• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Dalam dokumen Prosiding Semnas STKIP 2014 (Halaman 131-138)

Siti Chotimah STKIP Siliwangi

4. Analisis Data dan Pembahasan

4.1. Deskripsi Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Pada bagian pendahuluan telah disampaikan beberapa rumusan masalah. Untuk menjawab permasalahan tersebut akan dianalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang

118 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan RME dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Data yang dianalisis ada dua macam yaitu: (1) data kemampuan komunikasi matematik; (2) data Gain. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Minitab 14 dan Mricrosoff Excel. Berikut ini uraian data hasil penelitian dan pembahasan. Data hasil skor tes awal, tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Rekapitulasi Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Komunikasi Matematik serta Self Confidence

Variabel Kelas RME Kelas Konv.

Pretes Postes N-Gain Pretes Postes N-Gain

Kemampuan Komunikasi Matematik N 37 37 37 37 37 37 � 13 16 1 12 16 1 � 0 6 0 0 7 0 � 7.24 12.54 0.63 7.19 11.86 0.53 Std. Dev. 3.82 3.06 0.24 3.21 2.48 0.26 4.2.Pembahasan

Berdasarkan Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa rataan skor kemampuan komunikasi matematik siswa kelas eksperimen sebelum pembelajaran lebih kecil dibandingkan dengan siswa kelas kontrol, yaitu rataan skor kelas eksperimen 7.24 sedangkan rataan skor kelas kontrol 7.19. Perbedaannya sekitar 0.5, ini menunjukkan adanya perbedaan pada kemampuan awal. Sedangkan setelah pembelajaran dilaksanakan rataan skor kemampuan komunikasi matematik siswa kelas eksperimen yaitu 12.54 dan standar deviasinya 3.82. Sementara itu rata-rata skor postes kelas kontrol yaitu 11.86 dengan standar deviasinya 2.48. Berdasarkan standar deviasi skor postes kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat dilihat bahwa penyebaran kemampuan komunikasi matematik setelah pembelajaran untuk kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Berdasarkan Tabel 4.1 untuk rata-rata N-Gain kelas eksperimen 0.63 dan kelas kontrol 0.53, hal ini menunjukkan bahwa hasil peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan RME lebih baik secara signifikan daripada yang pembelajarannya menggunakan cara biasa.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dan hasil dari analisis data yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan pendekatan RME lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan pembelajaran cara biasa.

5.2.Saran

1) Dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya terus berusaha memberi bantuan dan bimbingan kepada anak didiknya yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika.

2) Guru hendaknya terus melakukan upaya menerapkan model pembelajaran yang baru dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa dalam pembelajaran matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Chotimah, S. (2014). Kemampuan Matematik Siswa terhadap Matematika. Bandung.[21 Januari 2014]

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 119

Herlina, S., Turmudi, Dahlan, JA. (2012). Efektivitas Strategi React dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurna l Pengajaran MIPA. 17, (1), 1-7.

Nuriadin, I. (2010). Peningkatan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual dengan Berbantuan Program Geometer’s Sketchpad. Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) STKIP Kusuma Negara. 03, (II), 61-70.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Realistik. Disertasi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T,. Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, Rohayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Sumarmo, U. (2012). Bahan Belajar Matakuliah Proses Berfikir Matematik. Bandung: Tidak diterbitkan.

120 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN CONNECTING,

REFLECTING, ORGANIZING, AND EXTENDING (CORE)

DALAM PENCAPAIAN DAN PENINGKATAN

SELF-REGULATED LEARNING (SRL) SISWA

Yumiati

Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Terbuka yumiatis@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pembelajaran CORE dalam pencapaian dan peningkatan SRL siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain pretes-postes non equivalent group. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIII SMPN 30 Kota Jakarta Utara. Pencapaian SRL dilihat dari skor skala SRL di awal pembelajaran, dan peningkatan SRL dilihat dari skor N-gain SRL. Hasil yang diperoleh sebagai berikut. 1) Pembelajaran CORE lebih efektif dalam pencapaian dan peningkatan SRL siswa dibandingkan pembelajaran konvensional; dan 2) Peningkatan SRL siswa kelompok pembelajaran CORE sebesar 0,11 memiliki kategori rendah dan peningkatan SRL siswa kelompok pembelajaran konvensional sebesar -0,02 berkategori sangat rendah.

Kata Kunci: Pembelajaran CORE, Self-Regulated Learning

1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang Masalah

Pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk mengembangkan aspek kognitif, melainkan juga aspek afektif, seperti Self-Regulated Learning (SRL). Bandura (Sumarmo, 2004) mengemukakan bahwa SRL adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan pengetahuan itu. Strategi belajar efektif digunakan untuk mencapai tujuan belajar dengan cara dan waktu yang tepat. Wolters, Pintrich, dan Karabenich (2003) menjelaskan bahwa SRL adalah proses aktif siswa dalam mengkonstruksi dan menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian mencoba untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi; motivasi, dan perilakunya berdasarkan tujuan belajar yang telah ditetapkan dalam konteks lingkungannya. Proses aktif dan konstruktif dari suatu SRL berkaitan pula dengan inisiatif belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar, menetapkan tujuan belajar, mengatur dan mengontrol kebutuhan belajar, motivasi dan perilaku, memandang kesulitan sebagai tantangan, mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, serta konsep diri (Tandilling, 2011).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan semakin maju diperlukan sumber daya manusia yang memiliki SRL yang baik. Sumarno (2012) yang mendefinisikan SRL dengan kemandirian belajar mengatakan bahwa salah satu sikap yang perlu dimiliki siswa agar mampu bersaing dalam era informasi dan tekhnologi yang semakin pesat adalah sikap kemandirian belajar.

SRL merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan belajar matematika siswa. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa SRL mempunyai pengaruh positif terhadap pembelajaran dan pencapaian hasil belajar. Darr dan Fisher (2004) serta Pintrich dan Groot (Izzati, 2012) mengungkapkan bahwa SRL berkorelasi kuat dengan kesuksesan seorang siswa. Hargis (Sumarmo, 2004) juga menemukan bahwa individu yang memiliki SRL yang tinggi cenderung

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 121

belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; mengatur belajar dan waktu secara efisien, dan memperoleh skor yang tinggi dalam sains.

Pentingnya SRL dimiliki bagi seseorang untuk menghadapi kehidupan yang semakin penuh tantangan, dan adanya pengaruh positif dari SRL terhadap keberhasilan belajar siswa, maka perlu dikembangkan suatu pembelajaran yang dapat mengembangkan atau meningkatkan SRL siswa. De Corte, et al. (Darr dan Fisher, 2004) menyatakan bahwa SRL dapat dikembangkan dalam pembelajaran, melalui: 1) tugas-tugas yang menantang; 2) variasi dalam metode pembelajaran meliputi: latihan terbimbing, bekerja dalam kelompok kecil dan klasikal; dan 3) menciptakan ruang kelas yang membantu perkembangan disposisi positif terhadap pembelajaran matematika. Montalvo dan Maria (2004) menyatakan bahwa model-model pembelajaran untuk mengembangkan SRL siswa menekankan pada pentingnya refleksi diri dan memberikan kesempatan siswa membuat generalisasi.

Salah satu model pembelajaran yang memiliki ciri-ciri seperti yang diungkapkan oleh De Corte, et al. (Darr dan Fisher, 2004) serta Montalvo dan Maria (2004) adalah pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE). Menurut Curwen, et.al, (2010), pembelajaran ini menggabungkan empat unsur penting konstruktivisme, yaitu menghubungkan (connect) ke pengetahuan siswa sebelumnya, mengatur (organize) materi baru bagi siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi (reflect) secara strategi, dan memberikan kesempatan siswa untuk memperluas (extend) pembelajaran. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka membangun pengetahuan baru yang dilakukan secara individu atau berkelompok. Ketika siswa menemui jalan buntu atau terjadi perbedaan pendapat di antara kelompok, guru akan membantu siswa melalui scaffolding. Suasana pembelajaran dengan ciri-ciri tersebut sangat dimungkinkan untuk mengarahkan siswa agar dapat melaksanakan pembelajaran matematika yang pada gilirannya siswa akan memiliki SRL yang baik.

Makalah ini menyajikan hasil penelitian yang bertujuan untuk melihat efektivitas pembelajaran CORE dalam pencapaian dan peningkatan SRL siswa. Definisi SRL yang digunakan adalah SRL sebagai proses aktif siswa dalam mengatur belajarnya sendiri yang meliputi kegiatan: menetapkan tujuan belajar matematika, menumbuhkan motivasi, menggunakan strategi, mengatur dan memonitor belajar, dan mengevaluasi kemajuan belajar matematika. Menetapkan tujuan adalah menetapkan sesuatu yang ingin dicapai dalam belajar matematika dan menganalisis tugas belajar. Motivasi adalah ketertarikan terhadap matematika, dorongan yang membuat siswa belajar, dan keyakinan akan pentingnya matematika. Menggunakan strategi belajar adalah mendiagnosis kebutuhan belajar dan cara siswa dalam belajar. Mengatur dan memonitor adalah mengelola waktu belajar dan mengontrol kesesuaian belajar dengan tujuan. Evaluasi adalah melihat kembali kegiatan belajar yang telah dilakukan, menilai kemajuan belajar, dan melihat ketercapaian tujuan belajar.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan desain pretes-postes non equivalent group dimana kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2011). Ada dua kelompok kelas yaitu kelompok eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran CORE dan kelompok kontrol yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran CORE adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam membentuk pengetahuan baru melalui langkah-langkah: 1) Connecting; 2) Organizing; 3) Reflecting; dan 4) Extending. Sementara itu, pembelajaran konvensional atau pembelajaran klasikal adalah model pembelajaran yang biasa dilakukan guru sehari-hari yang diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran, memberi contoh soal dan cara menyelesaikannya, memberi kesempatan bertanya kepada siswa, kemudian guru memberi soal untuk dikerjakan siswa sebagai latihan (drill).

122 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

Sampel penelitian dipilih secara random dari SMP Negeri di Kota Jakarta Utara. SMP Negeri 30 terpilih sebagai sampel, kemudian dipilih melalui purposive sampling kelas VIII sebagai subjek sampel dengan pertimbangan sebagai berikut. 1) Siswa kelas VIII tidak sedang mempersiapkan Ujian Akhir Sekolah sehingga tidak mengganggu persiapan mereka; dan 2) Siswa kelas VIII sudah lebih beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru (dari SD ke SMP) dibandingkan dengan siswa kelas VII. Dari kelas VIII di SMPN 30 dipilih 2 (dua) kelas secara random untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jumlah siswa di masing-masing kelas adalah 31 orang di kelas eksperimen dan 30 orang di kelas kontrol. Di kedua kelas, seluruh siswa diberikan angket skala SRL pada saat sebelum (awal) dan sesudah (akhir) pembelajaran.

Instrumen penelitian terdiri dari skala SRL, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Skala SRL terdiri dari 5 (lima) pilihan jawaban, yaitu: Sangat Sering (SS), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan Jarang Sekali (JS). Skala SRL berisi 41 pernyataan yang terdiri dari 21 pernyataan positif dan 20 peryataan negatif. Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang kualitas proses pembelaaran guru dan aktivitas siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Di samping itu, lembar obeservasi digunakan untuk memastikan pelaksanaan pembelajaran CORE telah sesuai dengan teori. Wawancara digunakan untuk melengkapi data yang dirasakan kurang dalam observasi dan pengisian angket skala SRL.

Data dianalisis secara kualitatif untuk penerapan model CORE dan kriteria peningkatan SRL siswa, serta secara kuantitatif untuk melihat efektivitas pembelajaran CORE dalam rangka pencapaian dan peningkatan SRL siswa. Efektivas pembelajaran CORE dilihat melalui uji perbedaan angket di akhir pembelajaran (pencapaian) dan N-gain (peningkatan) antara kelas eksprerimen dan kelas kontrol. N-gain adalah gain ternormalisasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus: N-gain =

skor akhir skor awal skor maksimalideal skor awal

.

Kriteria peningkatan SRL menggunakan kriteria N-gain yang dikemukakan oleh Hake (1999), yaitu:

Tabel 1. Kriteria N-gain

Keriteria N-gain Interval N-gain Tinggi N-gain > 0,7 Sedang 0,3 < N-gain  0,7 Rendah N-gain  0,3

3. Hasil dan Pembahasan

3.1.Hasil

Data deskriptif tentang pencapaian dan peningkatan SRL siswa di kedua kelompok pembelajaran disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 1. Diagram Skor Awal, Akhir, dan N-gain SRL Siswa berdasarkan Kelompok Pembelajaran

Keterangan: Skor maksimal SRL = 187

127,29 134,19 0,11 125,7 126,27 -0,02 -50 0 50 100 150

Awal Akhir N-gain

S ko r S R L S is w a Pembelajaran CORE

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 123

Secara deskriptif, SRL siswa di kedua kelompok pembelajaran relatif sama pada saat sebelum pembelajaran. Namun, sesudah pembelajaran terlihat perbedaan perolehan skor SRL, siswa kelompok pembelajaran CORE memiliki skor SRL lebih tinggi dari siswa kelompok pembelajaran konvensional. Demikian juga N-gain (peningkatan) SRL siswa kelompok pembelajaran CORE lebih tinggi dari siswa kelompok pembelajaran konvensional. Besar N-gain SRL siswa kelompok pembelajaran CORE 0,11 berada pada kategori rendah, besar N-gain SRL siswa kelompok pembelajaran konvensional – 0,02 termasuk kategori rendah sekali.

Hasil analisis data secara deskriptif menunjukkan bahwa pencapaian dan peningkatan SRL siswa kelompok pembelajaran CORE lebih tinggi dari siswa kelompok pembelajaran konvensional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara deskriptif pembelajaran CORE efektif dalam mencapai SRL yang lebih baik bagi siswa, dan efektif dalam meningkatkan SRL siswa.

Hasil secara deskriptif ini diujikan pula secara inferensial dengan menggunakan uji perbedaan pencapain dan peningkatan SRL antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji statistik yang digunakan adalah uji – t jika kedua data berdistribusi normal dan homogen, dan uji Mann Whitney jika kedua data tidak berdistribusi normal. Sebelum dilakukan uji beda data awal, akhir, dan N-gain SRL siswa pada kedua kelompok pembelajaran, perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov, dan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Levene.

Hasil uji normalitas data awal, akhir, dan N-gain SRL disajikan pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data Awal, Akhir, dan N-gian Siswa Kelompok Data N Rata-rata Dev.

Stand.

Kolmogorov-Smirnov Z

Sig.

(2-arah) H0

Awal SRL CORE 31 127,29 15,16 0,733 0,657 Diterima Awal SRL KONV 30 125,70 16,31 0,592 0,874 Diterima Akhir SRL CORE 31 134,19 16,01 0,714 0,687 Diterima Akhir SRL KONV 30 126,27 12,82 0,734 0,655 Diterima N-gain SRL CORE 31 0,11 0,19 0,529 0,943 Diterima N-gain SRL KONV 30 -0,02 0,19 1,468 0,027 Ditolak Berdasarkan Tabel 2., dapat dilihat bahwa semua data berdistribusi nomal, kecuali data N-gain SRL siswa kelompok pembelajaran konvensional. Nilai sig. (2-arah) data N-gain SRL siswa kelompok pembelajaran konvensional sebesar 0,027 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, uji perbedaan peningkatan SRL antara kelompok pembelajaran CORE dengan kelompok pembelajaran konvensional langsung menggunakan uji Mann Whitney, sedangkan kelompok data yang lain perlu diuji terlebih dahulu homogenitas variansnya.

Hasil uji homogenitas varians data awal, akhir, dan N-gain SRL siswa disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Varians Data Awal dan Akhir SRL Siswa Kelampok Data N F Sig. (2-arah) H0

Awal SRL CORE 31 0,12 0,734 Diterima Awal SRL KONV 30 Akhir SRL CORE 31 2,13 0,150 Diterima Akhir SRL KONV 30

Berdasarkan data pada Tabel 3. dapat disimpulkan bahwa kelompok data awal dan akhir SRL siswa memiliki varians yang homogen. Dengan demikian, uji perbedaan awal dan akhir (pencapaian) SRL siswa di kedua kelompok pembelajaran menggunakan uji t.

124 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

Tabel 4. Hasil Uji –t Data Awal dan Akhir SRL Siswa Kelompok Data N

Rata-rata Beda Rata-rata t df Sig. (2-arah) H0 Awal SRL CORE 31 127,29 1,59 0,395 59 0,695 Diterima Awal SRL KONV 30 125,70 Akhir SRL CORE 31 134,19 7,92 2,131 59 0,037 Ditolak Akhir SRL KONV 30 126,27

Hasil perhitungan uji Mann-Whitney untuk N-gain (peningkatan) siswa disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney N-gain Siswa Kelompok Data

Rata-rata U Mann Whitney Z sig. (2-arah) H0 N-gain SRL CORE 0,11 289,500 -2,534 0,011 Ditolak N-gain SRL KONV -0,02

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 4 dan Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa SRL siswa di awal pembelajaran tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok pembelajaran. Hal ini memberikan alasan peneliti untuk menguji pencapaian SRL siswa. Di samping itu, jika terjadi perbedaan pencapaian atau peningkatan SRL di akhir pembelajaran antara kedua kelompok pembelajaran, dapat disebabkan oleh perlakuan yang berbeda, bukan karena perbedaan SRL di awal pembelajaran. Hasil lain yang dapat disimpulkan berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 adalah pencapaian serta peningkatan SRL siswa berbeda secara signifikan antara kedua kelompok pembelajaran. Hasilnya menunjukkan bahwa pencapaian dan peningkatan SRL siswa pada kelompok pembelajaran CORE lebih tinggi dari siswa pada kelompok pembelajaran konvensional. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran CORE lebih efektif dalam mencapai SRL yang lebih baik bagi siswa, dan lebih efektif dalam meningkatkan SRL siswa dibandingkan pembelajaran konvensional.

3.2.Pembahasan

Dalam dokumen Prosiding Semnas STKIP 2014 (Halaman 131-138)