Oleh: Almy Zarlis, S.T.
Tahap 6. Pengukuran ROI ‐ Return of Investment (hasil dari investasi)
D. Mengorganisasikan Pesan Komunikasi
3) Komunikasi Visual : Menentukan Warna & Gambar Pemikat Mata 3
Bring Good Things to Light”, “Zoom! Zoom!“, atau “Hari gini nggak bayar SPT, apa kata dunia.”
Kesadaran merek mengacu pada kemampuan pelanggan untuk
mengingat dan mengenali merek dalam kondisi yang berbeda dan link ke nama merek, logo, hutan, dan sebagainya untuk asosiasi‐asosiasi tertentu di memori. Hal ini membantu pelanggan untuk memahami di mana produk atau jasa kategori merek tertentu milik dan produk apa yang dijual dengan nama merek.
3) Komunikasi Visual : Menentukan Warna & Gambar Pemikat Mata3
Komponen utama dari komunikasi visual yang muncul di lapangan, misalnya, dapat ditemukan di beberapa bidang seperti arsitektur, arsitektur lanskap, arkeologi, koreografi, dan kostum desain. Karena ini adalah sistem dinamis, beberapa bidang akan menjadi pusat yang dominan dan bidang yang lain mungkin menyusut dan bahkan mati. (Smith, 2005)
Komunikasi Grafis adalah pekerjaan dalam bidang komunikasi visual yang berhubungan dengan grafika (cetakan) dan/atau pada bidang dua dimensi dan statis (tidak bergerak dan bukan time‐based images).
Sedangkan Komunikasi visual merupakan payung dari berbagai
kegiatan komunikasi yang menggunakan unsur rupa (visual) pada berbagai media: percetakan / grafika, luar ruang (marka grafis, papan reklame), televisi, film /video, internet, dll; dua dimensi maupun tiga dimensi, baik yang statis maupun bergerak (time based).
Sedangkan Komunikasi Grafis merupakan bagian dari Komunikasi
Visual dalam lingkup statis, dua dimensi, dan umumnya berhubungan dengan percetakan / grafika. Kata Grafis sendiri mengandung dua pengertian: (1) Graphein (lt.= garis, marka) yang kemudian menjadi Graphic Arts atau Komunikasi Grafis; (2) Graphishe Vakken (belanda=pekerjaan cetak) yang di Indonesia menjadi Grafika, diartikan sebagai percetakan. Dalam terminologi ini standar kompetensi Komunikasi Grafis dibuat.
Bidang profesi Komunikasi Grafis meliputi kegiatan penunjang dalam kegiatan penerbitan (publishing house), media massa cetak koran dan majalah,
3 (Sumber: New York Chapter of the Graphic Artists Guild, Copyright 2002, http://skknidesaingrafis.org)
periklanan (advertising), dan biro grafis (graphic house, graphic boutique, production house). Selain itu komunikasi grafis juga menjadi penunjang pada industri non‐komunikasi (lembaga swasta / pemerintah, pariwisata, hotel, pabrik / manufaktur, usaha dagang) sebagai inhouse graphics di departemen promosi ataupun tenaga grafis pada departemen public relation perusahaan.
Pekerjaan Komunikasi Grafis meliputi olah gambar/images (gambar ilustrasi, fotografi), olah teks/tipografi (cipta dan susun huruf) dan penggabungan unsur teks dan images ke dalam rancangan/desain yang siap dilaksanakan. Istilah“graphic communication” dan “visual communication” dalam menggambarkan peranan desain grafis dalam komunikasi.
Saat ini peranan komunikasi yang diemban makin beragam: informasi umum (information graphics, signage), pendidikan (materi pelajaran dan ilmu pengetahuan, pelajaran interaktif pendidikan khusus), persuasi (periklanan, promosi, kampanye sosial), dan pemantapan identitas (logo, corporate identity, branding).
Munculnya istilah “komunikasi visual” adalah akibat dari makin meluasnya media yang dicakup dalam bidang komunikasi lewat bahasa rupa ini: percetakan / grafika, film dan video, televisi, web design, dan CD interaktif. Bidang komunikasi grafis merupakan bagian dari ilmu seni rupa yang dimanfaatkan untuk berkomunikasi. Karena itu ada beberapa hal menyangkut wawasan, keterampilan dan kepekaan yang disyaratkan bagi orang sebelum masuk dalam bidang ini.
Standar kompetensi bidang Komunikasi Grafis dipilah menjadi 3 sub‐ bidang:
- Desain Grafis: merancang / menyusun bahan (huruf, gambar dan
unsur grafis lain) menjadi informasi visual pada media (cetak) yang dimengerti publik.
- Ilustrasi: menampilkan informasi dengan ketrampilan gambar
tangan dan penuangan daya imajinasi.
- Fotografi: menampilkan informasi dengan keterampilan
menangkap cahaya melalui kamera dan kepiawaian memilih / mengolah hasil bidikan.
Skill & Knowledge dalam komunikasi grafis membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan kepekaan olah unsur rupa/desain; (line, shape, form, texture, space, tone, colour, dst.) serta prinsip desain (harmony, balance, rhythm, contrast, depth, dst.). Pengetahuan warna (lingkaran warna, hue, analog, saturation,
substraktif (pantulan/pigmen), pengetahuan warna monitor (RGB) dan warna untuk percetakan (CMYK, Spot Colour).
Khusus untuk sub‐bidang desain grafis disyaratkan memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam olah huruf/tipografi: keluarga huruf, ukuran huruf, bobot huruf, istilah dalam tipografi, keterampilan mengolah huruf secara manual maupun secara digital
Khusus untuk sub‐bidang ilustrasi disyaratkan memiliki keterampilan menggambar dan kepekaan pada unsur gambar (garis, bidang warna)
Khusus untuk sub‐bidang fotografi disyaratkan memiliki pengetahuan dasar fisika cahaya (lensa dan film), dan kimia foto.
Klaster‐klaster di bawah ini merupakan bagian dari sistem komunikasi visual: • kecerdasan visual/kognisi/persepsi • visual mata • desain grafis/estetika • visualisasi/kreativitas
• budaya visual/retorika/semiotika visual
• kinerja profesional: fotografi/film/video/internet/media massa/periklanan/PR
Komponen utama dari komunikasi visual yang muncul di lapangan, misalnya, dapat ditemukan di beberapa bidang seperti arsitektur, arsitektur lanskap, arkeologi, koreografi, dan kostum desain. Karena ini adalah sistem dinamis, beberapa bidang akan menjadi pusat yang dominan dan bidang yang lain mungkin menyusut dan bahkan mati. (Sumber: Teori Komunikasi Visual, Metode, dan Media, diedit oleh Ken Smith, Universitas of Wyoming, Lawrence Erlbaum Asosiasi, 2005, Penerbit Mahwah, New Jersey.)
Daftar Pustaka
Austin, Erica Weintraub and Pinkleton, Bruce E. 2006. Strategic Public Relations Management Planning and Managing Effective Communication Programs. Lawrence Erlbaum Associates. London: Mahwah Publishers, New Jersey.
Gallo, Carmine. 2010. The Presentation Secrets of Steve Jobs. Mc Graw Hill. Grossberg, Lawrence, Media Making, California London: Sage.
Grossberg, Lawrence., Wartella, D Ellen.,Whitney, Charles. 1998. Mediamaking: Mass Media In A Popular Culture. Thousand Oaks, Calif., London: Sage.
Kotler, Philip. Ingredient Branding Making The Invisible Visible. 2010. Northwestern University, Kellogg Graduate School Evanston, IL 60208, USA.
Kasali, Rhenald. 2007. Change: Manajemen Perubahan dan Harapan. Penerbit Gramedia. Kasali, Rhenald. 2011. Cracking Zone. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kotler, Philip. 1999. Kotler on Marketing: How to Create, Win, and Dominate Markets. Publisher Free Press.
Patterson, Sally J., Radtke, Janel M. 2009. Strategic communication for Nonprofit Organizations. John Willey& Sons Inc.
Smith, Ken. 2005. Handbook Of Visual Communication Theory, Methods, And Media. University Of Wyoming. Lawrence Erlbaum Associates. Publishers Mahwah. New Jersey London.
Van Riel, Cees B.M. and Fombrun, Charles J. 2007. Essentials Of Corporate Communication: Implementing practices for effective reputation management. Routledge.
Sumber lain:
http://tekno.kompas.com/read/2012/02/01/09153884/Jumlah.Pengguna.Facebook.Indonesi a.Disusul.India
New York Chapter of the Graphic Artists Guild, Copyright 2002, dalam http://skknidesaingrafis.org
www.logoresource.com/artikel/symbol_logo.php, 26-03-2007 http://www.goodlogo.com/
Presentation of Sharyn Sutton. January 27, 2006. Developing Effective Message Strategy. Managing Director Communication & Social Marketing, SSutton@AIR.org
BAB
10
PERENCANAAN
PESAN
OPERASIONAL
Oleh:
Titan
Roskusumah,
S.Sos.
A. Struktur Pesan
STRUKTUR pesan merupakan kumpulan ide dan gagasan yang tersusun menjadi satu kesatuan pesan yang utuh (Bajari, 2007). Di mana setiap gagasan yang dibuat dirinci satu per satu ke dalam bentuk kalimat yang saling berkaitan dan mendukung. Dan diharapkan setiap tahapan pesan tersebut mempunyai sistematika urutan yang tidak tumpang tindih.
Seorang perencana komunikasi harus melakukan riset terhadap sikap khalayak sebelum menentukan struktur pesan yang akan digunakan. Karena struktur pesan dipengaruhi kuat oleh sikap khalayak sasaran terhadap pesan yang akan disampaikan dan tujuan komunikator. Dari dua keadaan tersebut, tujuan komunikator dan sikap khalayak dapat diketahui apakah tujuan penyampaian pesan tersebut berlawanan dengan sikap khalayak atau seiring sejalan dengan sikap khalayak. Apabila perencana telah mengetahui keadaan yang dihadapi, maka perencana dapat memilih struktur pesan yang akan digunakan.
Marilah kita analisis bersama‐sama contoh penyajian pesan pada sebuah iklan biskuit Oreo dalam tayangan televisi berikut ini:
Gambar 10.1. Contoh Penyajian Pesan dalam Iklan Televisi
Adegan dibuka dengan anak kecil yang bernama Afika sedang mencoret-coret kertas di rumahnya.
Kemudian datang temannya Afika yang tidak disebutkan namanya.
Teman Afika : “Afiikkaaa...”
Afika : “Iyaaaa...”
Teman Afika : “Ada yang baru nih,” dengan berlari masuk ke dalam rumah.
Afika : “Apaaa??” dengan ekspresi lucu dan bengong.
Teman Afika : “ Pake ini dulu yaa,” sambil memakaikan jaket dan shawl.
Afika pun tambah bengong dan bingung. Teman Afika : “Udah siaaap?”
Afika : “Udaaah,” sambil mengangguk-angguk tidak
sabar.
Teman Afika : “Tapi dingin looh,” semakin membuat penasaran Afika.
Teman Afika : “Ini dia oreo es krim rasa orange...”
Afika : “Haaah jaruuk?” dengan nada lucu.
Teman Afika
dan Afika : “Dijilaat, diputeer, dicelupiin deh... Brrrrrrrbbbrrr ddingiiin.”
Afika : “Hanya Oreooo.”
Sumber: Iklan Oreo Rasa Jeruk dari Televisi Swasta Indonesia
Produk Oreo Rasa Orange/Jeruk mempunyai pangsa pasar anak‐anak sehingga menggunakan Afika sebagai tokoh dalam iklan tersebut. Iklan tersebut cukup berhasil karena menjadi iklan yang ditunggu oleh kalangan anak‐anak maupun orang dewasa. Tapi sayang kepopuleran iklan Oreo ini bukan karena produk atau pun pesan yang disampaikan. Melainkan pada sosok Afika yang menggemaskan semua kalangan.
Struktur pesan dalam iklan ini sepertinya perencanaan dialog kurang mengena, di mana fokus utama iklan Oreo yang sebelumnya lebih pada pesan
yang ingin disampaikan mengenai Oreo dengan tagline “diputar, dijilat, dicelupin”. Berbeda dengan iklan Oreo versi Afika, fokus lebih ditujukan pada sosok Afika sehingga taglinenya menjadi terabaikan. Pesan yang disampaikan mengenai produk menjadi tertutupi oleh ketenaran sang bintang iklan.
Struktur pesan merupakan cara menampilkan pesan dalam bentuk suatu kesimpulan yang tersirat dalam kandungan isinya. Terbagi menjadi 3 unsur, yaitu judul yang merupakan bagian terpenting dari satu iklan dan merupakan gagasan utama. Kedua, yaitu teks isi merupakan kalimat yang mengikuti judul dan menyampaikan sesuatu yang penting pada khalayak. Serangkaian argumen yang mendukung gagasan yang telah dirumuskan pada judul. Yang ketiga adalah penutup yang merupakan perluasan naskah atau teks iklan.
Ketika komunikator harus menyampaikan pesan atau informasi di
hadapan khalayak, dia harus mengetahui terlebih dahulu apakah khalayak itu selaras dengan kita atau bahkan bertentangan. Apabila khalayak yang dihadapi tidak sepaham dan selaras pemikirannya dengan komunikator, maka perencana komunikasi harus menentukan bagian terpenting apa yang harus didahulukan
dalam penyampaian pesan. Apakah pesan yang disampaikan hanya yang
mendukung argumen kita saja atau juga sekaligus menyampaikan hal‐hal yang bersifat pro dan kontra.
Dalam struktur pesan terdapat beberapa penelitian seputar konsep primacy‐
recency seperti yang dikatakan oleh Cohen dalam Rakhmat (1986: 297):
1. Bila komunikator menyampaikan pesan dari dua sisi pro dan kontra,
maka tidaklah menguntungkan untuk berbicara yang pertama karena berbagai kondisi (waktu, khalayak, tempat, dan sebagainya) akan menentukan komunikator yang paling berpengaruh.
2. Bila khalayak sudah jelas menentukan sikap dan pilihannya dengan
memihak kepada satu sisi argumen, maka sisi yang lain tidak mungkin bisa untuk mempengaruhi mereka. Dengan maksud mempertahankan ego dan harga diri, maka khalayak mengambil sikap tidak berkompromi dengan hal yang kontra. Mengubah pendirian akan memperlihatkan ketidakkonsistenan.
3. Perubahan sikap dari khalayak ini akan terjadi bila komunikator
menyajikan pesan yang menyenangkan mereka dan sesuai dengan yang dikehendaki (pro) pada awal penyajian. Khalayak akan cenderung lebih memperhatikan dan menerima pesan selanjutnya meski pesan tersebut pada akhirnya pesan yang berlawanan. Sebaliknya, khalayak akan
bersikap kritis dan menolak gagasan berikutnya jika dimulai dengan menyampaikan pesan yang tidak menyenangkan khalayak.
4. Jika komunikator menyajikan dua sisi persoalan, biasanya khalayak
lebih mudak mengingat pada hal yang disajikan pertama kali. Jika khalayak tertarik maka mereka akan selalu mengingatnya dan menerapkannya.
5. Urutan pro-kontra lebih efektif daripada kontra-pro apabila digunakan
oleh komunikator yang memiliki otoritas dan dihormati khalayak.
Harus diperhatikan untuk menggunakan struktur pesan pada saat yang tepat. Perhatikan bagaimana khalayak memiliki informasi mengenai hal yang akan dikemukakan. Apabila khalayak memiliki informasi sedikit, maka lebih baik untuk menyampaikan pesan dari satu sisi saja apakah itu kebaikan atau keuntungannya saja tanpa memperhatikan kerugian yang diterima. Sedangkan apabila khalayak memiliki informasi yang memadai maka penyajian informasi dari dua sisi sekaligus apakah keuntungan maupuan kerugian tidak akan mendapatkan masalah bahkan cenderung memperoleh dukungan.
Memahami sebuah pesan adalah memahami makna dan kita tidak dapat memisahkan pesan dari pelaku komunikasi yang mengirim dan menerimanya (Litllejohn: 2001).
Penelitian Hovland, Janis, dan Kelley yang dilakukan pada beberapa kali kesempatan dengan waktu yang berbeda memberikan hasil yang beragam mengenai kemampuan struktur pesan satu sisi dan dua sisi dalam mempengaruhi pembaca (Severin dan Tankard, 1992). Hasil eksperimen mereka menunjukkan bahwa kedua jenis struktur penyajian pesan memiliki efektivitas yang berbeda pada setiap kelompok responden yang berbeda. Pesan satu sisi lebih efektif bagi orang‐orang yang secara jelas sebelumnya telah setuju dengan sisi pesan yang disampaikan. Dalam hal ini pesan yang disampaikan dominan berperan sebagai penguat sikap yang sebelumnya telah ada pada diri khalayak. Selanjutnya pesan dua sisi lebih efektif pengaruhnya terhadap orang‐orang yang menentang isi pesan tersebut. Proses perubahan sikap khalayak yang netral atau bahkan menentang sekalipun, lebih mudah terjadi dengan menggunakan strategi pesan dua sisi.
Hovland dalam eksperimennya melanjutkan analisis kekuatan jenis
struktur pesan tersebut dengan menyertakan variabel tingkat pendidikan sebagai variabel intern dalam diri khalayak. Kesimpulannya bagi khalayak yang berpendidikan tinggi pesan dua sisi lebih efektif, sedangkan bagi khalayak yang
berpendidikan rendah pesan satu sisi lebih efektif. Dari hasil yang diperoleh tersebut, perlu diperhatikan bahwa efektivitas salah satu jenis struktur pesan tergantung pada karakteristik di dalam pesan, karakteristik khalayak (misalnya usia, pendidikan, jenis kelamin, dan tingkat ekonomi) serta keterkaitan antara karakteristik pesan dan karakteristik khalayak tersebut.
B. Gaya Pesan
KOMUNIKASI adalah produksi dan pertukaran informasi dan makna (meaning) tertentu dengan menggunakan tanda atau simbol (Liliweri, 2011). Komunikasi juga sebagai penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media.
Media primer yang paling banyak digunakan dalam proses komunikasi adalah bahasa yang secara langsung dapat menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Hal ini jelas karena hanya bahasalah yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain (apakah itu berbentuk ide, informasi, atau opini, baik mengenai hal yang konkret maupun yang abstrak dan bukan hanya tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang melainkan pada waktu yang lalu dan yang akan datang).
Manusia tidak dapat berbuat sesuatu dan berkomunikasi dengan orang lain
tanpa bahasa. Bahasa meliputi aspek seluruh kehidupan manusia,
menghubungkan semua manusia dalam hubungan sosial, kultural, ekonomi, psikologi seperti persepsi, perubahan sikap, stimulus, dan respons. (Liliweri, 2011).
Mengolah kata‐kata dalam arti memilih dan menggunakan kata‐kata secara tepat adalah masalah pokok dalam merancang pesan komunikasi karena pada hakikatnya porsi terbesar kita dalam berkomunikasi adalah melalui bahasa (verbal). Sehingga menurut Smeltzer, dkk. yang dikutip oleh Bajari (2007) dalam
Strategi Pesan dalam Perencanaan Komunikasi mengatakan bahwa setiap kata
memiliki potensi untuk menyumbang keefektifan pesan, sekaligus juga
menimbulkan kesalahpahaman.
Memperhatikan pemilihan kata‐kata menjamin efektivitas dan
menghindari kesalahpahaman tersebut.
Menggayakan pesan dibutuhkan dalam penyusunan perencanaan
komunikasi. Menggayakan pesan artinya mengolah bahasa demi terciptanya gaya dalam upaya menjelaskan isi pesan demi tercapainya efektivitas komunikasi. Menurut Pratikno yang dikutip oleh Bajari (2007) dalam Strategi Pesan dalam Perencanaan Komunikasi, pada suatu penulisan atau karangan, gaya merupakan suatu cara suatu jalan bagi seorang penulis/pengarang untuk menulis atau
mengarang.
Gaya itu adalah keindahan bahasa yang dipakai seorang
penulis/pengarang. Seorang penulis akan membuat judul tulisan dengan berbagai bentuk gaya walaupun maksudnya sama.
Manfaat menggayakan pesan dalam kegiatan komunikasi seperti yang dikutip oleh Curtis, dkk. (1996) dari beberapa sumber adalah:
1. Suatu pesan yang digayakan akan memperoleh perhatian yang lebih besar
2. Pesan yang digayakan dapat mempertinggi pengertian atau pemahaman,
gagasan yang rumit sekalipun dapat dijelaskan melalui kiasan
3. Pesan yang digayakan membantu pengingatan
4. Pesan yang digayakan meningkatkan daya tarik persuasif
Terdapat perbedaan yang cukup mendasar dalam masalah gaya antara komunikasi lisan dan tulisan, yakni:
1. Gaya tulisan lebih formal dalam struktur dan isi daripada gaya lisan. Pada gaya tulisan, kalimat biasanya lebih panjang dan lebih rumit. Kata- kata pun mungkin terdiri atas beberapa suku kata. Sebaliknya komunikasi lisan ditandai dengan kalimat-kalimat yang lebih pendek, lebih sedikit kalimat kompleks, dan kata-kata yang lebih sederhana serta sering digunakan kata-kata singkatan atau frase dari bahasa daerah.
2. Gaya lisan lebih berulang-ulang.
Ketika berkomunikasi, gaya lisan lebih pleonatis dan tepat, selanjutnya para pembicara membuat pengulangan untuk meyakinkan bahwa para penyimak atau pendengar mengikuti dan memahami pesan. Sebaliknya dalam membaca teks, pembaca dapat memeriksa kembali bagian kalimat, kata-kata, dan mencari keterangan mengenai definsi kata asing, apabila mereka belum memahami apa yang disampaikan oleh penulis.
3. Gaya lisan lebih personal
Pada komunikasi lisan kita mempertahankan kontak mata atau menjaga bahasa tubuh (non verbal) dengan khalayak dan menggunakan banyak referensi personal (saya, kepunyaan saya, dan anda)
Pada komunikasi tulisan, kita cenderung menggunakan lebih banyak kata ganti yang tidak mengarah kepada orang tertentu (seseorang atau ia). (Curtis, dkk., 1996).
Untuk menimbulkan pemahaman yang tepat kita harus memperhatikan gaya pesan. Gaya pesan merupakan keterampilan komunikator dalam proses komunikasi yang efektif. Upaya untuk menggayakan pesan (bahasa) adalah
memaksimalkan penggunaan bahasa yang tepat dalam menyusun pesan
komunikasi yakni menguasai pemilihan dan penggunaan kata‐kata perangkai bahasa lisan dan tulisan.
Berbagai gaya bahasa dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
komunikasi efektif antara lain:
1) Aliterasi adalah pengulangan bunyi-bunyi yang sama untuk menimbulkan
efek yang menarik. Misalnya pada kalimat, “ Batuk, ya di-Komix aja!”
2) Omisi adalah penghilangan beberapa kata untuk mempersingkat penulisan
atau pengucapan. Kalimat yang singkat, padat, tapi maknanya mampu dipahami meskipun tidak lengkap bila dilihat dari struktur kalimat. Contohnya, “Dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja.”
3) Inversi adalah memutarbalikkan susunan kalimat dari suatu kalimat atau
frase yang normal. Misalnya bentuk kalimat normal berbunyi, “ Jangan dipikirkan bila tidak penting”, dengan inversi menjadi, “Bila tidak penting jangan dipikirkan.” Gunanya kalimat dengan menggunakan pola inversi adalah memancing perhatian pembaca atau pendengar untuk memikirkan suatu hal.
4) Suspensi yaitu menyimpan kata kunci pada bagian akhir akan merangsang
keingintahuan atau perhatian pendengar/pembaca. Dan akan membentuk citra bahwa jargon yang disimpan di akhir kalimat bisa menyelesaikan masalah. Misalnya, “Back to school, back to ... Bata.”
5) Anthesis adalah merupakan pola kebalikan untuk membuat seimbang
frase yang berlawanan dalam rangka memperkuat perbedaan di antara kalimat yang disusun. Contohnya, “Memang baik jadi orang penting, tetapi lebih penting jadi orang baik.”
6) Paralelisme adalah mengulang beberapa kata kunci untuk memberikan
penekanan. Contoh: Di Kota Baru Parahyangan saatnya Anda tinggal. Di Kota Baru Parahyangan rancangan hunian dengan mengadaptasi nuansa kota dunia dari lima benua dalam setiap zona hunian mandiri. Di Kota
Baru Parahyangan ditemukan taman rekreasi zona dan sentra komunitas untuk kebutuhan sehari-hari. Di Kota Baru, melancong dari satu wisata dunia menuju wisata dunia lainnya yang membentang sepanjang kota menjadi mudah. Datang... lihat... dan tinggallah di Kota Baru Parahyangan.
7) Repetisi. Pengulangan kalimat atau frase kunci yang diulang.
Smeltzer, Waltman dan Leonard seperti yang dikutip oleh Bajari (2007) memberikan sejumlah prinsip dalam memilih kata‐kata dan mengorganisasikan kata‐kata demi efektivitas komunikasi:
a. Prinsip dalam memilih kata
1. Pilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu
Berusaha menyesuaikan kata-kata yang digunakan dengan khalayak yang menjadi sasaran komunikasi. Untuk menciptakan makna yang tepat, komunikator harus menghindari penggunaan kata-kata yang menimbulkan perngertian berlawanan antara komunikator dan khalayak.
2. Gunakan kata-kata pendek dan hindari kata-kata panjang
Kata-kata panjang cenderung menjadi penghambat komunikasi karena bisa menimbulkan kesalahpahaman karena multitafsir. Sedangkan kata-kata sederhana lebih mudah disimak dan dimengerti.
3. Gunakan kata-kata yang konkret dan hindari kata-kata abstrak.
Prinsip yang harus dipegang oleh seorang komunikator adalah memilih kata-kata yang jelas, konkret, spesifik, memberikan gambaran yang jelas dalam pikiran lawan bicara baik itu pendengar maupun pembicara. Kata-kata abstrak sebaiknya dihindari karena kurang spesifik, memberikan makna luas dan interpretasi yang umum. Tetapi, konkret dan abstraknya suatu kata tergantung pada latar belakang komunikan. Oleh karena itu sebuah kata memiliki arti yang abstrak bagi kelompok tertentu, tetapi tidak bagi yang lain.
4. Gunakan kata-kata secara ekonomis
Diperlukan pemikiran yang mendalam untuk menuangkan gagasan yang panjang ke dalam kata-kata yang singkat sederhana tapi dapat dimengerti.
5. Gunakan kata-kata positif
Penggunaan kata-kata positif artinya mengungkapkan gagasan dengan menggunakan ungkapan yang baik dan penuh toleransi pada khalayak. Dengan menggunakan kata positif meski isi informasinya negatif akan diterima dengan baik oleh khalayak.
6. Hindari jargon yang usang
Jargon adalah istilah-istilah teknis yang digunakan dalam cara-cara tertentu. Dan mungkin hanya diketahui oleh orang tertentu atau