Risqi Rahman
1, Krisna Satrio Perbowo
21,2)
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta. 1)
ABSTRAK
Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Pelajaran matematika merupakan sarana latihan untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam berfikir dan menyelesaikan masalah perhitungan, seperti ketika peserta didik melakukan operasi hitung pada bilangan pecahan. Salah satu kemampuan yang dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika di tingkat SMP adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Dengan menggunakan kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematika, siswa terlatih untuk ―bermain‖ dengan bilangan. Belajar matematika hanya akan berhasil, jika seseorang mampu meningkatkan motivasi berprestasi secara komprehensif. Dengan demikian seorang siswa yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan kepekaan berprestasi mereka dalam melaksanakan kegiatan belajar matematika, sehingga dapat memberikan solusi dari masalah yang dihadapi. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3 Luragung, Kuningan, Jawa Barat, sedangkan sampel yang diambil adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 3 Luragung, Kuningan, Jawa Barat yang dipilih secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket motivasi berprestasi dan tes pemecahan masalah matematika. Penelitian ini menyimpulkan, terdapat korelasi positif antara motivasi berprestasi dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Selanjutnya siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang baik juga memiliki pemecahan masalah matematika yang baik pula.
Kata Kunci: Pemecahan Masalah, Motivasi Berprestasi
1. Pendahuluan
Matematika sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan pada kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti. Hal ini yang menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dijauhi siswa. Padahal, matematika dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan menjadi salah satu pengukur (indikator) keberhasilan siswa dalam menempuh suatu jenjang pendidikan, serta menjadi materi ujian untuk seleksi penerimaan menjadi tenaga kerja di bidang tertentu. Melihat kondisi ini berarti matematika tidak hanya digunakan sebagai acuan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi saja namun juga digunakan dalam mendukung karir seseorang.
Oleh karena itu, pengajaran matematika di sekolah juga harus didesain sedemikian rupa sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menumbuhkembangkan kemampuan mereka secara maksimum. Selain itu, motivasi yang kuat untuk berprestasi juga dibutuhkan oleh siswa agar mereka menjadi individu yang optimis dan percaya diri dalam belajar. Agar hal tersebut dapai dicapai maka dibutuhkan seorang guru yang tepat dalam proses pembelajaran matematika. Guru yang tepat adalah guru yang bisa mengkondisikan pengajaran (trampil) dan dapat membuat siswa memacu motivasi ingin berprestasi serta menerapkan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 129
Kegiatan pembelajaran matematika pada dasarnya merupakan kegiatan yang menemukan pola, aturan atau algoritma yang ada. Untuk mencapai hal itu siswa harus memiliki kemampuan memecahkan masalah. Problem solving dalam pembelajaran matematika merupakan bagian tak terpisahkan dalam pembelajaran matematika dan perlu mendapat perhatian serius bagi para guru. Karena dengan adanya problem solving siswa diharapkan menjadi terampil dalam menjawab soal-soal yang ada di dalam matematika.
Dengan menggunakan kemampuan memecahkan masalah dalam matematika, siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk tekun, dan keingintahuan yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan melayani mereka (para siswa) secara baik di luar kelas matematika. Sehingga siswa mempunyai kemampuan yang baik di luar pembelajaran seperti kemampuan memimpin dan menjalankan suatu kegiatan. Dalam pemecahan masalah terkait aspek attitudes (sikap), Kaur dan Yeap (AME, 2009) menyampaikan bahwa diperlukan adanya interest (minat) dan confidence (kepercayaan diri) yang merupakan komponen penting dalam diri siswa, sehingga siswa memiliki motivasi untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.
2.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Albert B. Bennet (2001) menyatakan bahwa ―Problem solving is the process by which the
unfamiliar situation is resolved.”. Yang artinya pemecahan masalah adalah proses di mana
keadaan yang tidak familiar teratasi. Atau keadaan yang sulit atau tidak rutin bisa teratasi dengan baik.
Pemecahan masalah ini berimplikasi kepada bagaimana seoarng siswa bisa memecahkan masalah yang ada dalam matematika. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti penerapan aturan pada masalah yang tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik (Suherman, 2003).
Sebagaimana pendapat diatas, diketahui bahwa kemampuan memecahkan masalah dalam matematika itu diperoleh atas dasar bagaimana siswa mampu menggunakan keterampilan serta pengalaman ilmunya untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Selain itu, Siswa juga ditntut agar menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dalam matematika. Karena matematika dapat diselesaikan dengan bagaimana kita menggunakan kemampuan mengurutkan, menafsirkan hingga menginterpretasikan hal yang kita ketahui.
Matematika itu sendiri diperoleh melalui pengalaman-pengalaman pengetahuan yang telah kita pelajari dan membutuhkan keterampilan dalam mengerjakan penyelesaian soal-soal yang ada. Terlebih lagi soal-soal matematika juga disusun dengan masalah-masalah yang bersifat tidak rutin, yang artinya siswa diberikan kompetensi yang tidak mereka pelajari serta membutuhkan penalaraan yang tinggi.
Kemampuan memecahkan masalah adalah salah satu kemampuan yang wajib dimiliki siswa, karena dengan hal itu siswa menjadi bisa mengembangkan kemampuannya dalam matematika terutama dalam hal keterampilan. Karena matematika itu ilmu yang diperoleh melalui kerjasama yang intensif, keterampilan dan kemandirian dalam memperoleh pengalaman. Nugroho (2002) mengatakan bahwa akumulasi dari pengetahuan, keterampilan, kemandirian dan kemampuan bekerja sama tersebut merupakan modalitas bagi kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving).
Pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Suherman (2003) berpendapat bahwa penilaian terhadap
130 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah disarankan mencakup kemampuan yang terlibat dalam proses memecahkan masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah (melaksanakan rencana pemecahan masalah), menafsirkan hasilnya. Dari hasil karya siswa dalam memecahkan masalah, dapat dilihat seberapa jauh kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sesuai dengan kemampuannya yang diperoleh. Pada kenyataannya, siswa sering terhalang dalam memecahkan masalah karena lemahnya (tidak terbiasa) mengembangkan strategi pemecahan masalah dan kurangnya pemahaman konsep atau prosedur yang terkandung dalam penyelesaian masalah.
Indikator keberhasilan memecahkan masalah ditunjukkan olehkemampuan (PPG Matematika, 2005) : a). Menunjukkan pemahaman masalah. b) Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk. c) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah. d) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat. e) Mengembangkan strategi pemecahan masalah. f) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Setiap informasi yang kita terima harus kita seleksi dahulu, karena belum tentu informasi yang kita terima bermanfaat untuk diri kita. Dengan adanya pemecahan masalah siswa menjadi terampil dalam menyeleksi informasi yang didapat, selain itu siswa juga bisa menganalisis hal yang dia dapat untuk dikembangkan kemudian. pemecahan masalah juga menuntut siswa untuk meningkatkan potensi yang dimiliki karena secara tidak langsung siswa belajar ekstra untuk memecahkan penyelesaian soal-soal yang tidak rutin.
Frederick H. Bell (2001) menyatakan bahwa ada beberaapa strategi / siasat untuk mengajarkan dan belajar dalam problem solving yaitu :
”Present the problem in a general form. Restart the problem in an operational (solvable) representation. Formulate alternative hypotheses and procedures for attacking the problem. Test hypotheses and carry out procedures to obtain a solution or sets of potential solutions. Analyze and evaluate the solutions, the solution strategis, and the methods which led to
discovering strategies for solving the the problem.“
Masalah dihadirkan dalam bentuk umum. Mengulang kembali masalah dalam sebuah representasi (dapat dipecahkan) operasional. Formulasikan hipotesis alternative dan prosedur untuk menyelesaikan masalah. Uji hipotesis alternatif dan jalankan prosedur untuk mendapatkan penyelesaian atau sekumpulan penyelesaian yang memungkinkan. Analisa dan evaluasi solusi, solusi strategis, dan metode yang mengantarkan dalam penemuan strategi untuk menemukan pemecahan masalah.
Semua hal itu dapat kita terapkan apabila kita tertib dan terampil dalam mengembangkan kemampuan yang kita miliki, salah satunya kemampuan problem solving. Selain itu dituntut juga orang yang kreatif dalam masalah. Menurut Hermann Maier (1985) berpendapat bahwa kegiatan yang ada dalam pemecahan masalah yaitu meliputi berpikir menurut logika, berpikir heuristis, dan bersiasat atau berstrategi. Berpikir menurut logika disimpulkan sebagai usaha menggunakan kemampuan penalaran yang berkaitan dengan teorema, aksioma dan desinisi serta sifa-sifat yang ada, sedangkan berpikir heurestis merupakan wujud aplikasi dari berpikir logika dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki dan siasat atau strategi merupakan sarana untuk mencapai hal tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas yang dimaksud dengan kemampuan problem solving matematika adalah kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika yang sifatnya tidak rutin yang ditunjukkan dengan pemahaman siswa terhadap masalah yang diberikan, menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk, mengorganisasi data, memilih informasi yang relevan dalam memecahkan masalah, dan menggunakan konsep matematika dalam memecahkan masalah.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 131
3.
Tahap Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara motivasi berprestasi dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Siswa diberikan angket motivasi berprestasi dan tes pemecahan masalah matematika, kemudian data ditelaah untuk dilakukan uji korelasi antara data motivasi berprestasi siswa dengan data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
4.
Hasil Penelitian
Data motivasi berprestasi siswa diperoleh dari hasil angket motivasi berprestasi siswa. Dari hasil perhitungan motivasi berprestasi didapat mean skor sebesar 75,83. Dengan jumlah soal sebanyak 27 item maka motivasi berprestasi siswa adalah baik. Sedangkan, data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa diperoleh dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika berbentuk uraian. Hasil perhitungan tes kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan bilangan bulat didapat mean skor sebesar 16,78. Dengan jumlah soal sebanyak 10 item maka kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik SMPN 3 Luragung adalah baik.
Dari dua buah data yang ada selanjutnya didapat persamaan regresi dari penelitian ini adalah
Y= 10,352 + 0,087 �
, pengolahan data dilanjutkan dengan pengujian kelinieran regresi dengan menggunakan analisis Varians (ANAVA), didapat ℎ �= 1,031 < 2,030 =
� . Hal ini berarti regresi adalah linier. Untuk pengujian keberartian regresi didapat ℎ �= 5,265 >
4,130 =
� maka regresi signifikan. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,366, kemudian pengolahan data dilanjutkan dengan uji t-student. Karena ℎ �= 2,294 > 2,036 =
� , maka�
0 ditolak. Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemampuan memecahkan masalah matematika siswa.Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi dengan menggunakan uji t diperoleh sebesar 0,134 hal ini berarti motivasi berprestasi memberikan kontribusi rendah sebesar 13,4% terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.
5.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara motivasi berprestasi dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan motivasi berprestasi memberikan kontribusi rendah sebesar 13,4% terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Dengan demikian seorang siswa yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan kepekaan berprestasi mereka dalam melaksanakan kegiatan belajar matematika, sehingga dapat memberikan solusi dari masalah yang dihadapi. Selanjutnya siswa yang memiliki motivasi berprestasiyang baik juga memiliki pemecahan masalah matematika yang baik pula
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar . Jakarta : Rineka Cipta. Alhadza, A. (2003). Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Perilaku Komunikasi antarpribadi
Terhadap Efektivitas Kepemimpiman Kepala Sekolah. Jurnal pendidikan dan kebudayaan, No. 040, Tahun ke-9,Januari.
AME. (2009). Mathematical Problem Solving: Yearbook 2009. Singapore : World Scientific. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Bell, F. H. (1978). Teaching And Learning Mathematics (In Secondary School). Iowa: Wm. C.
132 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi
Bennet, AB. (2001). Mathematics For Elementary Teachers. New york :Mc Graw Hill.
Griandidi, D. (2002). Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Kepuasan Kerja Guru SMU di Jakarta Timur ,Visi, tahun III, No. 4, April-Juni.
Nasution, AH. (1982). Landasan Matematika. Jakarta : Karya Aksara.
Maier, H. (1985). Kompendindum Didaktik Matematika. Bandung : Remaja Karya CV.
Nugroho, D. (2002). Belajar Keterampilan Berbasis Belajar. Jurnal pendidikan dan kebudayaan, No. 037, Tahun ke-8, Juli.
Ontario. (2006). Number sense and Numeration, Grades 4 to 6, Volume 5: Fractions. Ontario Education.
Purwanto, N. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya. Riduwan. (2005). Metode & Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.
Reys, R. (1998). Helping Children Learn Mathematics:Edisi 5, USA: A Viacom Company. Sihombing, U. (2002). Pengaruh Keterlibatan dalam Pengambilan Keputusan, Penilaian pada
Lingkungan Kerja, dan Motivasi Berprestasi terhadap Kepuasan Kerja Pamong Belajar. Jurnal pendidikan dan kebudayaan, No. 039, Tahun ke-8, November 2002.
Sopah, D. (2000). Pengaruh model Pembelajaran dan Motivasi Berpr estasi Terhadap hasil Belajar. Jurnal pendidikan dan kebudayaan, No. 022, Tahun ke-5,Maret 2000.
Sudjana. (1996). Metode Statistik. Bandung : Tarsito.
Suharsimi, A. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. FPMIPA-JICA UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 133