• Tidak ada hasil yang ditemukan

Courtland Bovee dan John V Thill 2007 Komunikasi Bisnis, Jilid 1, edisi kedelapan Indonesia: PT Macanan.

Dalam dokumen PERENCANAAN KOMUNIKASI KONSEP DAN APLIKA (Halaman 121-125)

Oleh: Almy Zarlis, S.T.

Tahap   6.   Pengukuran ROI ‐ Return of Investment (hasil dari investasi)

L. Courtland Bovee dan John V Thill 2007 Komunikasi Bisnis, Jilid 1, edisi kedelapan Indonesia: PT Macanan.

Machfoedz, Mas’ud dan Mahmud Machfoedz. 2004. Komunikasi Bisnis Modern, untuk Mahasiswa dan Profesi. Yogyakarta: BPFE.

Soeganda, Priyatna dan Ardianto, Elvinaro. 2009. Komunikasi Bisnis, Tujuh Pilar Komunikasi Bisnis. Bandung: Widya Padjajaran.

Sumber lain:

Bahan mata kuliah Negosiasi Prof. Dr. H. Soeganda Prityatna, DR Eddy Kurnia, dan Dr. Udung Noor Rosyad. M.Si tahun 2012.

http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2149629-strategi-dan-teknik-negosiasi- komunikasi/#ixzz2HjbgzOZo. Diposkan oleh Syukur. Diunduh pada hari Jumat, tanggal 11 Januari 2013, pukul 10.30pm.

http://hazellsqandinavy.wordpress.com/2012/03/09/beberapa-kasus-dalam-perusahaan/. Diunduh pada hari Jumat, tanggal 19 Juli 2013, pukul 10.00

                                       

         

BAB

12

EVALUASI

PERENCANAAN

KOMUNIKASI

Oleh:

Sendy

Triwilopo,

S.Sos.,

M.Ikom.

      A. Pendahuluan     

PERENCANAAN  komunikasi  pada  akhirnya  adalah  pencapaian  target.  Ini  berarti efektivitas perencanaan komunikasi adalah tentang persuasi yang terjadi  pada khalayak sasaran. Mereka seyogyanya akan mengalami sesuatu berupa efek  persuasi, yakni perubahan sikap dan perubahan perilaku, sebagaimana yang  diinginkan oleh perancang atau perencana komunikasi. 

Kampanye penggunaan MCK sebagai jamban sehat di satu kampung akan  jadi sia‐sia, manakala khalayak yang jadi target dalam strategi komunikasi yang  dijalankan, ternyata tetap enggan menggunakan kakus saat buang air besar.  Dengan tetap menjalankan program pembangunan MCK umum, karena memang  sudah dianggarkan untuk dibangun, maka dapat dikatakan bahwa perencanaan  komunikasi mengalami ketidakberhasilan atau telah gagal. Alangkah sia‐sianya,  jika sang perencana hanya membuat “dokumen perencanaan komunikasi” yakni 

pihak  organisasi  membuat  perencanaan  komunikasi  yang  boleh  dikata 

komprehensif, namun tidak menjadi kerangka acuan pada saat menjalankan atau 

menerapkannya  dalam  lingkup  meluas.  Sang  perancang  telah  membuat 

perencanaan komunikasi yang baik, komprehensif dan terdokumentasi dengan  baik, sayangnya tidak menjadi bahan pertimbangan ketika membangun MCK 

umum. 

 

Kemampuan perancang atau si perencana komunikasi sudah seharusnya  menyadari kendala yang terjadi di lapangan untuk mencegah kesia‐siaan seperti  itu. Setidaknya, dalam strategi perencanaan komunikasi yang dibuat, ia berani 

merekomendasikan  bahwa  masih  dibutuhkan  tahapan‐tahapan  komunikasi 

“tambahan” sebelum siap membangun MCK umum. Hal‐hal yang ditangkap di  lapangan adalah bahan masukan atau data bagi seorang perancang komunikasi.  Ia harus mampu menerjemahkan semua potensi yang dapat mendukung (atau  sebaliknya akan menggagalkan) kondisi perencanaan komunikasi. Jika hal‐hal itu  telah tertuangkan dalam strategi yang telah dijalankan, maka peran evaluasi yang  dapat menginventarisasi masalah untuk mengkaji ulang strategi yang dijalankan  dan taktik yang diterapkan dalam menuangkan strategi di lapangan. 

Evaluasi  dalam  perencanaan komunikasi  berperan  penting  dalam  hal  memberi  arahan atau tinjauan atas  perencanaan  komunikasi. Evaluasi pada  dasarnya adalah menilai sejauh mana pencapaian hasil yang diperoleh (performace  outcome).  

Untuk  keperluan  dimaksud  maka  diperlukan  berbagai  analisis  yang  menyertainya.  

 

1) Analisis khalayak (Audience reached and target audience)

2) Analisis media (media performance)

3) Analisis Pencapaian obyektif (progress perform)

4) Analisis Kinerja tim dan sumberdaya (Team and Empowering)

5) Analisis pembiayaan (Expenditure)

 

Menurut Dean Kazoleas (Dalam Baldwin, 2004), ada beberapa bentuk  evaluasi: formative evaluation (evaluasi formatif), intermediate evaluation (evaluasi  menengah), summative evaluation (evaluasi sumatif). Evaluasi formatif dilakukan  sebelum  kegiatan  dimulai;  mencakup  rancangan  background  research  (riset  pendahuluan) yang dimaksudkan untuk pemetaan masalah.  

Intermediate or interim evaluation (evaluasi menengah atau evaluasi dalam  pelaksanaan) berupa evaluasi yang dilakukan selama kegiatan atau program  berlangsung.  Evaluasi  ini  dari  mulai  perencanaan  hingga  tahapan‐tahapan  komunikasi dilakukan, untuk mengukur dan menguji seberapa efektif pesan  diterima saat kegiatan dilakukan.  

Summative  evaluation  merupakan  langkah  akhir  dalam  kegiatan  komunikasi.  Daripadanya  terlihat  pengaruh  atau  efek  dari  kegiatan  yang  dijalankan, apakah  tujuan  telah tercapai? Apakah ada efek yang tidak kita  inginkan? Mengapa ada tujuan yang belum tercapai? (Baldwin, 2004: 335). 

 

Pengertian  dari  Kazoleas  mengarahkan  pemahaman  kita  bahwa 

mengartikan  evaluasi  dalam  perencanaan  komunikasi  tidak dapat  diartikan  sebagai  sesuatu  yang  dinilai  setelah  program  selesai.  Namun  hendaknya  diartikan sebagai penilaian ulang sejak perancangan rencana dan selama strategi  komunikasi  dijalankan,  sampai  dengan  kegiatan  dianggap  telah  berakhir.  Evaluasi bukan hanya setelah, tetapi sejak perancangan, selama atau sepanjang  pelaksanaan, hingga kegiatan yang dirancang itu selesai dijalankan.  

Evaluasi dalam perencanaan komunikasi merupakan hal yang berkaitan  langsung  dengan  tujuan  dan  analisis  objektif  perencanaan.  Venus  (2004) 

mengungkapkan  pentingnya  memahami  tahap  evaluasi  dalam  perencanaan 

kampanye. Model dari Gregory (2000, dalam Venus, 2004: 109) dapat menjelaskan  pentingnya evaluasi dalam sebuah perencanaan. 

 

Langkah awal suatu perencanaan adalah melakukan analisis masalah. Agar dapat diidentifikasi dengan jelas, maka analisis masalah hendaknya dilakukan secara terstruktur. Pengumpulan informasi yang berhubungan dengan permasalahan harus dilakukan secara objektif dan tertulis serta memungkinkan, untuk dilihat kembali setiap waktu. Hal ini dapat rnenghindarkan terjadinya pemecahan masalah yang tidak tepat. (Venus, 2004:109).

 

Konsep perencanaan kampanye yang dipaparkan Venus dalam model tahap‐ tahap proses perencanaan kampanye dari Gregory (2000) dapat digunakan untuk  menggambarkan pentingnya evaluasi dalam perencanaan komunikasi. 

 

Gambar 12.1. Model Evaluasi Kampanye  

(Sumber: Venus, 2004:108)

 

   

Pada model ini dapat dikatakan peran penting evaluasi, yaitu memberikan  umpan balik kepada taktik atas strategi komunikasi yang dijalankan. Tanda  panah pada kotak evaluasi mengarah balik ke atas, ke kotak taktik. Ini berarti  evaluasi dapat berfungsi atau berperan sebagai umpan balik pelaksanaan taktik  yang digunakan dalam strategi komunikasi. 

Evaluasi memberikan suatu arahan atas pencapaian pelaksanaan strategi.  Manakala keberhasilan belum terpenuhi, maka dengan evaluasi yang baik dapat  segera dilakukan perbaikan. Melalui evaluasi akan dipelajari kekurangan yang  mungkin terjadi pada program atau bagian lain yang telah berjalan dengan baik  (performed).  Juga  dimungkinkan  pengembangan  program  (improvement)  dan  inovasi yang dibutuhkan dengan cepat tanggap atas permasalahan. Evaluasi juga  memungkinkan perbaikan di tengah program berjalan, mempelajari kekeliruan  yang mungkin terjadi serta mencegah akan terjadinya kesalahan.  

Patterson  dan  Radtke  (2009:  151) menyampaikan lima  tahap  evaluasi  perencanaan strategi komunikasi. 

 

1. Menetapkan maksud dan kegunaan evaluasi. Perlu dipahami alasan

pembuatan laporan pencapaian atau evaluasi. Kebergunaan evaluasi tidak hanya untuk kepentingan internal para pelaksana program, juga dapat digunakan oleh berbagai pihak atau sebagai bahan pembelajaran di masa datang.

2. Tinjau ulang sasaran (review) dan tujuan yang ingin dicapai. Perlu dikaji ulang tentang keterlibatan para pelaksana perencanaan dalam mengukur raihan keberhasilan. Apakah mereka melakukan pekerjaan sesuai strategi dan taktik awal, ataukah telah terjadi perubahan yang diperlukan saat strategi dijalankan. Juga mengenai sejauh mana mereka menilai hal-hal yang mendukung keberhasilan pencapaian tujuan.

3. Bentuklah tim evaluasi serta jadwal pencapaian hasil (timetable).

Terdapat tugas tim evaluasi yang melakukan review hingga pembuatan laporan evaluasi. Mereka mempunyai catatan penjadwalan pekerjaan dengan raihan per periode. Artinya, mereka juga melakukan monitoring penjadwalan kerja.

4. Tentukan cara terbaik untuk mengukur suatu sasaran yang terpenuhi. Tim

yang dibentuk untuk evaluasi harus fokus pada pengukuran dari pengaruh komunikasi, bukan hanya kegiatan komunikasinya saja. Bahwa semua yang terlibat dalam perencanaan mempunyai kontribusi pada pencapaian

 

tujuan yang dicanangkan sejak awal. Masing-masing mempunyai bagian tersendiri untuk mencapai sasarannya, sehingga dapat dilihat bagaimana masing-masing mereka menyelesaikan bagian tugasnya.

5. Bentuklah proses atau cara untuk membuat laporan evaluasi. Tim evaluasi

membuat laporan pencapaian dan menetukan siapa yang mengerjakannya. Laporan dan persetujuan atas laporan yang ia buat penting artinya sebagai pengawasan mutu (quality control) dan pencapaian tahapan yang telah diterapkan.

 

Tahapan‐tahapan di atas mengindikasikan bahwa diperlukan bagian dari  perencanaan  komunikasi  yang  mengurusi  evaluasi.  Biasanya,  bagian  ini  merupakan bagian yang melakukan kegiatan evaluasi dan monitoring dalam  perencana komunikasi. Bagian ini dapat secara struktural dibuat, atau dapat pula  tidak  struktural  dalam  organisasi  perencanaan  komunikasi.  Adapun  dalam  kegiatan  perencanaan  komunikasi,  kedua  istilah  tersebut  (monitoring  dan  evaluasi) dapat dikatakan sebagai bagian tak terpisahkan. 

Kegiatan  evaluasi  dalam  perencanaan  komunikasi  berimplikasi  pada  modifikasi perencanaan jika memang dibutuhkan (planning modification) atau  dikatakan Patterson dan Radtke (2009: 152) sebagai midcourse coorection; sebuah  perbaikan yang diperlukan untuk dilakukan di tengah perjalanan. Kondisi ini  dapat terjadi sebagaimana yang dimaksudkan Kazoleas dengan interim evaluation.   Jika memang pada perkembangannya terdapat hal‐hal belum dapat diraih  (not perform) dalam pencapaian (progress) yang ditargetkan, maka perlu dilakukan  perbaikan (dalam Baldwin, 2004: 334). Pada kondisi ini tidak berarti strategi yang 

dijalankan  berubah,  namun  dilakukan  modifikasi.  Dalam  perencanaan 

komunikasi, tujuan (goals and objectives) telah ditetapkan sejak awal dengan  mempertimbangkan kemampuan yang ada, sehingga “harus” tercapai.  

Adapun modifikasi yang dilakukan merupakan perubahan cara dan taktik  untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi tidak pada tempatnya kita mengubah tujuan  di tengah perjalanan, yang dapat kita lakukan adalah melakukan perubahan yang  memudahkan cara untuk mencapai tujuan. Jika iklan di surat kabar kurang  mengena dalam mencapai tujuan berupa perubahan sikap dan perilaku target  audiences, maka lakukan modifikasi dalam penggunaan media. Langkah ini tidak  mengubah  tujuan  awal,  dengan  alasan strategi  dan  taktik  yang  dijalankan  “hanya”  mampu  mengubah  persepsi  target  audiences,  sedangkan  kita  tetap  bertujuan mengubah sikap dan perilaku khalayak, maka beberapa langkah dapat 

diambil;  misalnya  dengan  memakai  brosur,  mengintensifkan  komunikasi 

interpersonal  ataupun  melakukan  diskusi  kelompok.  Sekali  lagi,  jangan 

 

mengubah tujuan ketika evaluasi memperoleh temuan penting, namun lakukan  modifikasi.        B. Evaluasi Formatif      

EVALUASI menjadi hal yang penting dalam perencanaan karena membutuhkan  analisis yang di dalamnya mengundang perencana untuk melakukan semacam  riset pendahuluan sebelum rencana disiapkan. Dalam beberapa buku kampanye 

komunikasi,  perencanaan  menggunakan  istilah  evaluasi  formatif  dalam 

pengertian yang cenderung sama.  

Atkin  (1989)  menyebutkan  kegiatan  evaluasi  formatif  ini  sebagai  tes  pendahuluan (Rice dan Paisley, 1989: 97), Venus menyebutkannya sebagai riset  formatif  (Venus  2004:108); riset  formatif  dapat diartikan  sebagai  riset  yang 

dilakukan  dalam  masa  perencanaan  kampanye  yang  ditujukan  untuk 

mengontruksi program kampanye yang lebih baik.  

Adapun Dadang Solihin (2011) memberikan batasan lain. Evaluasi formatif  adalah evaluasi yang fokus pada kinerja yang lebih baik (kebijakan,program, atau  kegiatan). Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang fokus kepada hasil.4  

Mengacu pada pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa evaluasi  formatif adalah penilaian yang tidak harus dilakukan di awal program, dapat saja  dilakukan di pertengahan atau bahkan di akhir, sepanjang bermaksud untuk  menilai kinerja bidang‐bidang yang dinilai. Demikian pula evaluasi sumatif,  dapat saja dilakukan di pertengahan program, sepanjang maksudnya untuk  menilai hasil‐hasil yang telah dicapai pada saat itu. Evaluasi formatif dapat  dilakukan  pada  awal  kegiatan,  pada  saat  perencanaan  komunikasi  baru  memasuki tahapan merancang format.  

Atkin (1989) menyebutkan bahwa pelaksanaan kampanye kesehatan di  Amerika Serikat biasa didahului dengan survei pendahuluan yang mencoba  merumuskan potensi‐potensi  masalah yang mungkin timbul. Pola ini dapat  dikatakan sebagai sebuah evaluasi formatif (dalam rangka penyusunan strategi)  di dalam perencanaan komunikasi. Dengan asumsi bahwa rancangan kampanye  merupakan salah satu bentuk perencanaan komunikasi, boleh dikata bahwa pada 

       4

Dikutip dari Materi Diklat Perencanaan Kementerian Daerah Tertinggal. Sumber: Situs internet http://dadang-solihin.blogspot.com/; diunduh 29 Mei 2012 pukul 22.20.WIB.

 

saat  evaluasi  formatif  tersebut,  saat  pra‐kegiatan  telah  dilakukan  berbagai  analisis, sebagaimana analisis yang dilakukan terhadap media dan khalayak.  

Berbekal  hasil evaluasi  formatif tentunya  akan diperoleh  arahan atau  patokan untuk menilai variabel‐variabel yang perlu diperhatikan. Misalkan untuk  variabel media, dari tes formatif seperti itu akan diperoleh gambaran lebih pasti  tentang progress yang ingin dicapai dalam perencanaan media ini. Daripadanya  akan  diperoleh  serangkaian  tahapan  ataupun  target  untuk  progress  bidang  tersebut. Maka evaluasi formatif yang dilakukan memberi batasan‐batasan atas  variabel media.  

Tentunya dibutuhkan berbagai analisis dalam rangka evaluasi fromatif ini.  Dalam Rice dan Paisley (1989) disebutkan bahwa tes formatif (evaluasi pra‐ kegiatan)  merupakan  kunci  keberhasilan  strategi  kampanye  anti‐rokok  di  Amerika. Bahwa variabel pesan yang spesifik tertuju pada satu segmen khalayak  lebih efektif dibandingkan pesan yang meluas. Penentuan variabel pesan ini  ternyata  ditemukan  dalam  tes  formatif,  hal  mana  akan  mengubah  strategi  khalayak yang awalnya telah ditetapkan berasaskan heterogenitas khalayak (Rice  dan Paisley, 1989: 211). 

 Evaluasi formatif, dalam batasan pengertian dalam Handbook on Planning,  Monitoring and Evaluating for Development Result yang diterbitkan United Nations  Development Programme (UNDP)5, yakni badan PBB yang mengurusi program 

pembangunan, dinyatakan sebagai evaluasi saat program atau kegiatan berjalan  (undertaken around the middle period of implementation of the initiative). Batasan  pengertian Formative evaluation dalam UNDP (2009: 137): evaluasi formatif  bermaksud  untuk  meningkatkan  kinerja,  kebanyakan  dilakukan  saat  tahap  pelaksanaan proyek atau program (intends to improve performance, most often  conducted during the implementation phase of projects or programmes).  

Batasan  ini  menggambarkan  bahwa  bahwa  evaluasi  formatif  dapat 

dilakukan di awal perencanaan komunikasi ataupun saat strategi program mulai  dilakukan.  Evaluasi  formatif  yang  baik  akan  memberi  arahan  perencanaan  komunikasi dalam “garis koridor” yang telah ditetapkan sebelumnya. Artinya,  meskipun improvement atau pengembangan program dapat terjadi, sekali lagi,  tujuan dan sasaran program telah ditetapkan sebelumnya dan tidaklah berubah.  

     

       5

Handbook on Planning, Monitoring and Evaluating for Development Resullts, Copyright ©UNDP, 2009.

 

Dalam dokumen PERENCANAAN KOMUNIKASI KONSEP DAN APLIKA (Halaman 121-125)