• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buah kesejatian iman Judul: Buah kesejatian iman

Dalam dokumen publikasi e-sh (Halaman 120-128)

Apa persiapan kita kalau mau mengikuti ibadah minggu di gereja? Cukup dengan berpakaian rapi, uang persembahan yang bersih, tidak lupa membawa Alkitab dan buku catatan khotbah, serta datang tidak terlambat? Bagaimana dengan persiapan hati?

Mazmur 15 bisa dipakai menjadi salah satu alat persiapan hati kita untuk menghampiri takhta

Tuhan yang kudus. Beberapa penafsir melihat mazmur ini sebagai liturgi pengantar masuk ibadah di rumah Tuhan. Setiap peserta ibadah menghampiri Tuhan dengan bertanya, siapa yang layak menghampiri Tuhan (1). Kata "menumpang" biasa dipakai untuk mencari perlindungan di tempat yang aman ketika menghadapi badai di perjalanan padang gurun, atau dari incaran penyamun. Siapa yang layak mendapatkan perlindungan atau berkat dari Tuhan? Jawaban yang diberikan imam yang bertugas saat itu dipaparkan dalam bentuk berselang-seling pernyataan positif dan negatif.

Secara positif, yaitu mereka yang melakukan hal-hal yang baik secara tulus dengan kata-kata yang membangun (2), dan menghindarkan diri dari kata-kata fitnah yang merusak (3). Ayat 4a harus dimengerti sebagai tidak bergaul dengan orang yang telah ditolak Allah karena mereka lebih dahulu menolak firman-Nya. Jadi menjaga pergaulan yang benar dan tetap setia pada komitmen walaupun berpotensi merugikan (4b). Akhirnya, menjaga motivasi agar tidak mencari keuntungan pribadi, yang bisa membuahkan sikap memanipulasi orang lain demi kepentingan sendiri (5).

Di permulaan ibadah ada unsur pengakuan dosa. Itu bukan sekadar rutinintas "kesalehan", justru pengakuan bahwa kita lemah. Kalau mau jujur, jawaban atas pertanyaan si pemazmur, semuanya sering kita langgar. Namun karena Yesus sudah memerdekakan kita dari perbudakan dosa, maka tidak ada kata tidak bisa. Harus bisa, karena hakikatnya semua itu adalah buah dari kesejatian iman Kristen kita!

Diskusi renungan ini di Facebook:

121 Senin, 18 April 2011 Bacaan : Lukas 22:63-71

(18-4-2011)

Lukas 22:63-71

Menghadapi dunia

Judul: Menghadapi dunia

Pada masa orde baru, pasal mengenai subversif merupakan pasal yang menakutkan. Pasal yang berisi hukuman terhadap pihak yang dianggap melakukan pembangkangan atau menentang pemerintah, telah menjerat banyak pihak. Ini terjadi karena dalam pasal yang dikenal dengan pasal karet tersebut, tindakan sekecil apa pun, ketika digolongkan sebagai tindakan yang berlawanan dengan pemerintah, dapat dijerat dengan pasal ini.

Yesus pun mengalami hal yang sama dari para pemimpin agama Yahudi. Ketika tindakan-Nya dianggap menentang atau membahayakan otoritas pemerintahan dan stabilitas pada masa itu, maka dalam sidang Mahkamah Agama Ia didakwa dengan tuduhan subversif. Ia dijerat dengan tuduhan menghujat Allah (69-70). Ini dilakukan dengan cara mengangkat istilah Anak Allah dan Kerajaan Surga yang seringkali diucapkan Yesus.

Yesus tahu akan hal tersebut. Oleh sebab itu dalam beberapa dialog yang kita baca di sini, Yesus tidak selalu menjawab apa yang ditanyakan dengan jelas. Beberapa pertanyaan yang diajukan justru dijawab Yesus secara abstrak (67, 68, 71). Ini dilakukan Yesus karena apa pun yang Ia katakan tidak akan dapat dipahami secara jelas oleh Sidang Mahkamah Agung. Mereka sudah memiliki tujuan yang jelas, yaitu menjerat Tuhan Yesus ke dalam pelanggaran sehingga

memungkinkan Ia dihukum. Ketika kita mengikuti proses penangkapan Yesus, hal tersebut telah terlihat sejak penangkapan awal hingga penganiayaan yang dialami Yesus sebelum sidang Mahkamah Agama dilaksanakan.

Pada masa kini, berbagai cara digunakan untuk merintangi pemberitaan Injil. Salah satunya dengan menggunakan jerat hukum dan tata perundang-undangan. Hukum tidak diletakkan pada koridor yang sebenarnya, yaitu menegakkan keadilan dan kebenaran, tetapi justru menjadi legitimasi untuk menghambat pekabaran Injil. Bagaimana sikap orang Kristen? Cerdik seperti ular, tetapi tulus seperti merpati (Mat. 10:16). Dan jangan takut kepada yang dapat membunuh tubuh, tetapi tidak berkuasa membunuh jiwa! (Mat. 10:28).

Diskusi renungan ini di Facebook:

122 Selasa, 19 April 2011 Bacaan : Lukas 23:1-12

(19-4-2011)

Lukas 23:1-12

Kambing hitam

Judul: Kambing hitam

Kambing hitam adalah seekor kambing yang dilepaskan ke padang gurun sebagai bagian dari upacara Yom Kippur, Hari Pendamaian dalam Yudaisme pada masa Bait Suci di Yerusalem. Ritus ini dilukiskan di dalam Imamat 16. Dewasa ini, kambing hitam lebih sering digunakan sebagai metafora, yang merujuk kepada seseorang yang dipersalahkan untuk suatu kemalangan, biasanya sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari sebab-sebab yang sesungguhnya. Misalnya pemain sepak bola Kolumbia, Andres Escobar, dikambing hitamkan karena gol bunuh dirinya di Piala Dunia 1994 sehingga ia ditembak mati saat kembali ke tanah airnya.

Pengkambinghitaman itulah yang dilakukan oleh seluruh sidang jemaah terhadap Tuhan Yesus. Setelah mereka tahu bahwa mereka tidak mampu lagi mendakwa Dia lebih lanjut di persidangan yang mereka adakan, mereka tetap membawa Dia ke Pilatus, meskipun saat itu bukan hari persidangan. Mereka membuat tuduhan palsu bagi Yesus agar mereka dapat memakai kekuasaan Romawi untuk menghancurkan Dia. Dakwaan-dakwaan yang mereka sampaikan (2) merupakan bagian dari sandiwara mereka untuk menghancurkan Tuhan Yesus. Mereka berpura-pura manis, memihak kepada Pilatus dan seakan-akan membela kaisar. Padahal, ini semata-mata disebabkan oleh kedengkian mereka terhadap Tuhan Yesus.

Ketika Adam gagal menepati perintah Allah, ia mengkambinghitamkan Hawa, istrinya. Hawa sendiri kemudian mengkambinghitamkan ular. Tujuannya adalah untuk mengelakkan tanggung jawab dan menghindari konsekuensi yang harus diterima. Hal yang sama terjadi kepada Yesus. Dia menjadi kambing hitam kepengecutan Pilatus dan para tokoh agama yang ada pada saat itu. Yesus menjadi kambing hitam yang sempurna bagi ambisi orang-orang tersebut.

Mengkambinghitamkan orang lain memang mudah dan enak, karena kita dapat terhindar dari tudingan. Perasaan kita pun jadi nyaman, walau mungkin kita tidak bisa tutup telinga dari suara hati kita. Kiranya kita bersedia belajar untuk berani bertanggung jawab.

Diskusi renungan ini di Facebook:

123

Rabu, 20 April 2011

Bacaan : Lukas 23:13-25

(20-4-2011)

Lukas 23:13-25

Pesimis? Pasti tidak!

Judul: Teguh dalam kebenaran

Dalam terminologi hukum, kita mengenal istilah "Fiat Justitia, Ruat Coelum", yang artinya keadilan harus tetap dijalankan sekalipun langit runtuh. Namun sayang, banyak orang terjebak dalam perangkap ini. Saat keadilan harus ditegakkan dan kebenaran jelas-jelas terpampang, mereka justru berlaku tidak adil, bahkan berlaku melawan hati nurani mereka sendiri.

Pengkhotbah 3:16 mencatat bahwa "� di tempat pengadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan,

dan di tempat keadilan, di situ pun terdapat ketidak adilan." Salah satu penyebab hal ini adalah karena adanya rasa takut terhadap manusia dan bukan kepada Tuhan, sehingga tidak berani menentang arus.

Pada dasarnya Pilatus tidak mendapati kesalahan pada Tuhan Yesus, dan ia ingin melepaskan Yesus (20). Akan tetapi, para imam, pemimpin, dan rakyat, terus mendesak Pilatus dan menuntut kematian Yesus; maka Pilatus menghukum mati Yesus dan melepaskan Barabas yang adalah seorang penjahat. Mengapa Pilatus berani melawan hati nuraninya? Ternyata dorongan untuk mempertahankan posisi sebagai seorang kepala daerah, jauh lebih kuat ketimbang mengikuti kata hatinya. Ia lebih memilih untuk menuruti tuntutan rakyat agar tidak terjadi keributan, ketimbang melakukan apa yang benar. Sebagai seorang pejabat politik, dia sungguh mengetahui pentingnya berkompromi, maka ia melihat Yesus tidak lebih sebagai ancaman politik ketimbang sebagai seorang pribadi yang benar dan berintegritas.

Ketika taruhannya sangat besar, memang tidak mudah untuk tetap berdiri di atas kebenaran. Dalam saat seperti itu, akan sangat mudah bagi kita untuk melihat lawan-lawan kita sebagai masalah yang harus diselesaikan, ketimbang seorang manusia yang harus dihargai. Kita pun berpeluang menjadi sama seperti Pilatus ketika mengetahui apa yang benar, tetapi memutuskan untuk tidak melakukannya hanya demi kepentingan diri semata. Melalui perenungan hari ini, mari kita belajar untuk tetap berdiri di atas kebenaran, apapun risikonya. Tuhan kiranya memberikan kekuatan kepada kita.

Diskusi renungan ini di Facebook:

124 Kamis, 21 April 2011 Bacaan : Lukas 23:26-32

(21-4-2011)

Lukas 23:26-32

Makna Salib

Judul: Makna Salib

Salah satu prinsip yang harus di kembangkan agar dapat menjadi pribadi yang produktif, menurut Stephen Covey dalam bukunya yang berjudul "7 Habits of Highly Effective People" adalah "Begin With The End in Mind". Prinsip ini didasarkan pada imajinasi � kemampuan melihat di dalam pikiran kita tentang apa yang secara lahiriah belum bisa kita lihat. Prinsip ini dibangun di atas prinsip bahwa segala sesuatu diciptakan dua kali. Pertama di ciptakan di dalam mental kemudian diwujudkan di dalam dunia fisik. Oleh karena itu sangat penting untuk

memiliki personal mission statement (pernyataan misi pribadi), agar kita mampu memimpin diri sendiri.

Beratnya hukuman yang akan segera dijalani Tuhan Yesus, tidak menyurutkan langkah-Nya untuk tetap menuju ke kayu salib. Dengan langkah pasti Yesus menuju tempat penyaliban-Nya, karena Ia tahu bahwa penyaliban adalah inaugurasi kerajaan-Nya melalui kematian-Nya. Namun di sisi lain, kita melihat bahwa ternyata ada begitu banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia (27). Akan tetapi, Tuhan Yesus memberi respons yang sangat kontras. Ia melarang mereka menangisi-Nya. Ia justru menyuruh mereka agar menangisi diri mereka sendiri dan anak-anaknya (28). Ia berusaha mengalihkan fokus mereka yang menyertai Dia. Dia mengalihkan perhatian mereka untuk meratapi hal lainnya. Hal ini dikarenakan Tuhan Yesus mengetahui apa yang akan terjadi pada mereka. Itulah sebabnya, Ia hendak mempersiapkan hati mereka untuk menghadapi apa yang akan segera datang.

Kematian Kristus di bukit Golgota memastikan tujuan hidup kita yang sesungguhnya. Oleh karena itu, sangatlah bijak bila orientasi hidup kita bukan lagi tertuju pada kekinian, tetapi pada kekekalan. Apabila orientasi hidup kita diarahkan pada Kerajaan Allah, maka kita akan mampu mengarahkan hidup kita untuk senantiasa melangkah di jalan salib. Beratnya beban hidup yang sedang kita jalani saat ini kiranya tidak menghambat iman kita karena kita tahu hasil akhirnya. Salib adalah jembatan bagi kita untuk meraih kehidupan yang kekal.

Diskusi renungan ini di Facebook:

125 Jumat, 22 April 2011 Bacaan : Lukas 23:33-49

(22-4-2011)

Lukas 23:33-49

Karena beriman

Judul: Karena beriman

Peristiwa pertobatan salah seorang penjahat yang disalibkan bersama-sama Tuhan Yesus, memiliki makna yang sangat luas. Pertobatan seorang penjahat di kayu salib merupakan contoh gemilang kemenangan Kristus atas para pemerintah dan penguasa, bahkan di saat Dia seolah-olah sudah dikalahkan oleh mereka. Drama singkat di atas kayu salib itu menggambarkan dua dampak berbeda yang ditimbulkan oleh salib Yesus Kristus bagi setiap orang yang

mendengarkan pemberitaan Injil. Berita salib Yesus, memang merupakan suatu kebodohan bagi orang yang akan binasa, tetapi bagi mereka yang diselamatkan, berita salib merupakan hikmat dan kekuatan Allah.

Salah satu dari kedua penjahat itu tetap berkeras hati hingga kesudahannya. Bahkan ia menghujat Yesus sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang lainnya (39). Meskipun sedang kesakitan dan berada dalam bayang-bayang maut, ia tetap saja tidak mau merendahkan diri. Namun hal sebaliknya terjadi pada penjahat yang bertobat. Tampaknya ia berprinsip, "Hidup karena percaya, bukan karena melihat". Hatinya dilembutkan pada saat-saat terakhirnya. Penjahat ini diselamatkan di detik-detik terakhir hidupnya, saat ia hampir jatuh ke dalam cengkeraman tangan Iblis. Dalam pengakuan dosanya (41), dia menyatakan pertobatan-Nya. Dan permintaannya selanjutnya memperlihatkan imannya terhadap Tuhan Yesus Kristus. Ia dengan rendah hati meminta agar Tuhan Yesus mengingatnya (42). Imannya mampu melihat Kristus datang sebagai Raja.

Dari kisah pertobatan penjahat ini, kita dapat belajar bahwa segala perbuatan baik kita tidaklah menyelamatkan sama sekali. Keselamatan hanya diperoleh melalui beriman pada apa yang telah Tuhan Yesus kerjakan. Tidak ada kata terlambat untuk berbalik dan percaya kepada Allah. Bagi kita yang percaya, Ia berfirman bahwa "Sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (43). Kiranya prinsip "Hidup karena percaya, bukan karena melihat" senantiasa membahana di dalam roh kita.

Diskusi renungan ini di Facebook:

126 Sabtu, 23 April 2011 Bacaan : Lukas 23:50-56b

(23-4-2011)

Lukas 23:50-56b

Di tengah kesempatan

Judul: Di tengah kesempatan

Bacaan ini berkisah tentang penguburan Yesus. Namun ada satu pertanyaan yang menarik, dimanakah Petrus yang dulu menggebu-gebu membela Yesus (bdk. Mat. 16:22). Dimanakah orang-orang yang telah mendapatkan pertolongan dan mukjizat-Nya? Mengapa mereka tidak tergerak untuk menguburkan Yesus secara layak?

Kita lihat siapa yang digerakkan Allah untuk mengubur Yesus. Dia adalah Yusuf dari Arimatea, seorang yang baik, benar, dan memiliki reputasi bersih karena kebajikan dan kesalehannya (50). Ia adalah seorang kaya sekaligus terpandang karena ia juga anggota dari Majelis Besar Yahudi. Injil Yohanes mencatat bahwa ia adalah murid Yesus, tetapi secara sembunyi-sembunyi (Yoh. 19:38).

Apa yang dilakukan oleh Yusuf dari Arimatea ini? Ia pergi menghadap Pilatus, hakim yang telah menghukum Yesus, untuk meminta mayat Yesus. Setelah mendapatkan izin, ia menurunkan mayat Yesus, lalu mengapaninya dengan kain lenan. Selanjutnya menjelang hari Sabat, Yesus di kuburkan di sebuah kuburan baru. Kuburan itu belum pernah digunakan sebelumnya. Dalam ayat 55, kita bisa melihat siapa saja yang menghadiri acara pemakaman tersebut. Namun tidak

satupun dari murid-murid-Nya hadir disana. Hanya perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galiela. Dengan mengikuti penguburan tersebut, perempuan-perempuan Galilea itu dapat mengetahui secara pasti tempat Yesus dikuburkan.

Sebagai orang percaya, ada kalanya kita merasa tidak berdaya seperti Yusuf Arimatea, yang berada di tengah kumpulan Majelis Besar. Ada kalanya kita merasa sendirian dan terjepit untuk menyatakan iman kita kepada Tuhan Yesus. Sehingga tidak banyak yang bisa kita lakukan bagi Dia. Namun kita dipanggil agar dapat memanfaatkan setiap kesempatan yang Dia berikan dan melakukan apa yang bisa kita lakukan.Jangan malah menghabiskan waktu untuk

mengkhawatirkan apa yang tidak dapat kita lakukan. Selamat berkarya bagi Yesus Kristus di tengah kesempitan!

Diskusi renungan ini di Facebook:

127 Minggu, 24 April 2011 Bacaan : Lukas 24:1-12

(24-4-2011)

Lukas 24:1-12

Kubur terbuka!

Judul: Kubur terbuka!

Perempuan-perempuan itu memang tidak ambil bagian dalam penguburan Yesus yang dilakukan oleh Yusuf dari Arimatea (Luk. 23:50-53). Namun mereka memperhatikan dengan baik proses penguburan mayat Yesus. Mereka mencoba mengingat baik-baik dimana tepatnya Yesus dikuburkan.

Karena keesokan harinya adalah hari Sabat, baru pada hari berikutnya para perempuan itu bisa mengunjungi kubur Yesus, yaitu pada hari ketiga. Mereka datang dengan membawa rempah-rempah. Namun apa yang terjadi? Kubur sudah terbuka! Dua orang yang berpakaian berkilauan memberitahu mereka bahwa Yesus tidak ada lagi di sana karena Ia telah bangkit. Kedua orang itu menegur para perempuan karena tidak mengingat perkataan Yesus mengenai penyaliban dan kebangkitan-Nya (5-7, bdk. Luk. 9:22). Perkataan kedua orang itu kemudian membangkitkan ingatan para perempuan tentang perkataan Yesus yang telah Dia ucapkan sebelumnya, jauh sebelum kematian-Nya. Para perempuan itu kemudian dapat melihat bahwa kematian dan kebangkitan Yesus adalah nubuat yang telah digenapi. Karena itu, mencari mayat Yesus di dalam kuburan merupakan tindakan tidak beriman. Yesus telah hidup dan telah mengalahkan kematian!

Lalu bagaimana reaksi murid-murid mendengar laporan para perempuan itu? Bagi mereka, kisah para perempuan itu terlalu berlebihan dan tidak masuk akal. Mereka tidak percaya (11). Petrus pun pergi untuk membuktikan laporan para perempuan itu. Namun bukti nyata yang dia lihat malah membingungkan dia (12).

Jika kita tahu hidup dan pengajaran Yesus, kita tahu pula bahwa kebangkitan berarti hutang dosa manusia telah dibayar lunas. Kita juga jadi tahu bahwa peperangan antara kasih Allah dan dosa manusia dimenangkan oleh kasih Allah. Karena Yesus bangkit, kita akan dibangkitkan bersama dengan Dia kelak. Selamat Paskah.

Diskusi renungan ini di Facebook:

128

Senin, 25 April 2011

Bacaan : Kejadian 3:1-19

(25-4-2011)

Kejadian 3:1-19

Dosa, hukuman, dan janji pelepasan

Dalam dokumen publikasi e-sh (Halaman 120-128)