• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bukhari al-Jauhari dan Tâj al-Salâtîn

Kitab ini selesai ditulis pada 1603 di Aceh Darussalam dan merupakan satu- satunya karangan Bukhari al-Jauhari yang dijumpai sampai saat ini. Ketika itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintahan Sultan Alauddin Ri`ayat Syah gelar Sayyid al-Mukammil (1590-1604 M), kakek Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Sebagai karya sastra, kitab ini digolongkan ke dalam buku adab, yaitu buku yang membicarakan masalah etika, politik, dan pemerintahan. Uraian tentang masalah-masalah tersebut dijelaskan melalui kisah-kisah yang menarik, diambil dari berbagai sumber dan kemudian digubah kembali oleh pengarangnya,

Di antara kitab-kitab yang dijadikan bahan rujukan ialah (1) Syiar al-Mulk atau

Siyasat-namah (Kitab Politik) karangan Nizâm al-Mulk yang ditulis antara 1092-

1106 M; (2) Asrar-namah (Kitab Rahasia Kehidupan) karya Farîd al-Dîn `Attâr

(1188); (3) Akhlâq al-Muhsinîn karya Husayn Wa`iz Kasyii (1494); (4) kisah-

kisah Arab dan Persia seperti Layla dan Majenun, Khusraw dan Sirin, Yusuf dan Zulaikha, Mahmud dan Ayaz, dan banyak lagi; (5) Kitâb Jâmi’ al-Tawârîkh (Kitab

Gambaran perjalanan naik dari tempat rendah

ke tempat tinggi untuk melukiskan perjalanan ruhani sui dari nafsu

rendah menuju Diri Hakiki ini sesuai dengan gambaran tentang tatanan wujud

dalam ontologi sui. Tatanan tersebut dari bawah ke atas ialah: Pertama, alam nâsût (alam jasmani, disebut juga alam al- mulk, alam syahâdah);

kedua, alam malakût (alam kejiwaan, psyche, disebut juga

alam mîtsâl; ketiga, alam jabarût (alam ruhani); dan keempat

alam lâhût (alam ketuhanan).27

Sejarah Dunia) yang ditulis untuk Sultan Mughal di Delhi yaitu Humayun (1535- 1556); dan lain-lain.

Gagasan dan kisah-kisah yang dikandung dalam buku ini memberi pengaruh besar terhadap pemikiran politik dan tradisi intelektual Melayu. Bab-bab yang ada di dalamnya, yaitu gagasan dan pokok pembahasannya selalu ditopang oleh ayat-ayat al-Qur`an dan hadis yang relevan. Begitu pula kisah-kisah yang digunakan sebagian berasal dari buku-buku sejarah, di samping dari cerita rakyat yang terdapat dalam buku seperti Alf Laylah waLaylah (Seribu Satu Malam) dan lain-lain. Makna yang tersirat dalam kisah-kisah itu dapat dirujuk pada ayat-ayat al-Qur`an dan hadis yang dikutip.

Tema sentral buku ini ialah keadilan, karena kehidupan sosial keadilanlah jalan yang mampu membawa manusia menuju kebenaran. Untuk menegakkan keadilan diperlukan kearifan dan kematangan berpikir. Buku ini dibagi ke dalam 24 bab. Bab pertama yang merupakan titik tolak pembahasan masalah secara keseluruhan membicarakan pentingnya pengenalan diri, pengenalan Allah sebagai Khalik dan hakikat hidup di dunia serta masalah kematian. Diri yang harus dikenal oleh setiap Muslim ialah diri manusia sebagai khalifah Tuhan di atas bumi dan hamba-Nya. Melalui ajaran tasawuf, Bukhari al-Jauhari mengemukakan sistem kenegaraan yang ideal dan peranan seorang raja yang adil dan benar. Orang yang tidak adil, apalagi dia seorang raja, akan menerima hukuman berat di dunia dan akhirat. Sebaliknya raja yang baik dan adil, akan menerima pahala dan tempat di surga. Ia adalah bayang-bayang Tuhan, menjalankan sesuatu berdasarkan sunnah dan hukum Allah.

Bukhari tidak hanya memberikan makna etis dan moral bagi keadilan, melainkan juga makna ontologis. Raja yang baik adalah seorang uli al-albâb yang

menggunakan akal pikiran dengan baik dalam menjalankan segala perbuatan dan pekerjaannya, khususnya dalam pemerintahan.

Adapun tanda uli al-albâb ialah: (1) Bersikap baik terhadap orang yang berbuat

jahat, menggembirakan hatinya dan memaafkannya apabila telah meminta maaf dan bertobat; (2) Bersikap rendah hati terhadap orang yang berkedudukan lebih rendah dan menghormati orang yang martabat, kepandaian dan ilmunya lebih tinggi; (3) Mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan cekatan pekerjaan yang baik dan perbuatan yang terpuji; (4) Membenci pekerjaan yang keji, perbuatan jahat, segala bentuk itnah dan berita yang belum tentu kebenarannya; (5) Menyebut nama Allah senantiasa dan meminta ampun serta petunjuk kepada- Nya, ingat akan kematian dan siksa kubur; (6) Mengatakan hanya apa yang benar-benar diketahui dan dimengerti, dan sesuai tempat dan waktu, yaitu arif menyampaikan sesuatu; (7) Dalam kesukaran selalu bergantung kepada Allah SWT dan yakin bahwa Allah dapat memudahkan segala yang sukar,

Tema sentral buku ini ialah keadilan, karena

kehidupan sosial keadilanlah jalan yang

mampu membawa manusia menuju kebenaran. Untuk menegakkan keadilan diperlukan kearifan dan

kematangan berpikir. Buku ini dibagi ke

asal berikhtiar dan berdoa dengan sungguh-sungguh. Sebagai pergantungan sekalian makhluk, Allah adalah Maha Pengasih dan Penyayang.

Karena itu seorang raja atau pemimpin harus memenuhi syarat seperti berikut: (1)

Hifz, yaitu memiliki ingatan yang baik; (2) Fahm, yaitu memiliki pemahaman yang benar terhadap berbagai perkara; (3) Fikr, tajam pikiran dan luas wawasannya; (4) Irâdah, menghendaki kesejahteraan, kemakmuran dan kemajuan untuk

seluruh golongan masyarakat; (5) Nûr, menerangi negeri dengan cinta atau

kasih sayang.

Dalam fasal ke-5 Bukhari al-Jauhari mengutip kitab ‘Âdab al-Mulk, dan

menyatakan bahwa ada beberapa syarat lagi yang mesti dipenuhi oleh seorang calon pemimpin atau raja agar dapat memerintah negeri dengan adil dan benar. (1) Seorang raja harus dewasa dan matang sehingga dapat membedakan yang baik dan yang buruk bagi dirinya, masyarakat banyak dan kemanusiaan; (2) Seorang raja hendaknya memiliki ilmu pengetahuan yang memadai berkenaan dengan masalah etika, pemerintahan, politik, dan agama. Dia hendaklah bersahabat dengan orang-orang berilmu dan cendekiawan, dan bersedia mendengarkan dari mereka berbagai perkara yang tidak diketahuinya. Penasihat raja seharusnya juga orang yang berilmu pengetahuan, di samping jujur dan mencintai rakyat; (3) Menteri-menteri yang diangkat mesti dewasa dan berilmu, serta menguasai bidang pekerjaannya; (4) Mempunyai wajah yang baik dan menarik, sehingga orang mencintainya, tidak cacat mental dan isik; (5) Dermawan dan pemurah, tidak kikir dan bakhil. Sifat kikir dan bakhil adalah tanda orang yang syirik dan murtad; (6) Raja yang baik harus senantiasa ingat pada orang-orang yang berbuat baik dan membantu dia keluar dari kesukaran, membalas kebajikan dengan kebajikan; (7) Raja yang baik mesti tegas dan berani. Jika rajanya penakut, maka pegawai dan tentara juga akan menjadi penakut. Terutama dalam menghadapi orang jahat dan negara lain yang mengancam kedaulatan negara; (8) Tidak suka makan dan tidur banyak, dan tidak gemar bersenang-senang dan berfoya- foya, karena semua itu akan membuat dia alpa dan lalai pada tugasnya sebagai kepala negara; (9) Tidak senang bermain perempuan; (10) Sebaiknya seorang raja dipilih dari kalangan lelaki yang memenuhi syarat dalam memimpin negara. Kecuali dalam keadaan terpaksa.

Fasal ke-6 dimulai dengan kutipan Surah al-Nahl/16: 90, “Inna Allâha ya`muru

bi al-`adl wa al-ihsân”–Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil

dan ihsan. Sikap adil ada dalam perbuatan, perkataan dan niat yang benar; sedangkan ihsan mengandung makna adanya kebajikan dan kearifan dalam perbuatan, perkataan, dan pekerjaan. Raja yang adil merupakan rahmat Tuhan yang diberikan kepada masyarakat yang beriman, sedangkan raja yang zalim sering merupakan hukuman dan laknat yang diturunkan kepada masyarakat yang aniaya dan bodoh. Hadis lain yang juga dikutip ialah: “Raja yang tidak

mencintai rakyatnya akan terhalang memasuki pintu surga dan mengalami

kesukaran฀meraih฀rahmat฀Allah.”

Merujuk pada buku ‘Âdab al-Mulk, Bukhari menyatakan ada tiga perkara utama

yang membuat sebuah kerajaan runtuh: (1) Raja tidak memperoleh informasi yang benar dan rinci tentang keadaan negeri yang sebenar-benarnya, dan hanya menerima pendapat satu pihak atau golongan; (2) Raja melindungi orang jahat, keji, bebal, tamak dan pengisap rakyat; (3) Pegawai-pegawai raja senang menyampaikan berita bohong, menyebar itnah, membuat intrik-intrik yang membuat timbulnya konlik.