kau?” “?”

“Maukah kau menghapus bekas bibirnya di bi- birku dengan bibirmu?6

“Bibir Beno?” “Hmm.” “Di bibir lu?” “Iya.”

“Pake bibir gue?”

“Please.” Ivo menuruni pagar pembatas jemba- tan, menghampiriku.

“Lakukan! Lakukan! Tolong dia! Penuhi permin- taannya!” seru seorang mahasiswi yang berhati

tulus.

“Cium! Cium!” pekik segerombolan mahasiswa berakal bulus.

“Gue aja! Gue aja!” jerit napsu beberapa orang mahasiswa berwajah nista.

“Tapi, duh, gimana ya,” aku pasang tampang seolah dipaksa melakukan sesuatu yang sangat kubenci. Ivo tersenyum penuh arti. Ups. Rupanya dia dapat membaca ekspresi sebenarnya dalam hatiku yang berteriak-teriak: Yes! Yes! Come on, babe. Lets kiss!

“Please, Dang. Gue nggak pengen ngebawa be- kas bibir Beno ke akherat.”

“Baiklah Ivo, jika kau memaksa.” Aku pasang muka paling hipokrit.

Seorang mahasiswa berinisiatif memasang hijab7 dari sepanduk bertuliskan ucapan selamat

atas terpilihnya dekan fakultas yang baru. Maka kami berciuman. Dimulai perlahan. Lalu semakin ketat. Semakin dalam. Semakin larut. Hingga tak sadar ketika Ivo melepaskan bibirnya, aku ambil inisiatif merangsek menghapus bagian- bagian lain di wajah dan leher jenjang Ivo yang kusinyalir terdapat jejak-jejak Beno.

“Adakah bekas lain dari tubuh Beno di tubuhmu yang perlu kuhapus dengan tubuhku?” lirihku, saat tiba di daun telinga Ivo. Rintik hujan mulai berting- kah saat aku mengatakan kalimat yang sangat propokatif itu.

“Cukup, Dang. Biarkan hujan yang menghapus semua bekas yang ditinggalkan Beno pada diriku.” Usai berkata demikian Ivo menanggalkan satu per satu pakaiannya, tanpa sisa sehelai benang. “I wanna naked in the rain.” Ujar Ivo, setengah berbi- sik, kepadaku.

Damn, lucky rain!

Maka hujanpun terjun bebas sejadi-jadinya, penuh gairah membasuh tubuh telanjang Ivory, seolah memenuhi titahnya, menghapus sisa-sisa Beno yang melekat dalam tubuh dan jiwanya, merekatkan kembali serpih-serpih gading hatinya yang telah remuk hilang bentuk.

ENDANG RUKAMANA Depok, Mei 2008 _____________________

1 Ikatan Mahasiswa Homo 2 Milik gua, bukan Ivo.

3 Based on true story beberapa kawan gua yang

nonton AAC.

4 Bintang film porno.

5 Istilah hasil kreasi seorang kawan; based on true

story.

6 Judul cerpen Hamsad Rangkuti. 7 Dinding penghalang

Edisi Khusus 10 Tahun Reformasi 89

Jakarta, 2.15 pagi

S

aya masih sangat men- gantuk sebenarnya. Tapi apa mau dikata, jarum jam telah lewat 15 menit dari angka 2. Sudah dua hari ini, saya juga harus menggantikan teman yang sedang sakit. Ia me- mohon agar saya menggantikan- nya untuk beberapa hari. Ia tidak ingin kehilangan pekerjaan ini karena tanggungannya banyak, istrinya dua dan punya enam anak. Saya pun tidak tega me- nolak permintaannya. Dengan mata masih setengah terpejam, saya bersiap-bersiap untuk be- rangkat kerja.

Jakarta masih sepi ketika saya tiba, hanya satu dua mobil

Dalam dokumen 80143664 Edisi Khusus Reformasi. pdf (Halaman 89-92)