• Tidak ada hasil yang ditemukan

bidang ham

Dalam dokumen 80143664 Edisi Khusus Reformasi. pdf (Halaman 82-84)

dan bangsa ini tidak pernah belajar dari sejarah hitam. Ini semakin menunjukan dinegara kita im- punity sangatlah berakar dan kuat.

Bagaimana kabarnya partai reformasi? Partai- partai yang mengaku partai reformasi dan bahkan mempunyai fraksi reformasi di DPR, ternyata ga- gal menuntaskan agenda reformasi selama sepuluh tahun terakhir ini. Bahkan dengan jelas kita bisa lihat partai-partai yang ada memfasilitasi para pelaku pelanggaran HAM menjadi bagian dari partai mereka. Kita bisa lihat Eurico Guteres yang terlibat kejahatan HAM dalam jajak pendapat di Timor Leste dilibatkan di partai PAN, Andi Ghalib yang dicopot dari jabatannya ketika men- jadi Jaksa Agung karena dugaan korupsi malah ke- mudian eksis di DPR bahkan hari ini dia diangkat menjadi duta besar di India. Kompromi-kompromi tadi sangat melemahkan kampanye hukum yang sudah terlanjur mereka luncurkan ke publik selama masa kampanye pemilu. Ini semakin menunjukan bahwa parpol mempunyai andil besar melemahkan penyelesaian agenda reformasi dalam penegakan hukum dan HAM di Indonesia.

Parpol menjadi produk institusional semata ketimbang dari masyarakat. Ironis memang karena parpol keharusannya menjadi produk yang berasal dan berakar seperti itu cenderung berkonsentrasi memapankan dirinya untuk kelancaran hubungan langsung dengan pemilihnya ketimbang menyal- urkan aspirasi masyarakat. Padahal mestinya, elite politik dengan parpol yang menjadi kendaraannya harus berupaya kuat mendorong proses pendidikan politik secara luas.

Sampai hari ini korban dan keluarga ko- rban Pelanggaran HAM sudah melakukan aksi sebanyak 60 Kamis (Aksi Diam Kamisan) didepan istana, sudah satu tahun lebih meminta diselesaikan kasus-kasus mereka yang dijanjikan dalam agenda reformasi. Satu ta- hun

lebih berdiri diam mengingatkan para politisi dan pejabat negara ini namun tiada satu pun dari para politisi kita bahkan pejabat penegak hukum yang menggubrisnya, tragis memang.

Boleh saja Presiden telah menemui mereka, kel- uarga korban pelanggaran HAM 4, bahkan berjanji

akan menyelesaikan kasusnya namun yang jelas sampai hari ini tak ada satupun pelaku kejahatan kemanusiaan yang dihukum,padahal seharusnya menjadi agenda utama reformasi.

Tentu saja yang pasti dirasakan korban dan sebagai bangsa sampai hari ini adalah “Reformasi tanpa penegakan HAM”.

____________________

1 Antara News 21 Mei 2007 : “Kalau kita lihat struktur

kekuasaan Indonesia sebelum reformasi,yaitu terpusat- nya kekuasaan,sekarang baik secara vertikal maupun horizontal,semua sudah kita lakukan reformasi” ujar Andi Malarangeng. Yang paling dekat adalah kasus Munir, kasus Trisakti, Semanggi I dan II. Ini adalah PR yang masih tersisa yang terus menerus kita lakukan. Presiden meminta laporan dari Kapolri maupun Jaksa Agung tentang perkembangan penyelidikannya”,ujar nya.

2 Diduga melakukan Kejahatan kemanusiaan dan

pelanggaran HAM berat di Timor Leste pada tahun 1999. Bahkan Serious Crime Unit (unit khusus yang dibentuk PBB untuk menyelesaikan kejahatan 1999 diTimor Leste tugasnya menjadi jaksa) sudah membuat dakwaan dan meminta Jaksa Agung di Timor Leste untuk melakukan penangkapan kepada Wiranto.

3 Dicopot jabatannya sebagai Danjen Kopassus pada

tahun 1999 diduga terlibat dalam kasus Penculikan Aktivis 1998 atas rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira yang dibentuk Wiranto dan sebagai anggota Susilo Bambang Yudhoyono serta Subagyo HS.

4 Keluarga korban Pelanggaran HAM (Tri-

sakti Semanggi I dan II, Talangsari, Tanjung Priok,Penculikan, Kerusuhan Mei 98)diterima Pres-

iden pada tanggal 26 Maret 2008 di Istana Pres- iden.

Edisi Khusus 10 Tahun Reformasi 81

T A K W A /S U M A

bidang ham

Dra. Masruchah

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia

T

utur katanya tegas, tapi jangan sangka ia galak. Ia sangat vokal apabila berbicara mengenai masalah perempuan. Organisasi yang dipimpinnya merupakan organisasi pertama perempuan yang berdiri pada era refor- masi dan telah memiliki lebih dari 15.000 anggota di seluruh Indonesia. Di sela-sela kesibukan- nya, Beliau meluangkan waktu untuk diwawan- cara oleh reporter SUMA, Ni Made Kumara Santi Dewi, langsung di kantornya yang berlokasi dae- rah Pasar Minggu.

Perkembangan apa yang terjadi dalam gerakan perempuan selama 10 tahun reformasi?

Pada masa orba (Orde Baru, -red) organisasi perempuan relatif dibungkam oleh negara. Saya melihat 10 tahun reformasi ada beberapa kema- juan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan perlindungan perempuan misalkan ada UU Kewarganegaraan yang tahun 2006 disahkan padahal pada masa Orba tidak bisa disuarakan terutama masalah kewarganegaraan ganda bagi anak. Lalu UU Penghapusan Ke- kerasan Dalam Rumah Tangga tahun 2004, UU Anti Trafficking yang sudah dibicarakan oleh ger-

akan perempuan, kemudian sejak awal tahun 2007 sudah disahkan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak. Serta kemajuan-kemajuan yang lain. Tahun 2007-2008 menurut saya kemajuannya lebih pesat lagi, karena UU Penyelenggara Pemilu sudah menetapkan 30% keterlibatan perempuan di lembaga penyelen

ggara Pemilu. Lalu juga ada UU Partai Politik yang memang jelas mengatakan bahwa setiap par- tai baru perlu melibatkan 30% perempuan sampai di tingkat nasional dalam pembentukkannya. Ini akan mengadaptasi AD/ART partai, saat kongres atau munas harus melakukan revisi AD/ARTnya.)

Apakah arah gerakan perempuan sudah sesuai dengan cita-cita?

Masih ada yang melenceng karena konteks otonomi daerah juga perlu direview dan direfleksi- kan kembali, karena kebijakan-kebijakan di lokal ini banyak yang mengatur kehidupan perempuan selain soal pelacuran terutama perda anti maksiat,

Jika perempuan keluar di atas jam 9 malam bisa kena razia. Saya pikir ini kan adalah hak berekspresi, dan hak asasi manusia. Dalam hal berbusana misalnya dia mau pakai jilbab atau tidak berjilbab itu kan haknya bukan tergantung kepada pikiran orang-orang. Tetapi intervensi terhadap agama luar biasa di beberapa daerah. Saya pikir ini adalah bentuk dari politisasi agama.

Perda Syari’ah?

Ya, klo saya melihat sebenarnya pemerintah kita atau penyelenggara negara ini sering menja- dikan pendekatan moral sebagai wacana, karena sepertinya RUU APP akan dihembuskan kembali dengan adanya isu ini. Di lokal dibatasi dengan perda-perda, di nasional dengan UU Pornografi. Dari aturan-aturan ini sebenarnya perempuan itu diharapkan untuk tidak bisa gerak, di situ

PEREMPUAN PASCA 10

Dalam dokumen 80143664 Edisi Khusus Reformasi. pdf (Halaman 82-84)