Pernahkah Anda berada di persimpangan jalan? Tentu bukan persimpangan di jalan raya, melainkan persimpangan dalam kehidupan. Pada saat seperti itu Anda harus memutuskan jalan mana yang Anda akan pilih: jalan dunia yang menawarkan kemudahan dan kesuksesan atau jalan Tuhan, yang teruji kasih setia-Nya, walaupun maksud-Nya tidak selalu terlihat jelas. Bila belum pernah, suatu saat Anda akan menghadapi situasi seperti itu, cepat atau lambat.
Pemazmur sudah melewati persimpangan jalan. Ia sudah memilih jalan yang ia harus tempuh. Suatu pilihan yang tepat, menurut keyakinan pemazmur karena ia tahu bahwa Tuhan, yang jalannya ia pilih, adalah Tuhan yang baik (2). Tuhan jauh lebih penting daripada segala berkat-Nya. Bagi pemazmur, mendapat warisan Tuhan jauh lebih berharga daripada tanah warisan yang diperoleh suku-suku Israel setelah mengalahkan tanah Kanaan (5-6; lihat Kitab Yosua).
Pemazmur juga melihat kebaikan Tuhan yang dialami orang-orang kudus, yang memberikan kesukaan bagi dirinya (3). Memilih Tuhan berarti memilih jalan kehidupan (10-11). Ada
kepastian hidup yang tidak sia-sia. Hal ini kontras dengan kesia-siaan yang dialami orang-orang yang mengikuti allah lain (4).
Oleh karena pilihannya itu, pemazmur bertekad memuji Tuhan (7) dan bersandar penuh kepada-Nya (1, 8). Tuhan sudah berjanji dan Ia menepatinya. Ia berkuasa untuk memastikan
pemeliharaan-Nya terhadap orang yang memilih Dia.
Godaan untuk memilih jalan yang ditawarkan dunia ini akan selalu ada. Akan sangat terasa saat kita tidak dekat dengan Tuhan, terlebih bila masalah seakan tak habis-habisnya menerpa hidup kita. Saat seperti itu, ingatlah akan Tuhan Yesus. Bersama Dia, kita dapat yakin bahwa jalan yang kita pilih tidaklah keliru. Karya salib dan kebangkitan-Nya adalah kepastian pengampunan dosa dan hidup kekal bersama Dia.
Diskusi renungan ini di Facebook:
135 Senin, 2 Mei 2011 Bacaan : Kejadian 7:1-24
(2-5-2011)
Kejadian 7:1-24
Kasih karunia
Judul: Kasih karuniaManusia adalah puncak karya penciptaan Allah. Allah menciptakan manusia dengan tangan-Nya dan menghembuskan nafas-Nya sendiri ke dalam mulutnya. Allah menciptakan manusia
segambar dengan Dia.
Akan tetapi, manusia tidak hidup sesuai dengan rancangan Allah tersebut. Manusia
memberontak terhadap Allah. Akibatnya Allah murka dan memutuskan untuk memusnahkan segala yang ada di muka bumi (4). Apa yang Allah lakukan? Ia menurunkan hujan empat puluh hari empat puluh malam. Bayangkan! Hujan selama itu tentu saja akan membuat air meluap dan menghadirkan bencana air bah. Bisa dibayangkan betapa mengerikan keadaan bumi seusai penghukuman itu. Tidak akan ada lagi kehidupan di dunia ini. Alam semesta akan berakhir sia-sia dan sejarah manusia-sia akan selesai begitu saja. Namun bukan demikian rancangan Allah. Ia tidak ingin membatalkan karya yang telah Dia mulai begitu saja. Karena itu Allah memilih seseorang untuk melanjutkan kehidupan di dunia ini. Dialah Nuh.
Allah memilih Nuh karena dialah pribadi yang tepat untuk memberikan gambaran mengenai umat yang hidup sesuai rancangan Allah (1). Ketaatannya melakukan perintah Allah untuk membuat bahtera (Kej. 6:22), kepatuhannya memasukkan hewan-hewan ke dalam bahtera sesuai firman Allah (5, 8-9), serta kesediaannya menuruti perintah Allah untuk masuk ke dalam bahtera bersama keluarganya (1, 7) memperlihatkan imannya kepada Allah.
Ini merupakan pelajaran penting bagi kita. Ketaatan atau perbuatan baik manusia bukanlah alasan bagi Allah untuk menyelamatkan manusia, karena kesalehan manusia bagaikan kain kotor di hadapan Allah (bdk. Yes. 64:6). Manusia hanya dapat diselamatkan oleh kasih karunia Allah melalui iman. Maka ketaatan atau perbuatan baik seharusnyalah lahir sebagai respons dan ucapan syukur atas kasih karunia Allah yang begitu besar itu. Jadi jangan pernah melakukan tindakan ketaatan atau perbuatan baik dengan maksud beroleh kasih karunia Allah dalam keselamatan.
Diskusi renungan ini di Facebook:
136
Selasa, 3 Mei 2011
Bacaan : Kejadian 8:1-14
(3-5-2011)
Kejadian 8:1-14
Menanti Karya Allah
Judul: Menanti Karya AllahKita tahu bahwa menunggu merupakan pekerjaan yang menjemukan. Apalagi zaman ini memicu orang untuk melakukan segala sesuatu secara instan.
Nuh dan keluarganya sudah terombang-ambing di dalam bahtera selama seratus lima puluh hari (3). Tanpa peralatan navigasi dan tanpa seorang pun yang memiliki keahlian berlayar di dalam bahtera itu. Sungguh Allah menyertai mereka.
Meski selamat dari air bah, tetapi mereka belum kembali ke kehidupan mereka semula. Lalu Tuhan menghentikan hujan serta menyurutkan air bah hingga bahtera itu kandas di pegunungan Ararat. Puncak-puncak gunung pun mulai terlihat (1-5). Meski demikian mereka masih harus menunggu sampai Tuhan membebaskan mereka. Namun Nuh tidak tinggal diam. Ia ingin mengetahui perkembangan situasi di luar bahtera. Untuk itu ia melepaskan seekor burung gagak (7), lalu burung merpati (8-9). Namun belum ada tanda-tanda bahwa air telah surut. Nuh masih harus menunggu (10-12) sampai ada tanda bahwa bumi telah kering. Dan terbukti kemudian bahwa burung merpati yang dilepaskan oleh Nuh tidak kembali lagi ke dalam bahtera (11-12). Walau demikian Nuh tidak serta merta keluar dari bahtera. Ia masih harus menantikan perintah Allah untuk meninggalkan bahtera itu.
Penantian Nuh di dalam bahtera dan kesabarannya menunggu Allah membebaskan dia beserta keluarganya, menjadi teladan penting bagi kita.
Tidak banyak orang yang bersedia menunggu Allah menyatakan karya-Nya dan tidak banyak orang yang mau berdiam saat Allah memproses mereka. Kebanyakan orang menginginkan doanya cepat terjawab, tanpa merasa perlu tahu bahwa Allah punya maksud membentuk pribadi dalam proses penantian jawaban doa. Ada juga aktivis gereja yang ingin cepat mahir
membawakan renungan dengan mempelajari tekhniknya, tetapi tidak mau sediakan waktu untuk menelaah Alkitab secara saksama, melalui metode Baca Gali Alkitab, misalnya. Padahal
Alkitablah pokok khotbahnya.
Anda sedang mengharapkan Allah menantikan karya-Nya di dalam hidup Anda? Nantikanlah dengan penuh ketekunan di dalam doa.
Diskusi renungan ini di Facebook:
137
Rabu, 4 Mei 2011
Bacaan : Kejadian 8:15-22