Oleh: Almy Zarlis, S.T.
C. Strategi Pemilihan Media dalam Perencanaan Komunikasi Organisasi
UNTUK menggunakan saluran media dalam komunikasi organisasi, Jones (2008) menyebut ada enam kriteria utama menentukan saluran komunikasi yang efektif, dalam perencanaan media, yakni: 1) Apakah (saluran komunikasi) menyediakan umpan balik atau cukup satu arah?; 2) Apakah (pilihan saluran komunikasinya) memadai? Dapatkan saya mengontrol pesan yang disampaikan melalui (saluran komunikasi) tersebut?; 3) Dapatkah saya berkomunikasi dengan pesan yang kaya atau cukup yang sederahana saja?; 4) Akankah (saluran komunikasi) sampai ke banyak orang ataukah hanya beberapa saja (menyiarkan atau mengirim ke sedikit orang)? Akankah pesannya pribadi atau tidak pribadi (umum); 5) Berapa lama persiapannya?; 6) Berapa lama (proses) komunikasi berlangsung, ketika sudah siap?
Adapun komponen Perencanaan Media yang harus menjadi pegangan para perencana media menurut Sissors dan Baron adalah :
Mengungkapkan Latar Belakang. Membuat perencanan media harus dimulai dengan melihat latar belakang, apa dan mengapa sebuah perencanaan komunikasi ditujukan.
Menyatakan Sasaran. Yang dimaksud statemen of objectives adalah menetapkan pernyataan tujuan komunikasi, atau istilah lain, mendeklarasikan pernyataan kepada semua orang sehingga dengan begitu tujuan komunikasi akan menjadi sebuah gerakan kolektif.
Menetapkan Target Pasar. Menetapkan target pemasaran adalah hal yang juga penting sehingga perencana media bisa dengan tepat memilih media mana yang akan menjadi kendaraan komunikasi.
Media Mix atau Bauran Media. Istilah ini digunakan untuk pemilihan beberapa media yang akan digunakan dalam kampanye komunikasi melalui media, sebagai bagian dari strategi komunikasi.
Mempertimbangkan Skema Penjadwalan. Membuat skema penjadwalan yang menyeluruh dari media yang dipilih, juga harus menjadi bagian dari proses perencanaan media.
Adapun proses perencanaan media menurut Katz setidaknya ada 3 elemen mendasar, yakni:
1. Menetapkan Khalayak Sasaran
Berarti seorang perencana media (media planner) harus membuat klasifikasi atau kategorisasi khalayak berdasarkan beberapa apsek, misalnya: 1) aspek demografi seperti usia, jenis kelamin, status social, dll.; 2) aspek psikografi seperti kebiasaan, hobi, atau kesukaan; 3) aspek status sosial ekonomi misalnya pendapatan, pengeluaran, dlsb.
Menetapkan khalayak sasaran merupakan bagian penting dari proses perencanaan media, karena berhubungan erat dengan pemilihan media itu sendiri dan bagaimana pengemasan pesan dibuat secara kreatif.
Secara sederhana bisa diilustrasikan dari sebuah produk susu misalnya. Jika dilihat peruntukannya maka konsumen produk susu adalah anak‐anak atau balita. Pertanyaannya, apakah itu berarti pembuatan iklan ditujukan kepada anak‐anak atau balita? Tentu saja jawabannya tidak. Target sasaran khalayak produk susu adalah kaum wanita, khususnya kalangan ibu rumah tangga. Karena itu, perencana media akan memilih media yang tepat untuk kampanye produk susu tersebut. Misalnya majalah, maka ia harus memilih majalah wanita dewasa; radio, maka ia harus memilih radio dengan pendengar wanita seperti Female Radio di Jakarta; atau jika di televise, maka perencana media akan memasukan iklan produk susu di jam tayang di mana wanita dan ibu rumah tangga menjadi penonton terbesar seperti di pagi hari atau di tengah program sinetron di jam utama (prime time).
2. Menetapkan Tujuan Komunikasi
Katz menyebutkan bahwa tujuan komunikasi sangat bergantung pada apa yang akan disampaikan, apakah memasarkan produk atau jasa, membangun citra atau mendorong khalayak untuk memilih sesuatu, seperti dalam konteks pemilihan umum atau pilkada.
Katz mengatakan ada tiga faktor yang harus dipertimbangan dalam menetapkan tujuan komunikasi dalam proses perencanaan media, yakni:
a. Penetapan Waktu Berkampanye (Menyebarkan Pesan).
Adalah salah satu faktor yang penting diperhatikan para perencana media dalam kampanye melalui media. Penentuan momen yang tepat akan berdampak pada efektivitas dan keberhasilan komunikasi (melalui media). Misalnya, toko buku atau agen perjalanan akan beriklan besar besaran di media pada momen liburan atau jelang kalender akademik baru. Atau kandidat calon kepala daerah akan berkampanye di media beberapa bulan sebelum masa kampanye. b. Dinamika Kategori dan Brand
Dalam konteks ini Katz mengaitkan dinamika kategori dan brand ini dengan bagaimana perencana media menangkap kecenderungan khalayak dengan kemampuan perusahaan mengemas pesan iklan atau komunikasi. Misalnya jika sebuah iklan baru dibuat, namun ternyata hanya sebuah versi lain dari iklan yang lama, maka Katz memastikan iklan tersebut akan sia-sia.
c. Daya Jangkau dan Frekuensi (Media)
Menurut Katz, seorang perencana media harus mengetahui daya jangkau (media) dalam proses perencanaan media. Dalam konteks ini pilihan media secara sederhana terbagi atas dua kategori yakni media nasional atau media lokal. Seperti di Indonesia saat ini, televisi terbagi atas dua kategori televisi nasional atau televisi lokal. Dengan begitu, perencana media kemudian akan dapat menentukan berapa frekuensi yang akan ia beli untuk menyebarluaskan pesan komunikasi atau iklan.
3. Mempertimbangkan Aspek Kreativitas
Katz mengatakan, kreativitas menjadi bagian terakhir yang juga penting dibahas dalam proses perencanaan media. Ia menyebutkan, kreativitas konten pesan atau komunikasi pada akhirnya akan bermuara pada pilihan media. Misalnya jika sebuah perusahaan otomotif akan “melaunching” merek baru, maka aspek kreativitasnya harus ditekankan pada tampilan dan performa dari kendaraan tersebut. Bisa jadi pilihan utamanya adalah media televisi dan cetak saja.
Untuk membuat perencanaan media diperlukan data‐data yang digunakan sebagai indikator kerberhasilan sebuah perencanaan komunikasi. Sissors dan
Baron menyebutkan setidaknya ada tiga aspek yang harus diketahui para perencana media atau komunikasi, yakni :
1) Sumber Data Pemasaran, yang meliputi : a) pola distribusi
b) pola area penjualan c) pola persaingan iklan
d) pola kalender (pola penjualan dari periode bulan ke bulan) 2) Creative Sources atau Sumber Data Kreatif, yang meliputi :
a) karakteristik tema b) karakteristik pesan
c) penelitian terhadap performa aspek kreatif 3) Sumber Data Media, yang meliputi :
a) kepopuleran
b) profil media (karakteristik media) c) biaya penayangan
Selain itu, perencana media dalam membuat perncanaan komunikasi media harus mempertimbangkan sejumlah variabel perencanaan media yang oleh Sissors dan Baron disebutkan ada lima pertanyaan mendasar, yakni:
a. Siapa khalayak yang akan dituju? Adalah pertanyaan tentang siapa target khalayak yang ingin dituju berdasarkan sejumlah kategori demografi, status sosial ekonomi, psikografi seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan dlsb.
Sebagai contoh: iklan sampo akan menargetkan khalayaknya pada kalangan wanita dan media yang akan dipilih adalah media dengan wanita sebagai khalayak terbesarnya, seperti majalah wanita.
b. Di mana lokasi? Adalah pertanyaan tentang lokasi pasar yang tepat dan prospektif untuk kegiatan komunikasi. Apakah sebuah strategi pemasaran membutuhkan peningkatan atau penurunan dukungan media ?
Sebagai contoh: jika sebuah produk tidak dimaksudkan untuk dipasarkan di daerah daerah kota besar maka media yang dipilih media lokal.
c. Kapan? Adalah pertanyaan mengenai kapan waktu yang tepat untuk melakukan kampanye di media. Dan kapan dibutuhkan peningkatan atau penurunan dukungan media pada satu kegiatan komunikasi.
Sebagai contoh: iklan produk pengusir nyamuk akan lebih tepat jika ditayangkan pada saat wabah demam berdarah tengah terjadi di masyarakat.
d. Berapa lama? Adalah pertanyaan tentang berapa lama sebuah kampanye akan efektif ditayangkan di media.
Sebagai contoh: iklan layanan masyarakat tentang pentingnya memelihara lingkungan bersih seperti membuang sampah tidak boleh sembarangan, akan efektif hanya pada saat musim hujan tiba.
e. Seberapa sering? Adalah pertanyaan tentang berapa banyak pesan akan ditayangkan di media untuk mencapai tujuan komunikasi.
Sebagai contoh: Jika sebuah produk lama yang ditayangkan di media, maka tidak dibutuhkan frekuensi yang tinggi, karena dikhawatirkan akan menimbulkan kejenuhan pada khalayak sehingga tujuan pesan tidak tercapai.
Sissors dan Baron menggambarkan skema proses perencanaan media sebagai berikut:
Gambar 6.2. Skema Proses Perencanaan Media
(Sumber: Sissors & Baron, 2010)
Pada akhirnya perencanaan media dalam komunikasi organisasi akan sangat ditentukan dengan kemampuan para perencana membangun strategi saluran (termasuk dengan media) komunikasi yang sesuai dengan sasaran komunikasi dan target khalayak. Patterson dan Radtke (2009; 144–145) mengemukakan sejumlah pertanyaan kunci dalam kaitannya dengan hal tersebut:
Saluran komunikasi yang mana yang bisa bertaut satu sama lain yang
cocok untuk menampilkan pesan pada target khalayak? Apa elemen inti pesan yang hilang?
Apakah ini memungkinkan dilakukan modifikasi pada saluran yang eksis,
ataukah menggunakan saluran baru?
Jika ada materi tambahan, apakah materi tersebut bisa digunakan untuk
berragam khalayak dengan dampak yang maksimum?
Apakah strategi yang diterapkan saling bertabrakan satu sama lain atau
dengan kata lain menghalangi kesuksesan dalam meraih target khalayak?
Apakah kita mempertimbangkan bagaimana pesan merespon keinginan
atau kebutuhan khalayak akan informasi, ketika mereka sedang berada di masing masing tahapan lingkaran komunikasi, yakni: menginformasikan, memperhatikan dan menyimak, terdorong untuk berbuat dan mempertahankan? Apakah ada cara untuk memperkuat komponen pesan dalam saluran yang sudah terseleksi?
Apakah setiap saluran fokus pada misi organisasi dan maksud
berkomunikasi? Apakah tiap saluran tersebut termasuk aksi melangkah untuk setiap khalayak?
Daftar Pustaka
Albarran, Allan B (Editor). 2006. Handbook of Media Management and Economic. Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, New Jersey & London.
Hackley, Chris. 2005. Advertising & Promotion: Communicating Brands. SAGE Publications. London.
Katz, Helen. 2008. The Media Handbook: A Complete Guide to Advertising Media Selection, Planning, Research and Buying. Second Edition. Lawrence Erlbaum Associates Publisher, London.
Pace, R. Wayne & Don F. Faules. 2006. Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Patterson, Sally J & Janel M. Radtke. 2009. Strategic Communications for Non Profit Organizations: Seven Steps to Creating a Succesfull Plan. Second Editon. John Willey & Sons, Hoboken, New Jersey, USA.
Rakhmat, Djalaludin. 2008. Psikologi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Romli, Khomsahrial. 2011. Komunikasi Organisasi Lengkap. Grasindo, Jakarta.
Sissors, Jack Z. & Roger B. Baron. 2010. Advertising Media Planning. McGraw-Hill USA.
Willshire, John V. 2011. What is Media Planning; Some Unfinished Thought. Powerpoint Presentation on www.slideshare.net. United Kingdom.
BAB
7
PERENCANAAN
KOMUNIKASI
UNTUK
MEDIA
MASSA
Oleh:
Aria
Santana,
S.H.
A. Pendahuluan
MEDIA massa hingga saat ini masih menjadi primadona kekuatan ekonomi dan politik yang memiliki pengaruh magnetis luar biasa. Kehadiran media baru seperti media sosial pun belum bisa mengalahkan media massa. Sebagai ilustrasi, di Indonesia kehadiran media massa masih mendominasi kehidupan masyarakat, sedangkan kehadiran media sosial bisa dikatakan baru sebagai suplemen.
Dalam kehidupan berpolitik, kekuatan media massa mencapai puncaknya pada tahun 1998. Pada tahun itu, harus diakui, media massa berperan sangat
besar ikut “menumbangkan” pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden
Suharto dan memunculkan Orde Reformasi yang digalang gerakan mahasiswa dan pembangkangan kelompok elit politik yang dimotori Amien Rais. Tahun 1998 tercatat sebagai tahun kebangkitan kekuatan media massa sebagai pilar keempat demokrasi.
Lebih jauh lagi, Reformasi telah mendorong media massa menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa dengan bermunculan konglomerat media di Indonesia, dan menjadikan media massa menjadi sebuah industri raksasa yang
menggurita. Media massa menjadi media yang paling besar dalam menyerap iklan dan materi promosi atau kampanye.
Mari kita lihat pada data pendapatan iklan di media massa pada tahun 2009 yang sangat fantastis berikut ini:
Gambar 7.1. Belanja Iklan di Media Tahun 2009
MEDIA NILAI
(dalam triliun rupiah) %
Total Rp 51.081.000.000.000 100 televisi Rp 29.887.000.000.000 58.5 surat kabar Rp 17.747.000.000.000 34.7 majalah Rp 1.292.000.000.000 2.5 tabloid Rp 609.000.000.000 1.2 radio Rp 593.000.000.000 1.2
media luar ruangan Rp 954.000.000.000 1.9
(Sumber : Nielsen Audience Measurement dalam Armando, 2009: 40)
Fakta lebih fantastis bisa dilihat dari hasil riset Nielsen pada tahun 2012 lalu. Nielsen mengumumkan belanja iklan media di Indonesia mencapai 87 triliun rupiah lebih sepanjang tahun 2012, atau tumbuh 20 persen dibandingkan tahun 2011. Dari perolehan tersebut televisi masih mendominasi pangsa iklan dengan meraup 64 persen dari total belanja iklan. Itu artinya televisi meraih lebih dari 55 triliun rupiah. Selanjutnya diikuti surat kabar sebanyak 33 persen, atau sekitar 28,7 triliun rupiah lebih dan majalah atau tabloid yang meraih 3 persen atau sekitar 2,6 triliun rupiah (Sumber: Vivanews.co.id, 2012).