• Tidak ada hasil yang ditemukan

Heris Hendriana STKIP Siliwangi

Dalam dokumen Prosiding Semnas STKIP 2014 (Halaman 31-37)

herishen@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menelaah dan mendeskripsikan soft skills nasionalisme siswa melalui pembelajaran matematika heuristic dengan pendekatan silang budaya. Subjek penelitian terdiri dari 81 siswa di salah satu SMP di kota Cimahi, dimana 40 orang siswa memperoleh pembelajaran matematika heuristic dengan pendekatan silang budaya, sedangkan 41 siswa lainnya memperoleh pembelajaran biasa. Sebelum dan sesudah pembelajaran siswa diberi skala sikap untuk mengukur nasinalismenya dan skala sikap untuk melihat persepsi siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan sikap nasionalisme siswa yang yang mendapat pembelajaran matematika heuristic lebih baik daripada yang mendapat pembelajaran biasa, dan persepsi siswa terhadap pembelajaran matematika heuristic dengan pendekatan silang budaya pada umumnya positif.

Kata Kunci: Heuristik, Pendekatan Silang Budaya, Soft Skill Nasionalisme

1. Pendahuluan

Perkembangan pesat dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi memerlukan penguasaan ilmu yang dapat melatih berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Untuk itu diperlukan suatu perubahan paradigma dalam dunia pendidikan diantaranya orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada murid, metode yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual.Purwanto (1990:51) menyatakan bahwa supaya pembelajaran dapat mendorong siswa untuk berpikir dengan baik, maka guru perlu memberikan:

a. Pengetahuan siap yakni pengetahuan yang sewaktu-waktu siap untuk dipergunakan.

b. Pengertian yang berisi, yang mengandung arti (tidak verbalistis) dan benar-benar dimengerti oleh anak-anak.

c. Latihan kecakapan membentuk skema, yang memungkinkan siswa berpikir secara teratur dan skematis.

d. Soal-soal yang mendorong siswa untuk berpikir.

Pembelajaran heuristic merupakan suatu pembelajaran yang sengaja dirancang untuk untuk melakukanproses pencarian solusi suatu permasalahan secara selektif, dan memanduproses pencarian tersebut sehingga solusi yang didapatkan adalah yang paling efektif dan efisien. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model dari masalah tersebut, menyelesaikannnya serta menafsirkan solusinya. Namun demikian, agar siswa merasa masalah yang dihadapinya tidak datang secara tiba-tiba maka hendaknya masalah tersebut disajikan dengan menggunakan pendekatan kebudayaan di lingkungan siswa itu sendiri. Pendekatan ini akan membuat siswa merasa bahwa masalah itu bagian dari dirinya yang membuatnya terdorong mencari cara menguasai dan memecahkan masalah tersebut secara kreatif.

18 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

Pendekatan silang budaya merupakan pembelajaran yang mengintegraikan sistem tingkah laku yang tergantung pada sistem makna dan sistem nilai kebudayaan suatu bangsa. Pendekatan ini menekankan pertumbuhan, perubahan, perkembangan dan kesinambungan yang menunjukkan kebudayaan sebagai sarana komunikasi yang dinamis dan bersinergi dengan kebutuhan masyarakat informatif. Jika dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendekatan ini diharapkan dapat menjadi sarana komunikasi sains tentang pola-pola berpikir seseorang yang diperlukan dalam pertukaran kebutuhan informasi dunia yang masih mencitrakan ciri pluralistik kebudayaan masyarakat penggunanya.

2.

Pembelajaran Heuristik dengan Pendekatan Silang Budaya

Heuristik arti harfiahnya menurut Yusuf (2002) adalah membantu untuk menemukan. Dalam dunia pendidikan, metode heuristic artinya satu sistem dalam pendidikan di mana siswa dilatih untuk menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.Teknik pencarian heuristik (heuristic searching)merupakan suatu strategi untuk melakukanproses pencarian ruang keadaan (state space)suatu problema secara selektif, yang memandu proses pencarian yang kita lakukan di sepanjangjalur yang memiliki kemungkinan sukses paling besar, dan mengesampingkan usaha yangbodoh dan memboroskan waktu.Heuristik juga merupakan sebuah teknik yang mengembangkan efisiensi dalam proses pencarian,namun dengan kemungkinan mengorbankankelengkapan (completeness).

Untuk dapat menerapkanheuristik tersebutdengan baik dalam suatu domain tertentu,diperlukan suatu fungsi heuristic.Fungsi heuristik inidigunakanuntukmengevaluasi keadaan-keadaan problema individual dan menentukan seberapa jauh hal tersebutdapat digunakan untuk mendapatkan solusiyang diinginkan. Ada beberapa jenis Heuristic Sea rching diantaranya:

a. Generate and Test. Heuristik jenis bangkitkan dan uji (generate and test)merupakan pendekatan yang paling sederhanadari semua pendekatan yang akan dibicarakan. Metode generate and test ini kurang efisienuntuk masalah yang besar atau kompleks.

b. Hill Climbing. Heuristik Hill climbing (mendaki bukit) merupakan salahsatu variasi metode buat dan uji (generate and test) dimana umpan balik yang berasal dariprosedur uji digunakan untuk memutuskan arahgerak dalam ruang pencarian (search).Dalam prosedur buat dan uji yang murni, responfungsi uji hanyalah ya atau tidak.Dalam prosedur Hill Climbing, fungsi ujidikombinasikan dengan fungsi heuristic yangmenyediakan pengukuran kedekatan suatukeadaan yang diberikan dengan tujuan (goal).

c. Best First Search. Pencarian terbaik pertama (Best First Search) merupakan suatu cara yang menggabungkan keuntungan atau kelebihan dari pencarian Breadth-First Search dan Depth-First Search.

Dalam dunia pendidikan, heuristic merupakan suatu strategi untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. Kemampuan penyelesaian masalah tergolong kemampuan tingkat tinggi. Gagne (Ruseffendi, 1988: 169) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan tahap belajar yang paling tinggi dan lebih kompleks. Pemecahan masalah tidak sekedar mengaplikasikan suatu algoritma namun memuat pemahaman dan aktivitas intelektual yang bukan berupa kegiatan rutin.

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dihadapkan pada berbagai masalah dan harus menyelesaikannya. Demikian menurut TIM MKPBM (2001:85) Tugas utama guru adalah membantu siswa menyelesaikan berbagai masalah dengan spectrum yang luas yakni membantu mereka untuk dapat memahami makna kata-kata atau istilah-istilah yang muncul dalam suatu masalah sehingga kemampuannnya dalam memahami konteks masalah bisa terus berkembang . Dengan pendidikan heuristik yang menggunakan pendekatan silang budaya, siswa merasa bahwa masalah yang dihadapinya tidak merupakan bagian yang terpisah dari dirinya. Penggunaan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 19

konteks yang berkaitan dengan budaya yang sudah dikenal siswanya, akan membuat siswa tidak merasa masalah itu sebagai sesuatu yang datang tiba-tiba.

Dengan mengacu pada pandangan konstrukstivisme, jika siswa merasa bahwa masalah itu bagian dari dirinya maka ia akan terdorong untuk mencari cara tersendiri untuk memahami dan memecahkan masalah tersebut. Pencarian itu merupakan inti pembelajaran konstrukstivis. Hal ini sejalan dengan teori perkembangan kognitif dari Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif siswa ditentukan oleh manipulasi dan interaksi anak dengan lingkungannnya. Pengetahuannya datang dari tindakannya. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan diskusi membantu memperjelas pemikiran, yang pada akhirnya membuat pemikiran menjadi lebih logis.

Salah satu hal yang bisa dieksplor dalam diri siswa adalah pengetahuan budaya dari negaranya serta negara lainyang dikenal dengan pendekatan silang budaya. Melalui pendekatan ini siswa dihadapkan pada masalah yang berkaitan dengan budaya negaranya dan budaya Negara lain yang mendorongnya untuk menggali berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini yang efektif dan efisien dalam memecahkan masalahnya, sehingga menjadi sarana untuk mengkomunikasikan sains dan teknologi dalam memecahkan masalahnya. Penggunaan teknologi dan komunikasi ini menjadi penting baginya untuk lebih mengembangkan daya pikirnya secara lebih optimal.

Pendekatan silang budaya menurut Wurianto (2002) merupakan suatu cara pemahaman budaya sebagai keseluruhan respons kelompok manusia terhadap lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan pencapaian tujuan setelah melalui rentangan proses interaksi sosial. Pokok-pokok yang terpenting adalah kebutuhan dan tujuan mempelajari budaya, lingkungan target budaya, dan interaksi sosial yang diinginkan. Dasar pemahaman yang digunakan adalah masing-masing sub etnitas budaya itu mewarisi pikiran, perasaan, makna, tanda budaya dan simbol-simbol.

Pendekatan silang budaya merupakan pencitraan budaya suatu bangsa untuk membangun citra diri yang didasarkan pada yang dimilikinya dibandingkan dengan berdasar kesejatidirian. Dengan demikian upaya membangun citra diri ini lebih diandalkan pada pemilikan (to have). Apabila sikap demikian menjadi suatu mentalitas dalam kehidupan trend setters suatu bangsa , maka selanjutnya dapat digambarkan dampaknya secara sosial. Mempelajari kebudayaanbangsa lain dengan pendekatan silang budaya berarti menjadikan kebudayaan sebagai sistem realittas (system of reality) dan sistem makna (system of meaning). Oleh karena itu bagi bangsa lain pendekatan ini berarti menggali kebudayaan suatu bangsa dengan menggunakan pola-pola empatik. Pola ini digunakan untuk pemahaman kemajemukan suatu bangsa baik secara genetis maupun kultural. Konsep pendekatan silang budaya sebagai pencitraan budaya merupakan suatu konsep yang menurut Ki Hajar dewantara disebut ‗tri-kon‘ yaitu konsentrisitas, kontinuitas dan konvergensi. Konsentrisitas menekankan pada suatu inti atau sentrum yaitu dengan melihat dari mana perkembangan suatu budaya mulai digerakkan. Kontinuitas menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu yang menunjukkan bagaimana suatu kebudayaan dipelajari orang asing. Konvergensi menunjukkan gerak kebudayaan dalam ruang dimana kebudayaan tersebut bersama dengan kebudayaan lain menuju kebudayaan yang bernilai informative dan global. Lebih lanjut melalui pendekatan silang budaya maka menuntut rasa kearifan suatu bangsa dalam mempelajari kebudayaan bangsa lain yang dilandasi oleh masalah mengenai:

a. Hakikat dan sifat hidup manusia suatu bangsa b. Hakikat karya manusia suatu bangsa

c. Hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu d. Hakikat hubungan manusia dengan alamnya

Sehingga melalui pendekatan heuristic dengan pendekatan silang budaya ini diperkirakan terjadi peningkatan soft skill (kemampuan untuk menjadi manusia yang baik) yang berlandaskan rasa nasionalisme siswa. Selain itu juga melalui pendekatan ini diharapkan siswa akan lebih tertarik

20 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

belajar matematika sehingga membuat persepsinya terhadap pembelajaran yang dilakukan menjadi positif.

3. Metode Penelitian

Di dalam penelitian kuasi eksperimen ini terdapat dua kelas yang mendapat perlakuan yang berbeda. Kelas yang satu terdiri dari dari 40 orang siswa merupakan kelas yang memperoleh pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya, sedangkan kelas yang satunya lagi yang terdiri dari 41 orang siswa memperoleh pembelajaran biasa. Sebelum dan sesudah pembelajaran kepada seluruh siswa diberikan skala sikap untuk melihat tingkat nasionalismenya dan peningkatannya. Pada akhir pembelajaran siswa di kelas yang memperoleh pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya juga memperoleh angket untuk melihat persepsi mereka terhadap pembelajaran yang dilakukan. Sehingga pada akhirnya dapat dideskripsikan bagaimana perningkatan soft skills nasionalisme siswa dan persepsi siswa terhadap pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya, yang diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pengembangan soft skills siswa untuk kemudian dikembangkan dengan hard skills-nya secara bersamaan dan seimbang.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Setelah kedua kelompok siswa memperoleh pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya serta pembelajaran biasa, soft skill nasionalisme siswa dapat dideskrpsikan sebagai berikut:

Tabel 1. Deskripsi Soft Skill dan Persepsi pada kedua kelompok Siswa Variabel Dat

Stat

Pembelajaran Heuristik dengan Pendekatan Silang Budaya Pembelajaran Biasa N Pretes % Poste s % G N Prete s % Poste s % G Soft skills nasionalisme 40 32,91 11,8 87,63 84,4 0,97 41 32,77 11,08 66,77 63,1 0,63 s 3,12 - 3,17 - - 3,09 - 2,91 - - Persepsi � 40 - - 97,89 78,8 - - s - - 5,96 - -

Dari Tabel 1 di atas bahwa rata-rata pretest kelas yang menggunakan pembelajaran heuristic dengan silang budaya dengan kelas yang menggunakan pembelajaran biasa tidak terlalu jauh berbeda yaitu 32,91 dan 32,77. Dengan menggunakan SPSS diperoleh sig = 0, 476 lebih besar dari α= 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara soft skill nasionalisme siswa yang menggunakan pembelajaran heuristic dengan pendekatan siang budaya dengan yang menggunakan pembelajaran biasa. Berarti sebelum pembelajaran dialkukan soft skill nasionalisme mereka sama. Dari hasil post test soft skill nasionalisme siswa yang menggunakan pembelajaran heuristic silang budaya meningkat lebih tinggi dari yang menggunakan pembelajaran biasa yaitu 87,63 dan 66, 7 atau rata-rata gainnya 0,97 dan 0,63. Dengan menggunakan SPSS diperoleh sig= 0,000 dan sig=0,03 untuk gainnya, keduanya ebih kecil α= 0,05 artinya pencapaian dan peningkatan soft skill nasionalisme siswa yang menggunakan pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran biasa.

Berdasarkan wawancara penulis dengan siswa, siswa yang menggunakan pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya selain bisa lebih memahami materi matematika yang diajarkan mereka juga bisa lebih mengetahui keaneka ragaman budaya baik dari negaranya sendiri maupun negara orang lain, dan mereka bangga bahwa kebudayaan Indonesia tidak kalah beragam dan menariknya dibandingkan dengan Negara lain, dan itu yang membuat mereka bangga sebagai bangsa Indonesia dan lebih mencintai Negara ini. Hal ini berarti bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya menjadi pembelajaran bermakna bagi siswa. Dengan menggunakan materi budaya berdasarkan teori

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 21

Ausubel (Trianto, 2007:25) bisa membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dalam suatu materi dengan menggunakan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Ausubel (Ruseffendi, 1991: 172) menyatakan bahwa belajar bermakna ialah belajar yang untuk memahami apa yang sudah diperolehnya itu dikaitkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya itu lebih mengerti.

Dengan membuat siswa lebih memahami materi karena diantarkan dengan materi budaya maka hal ini sejalan dengan Teori gestalt bahwa dalam menyajikan suatu konsep, pembelajaran hendaknya lebih mengutamakan pengertian. Teori Gestalt yang sering pula disebut dengan field theory atau insight full learning (Purwanto, 1990:101) menyatakan bahwa belajar bukan hanya sekedar merupakan proses asosiasi antara stimulus respons yang makin lama makin kuat karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan. Belajar terjadi jika ada pengertian. Pengertian atau insight muncul apabila seseorang setelah beberapa saat mencoba memahami suatu masalah, tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain kemudian dipahami sangkut pautnya dan dimengerti maknanya. Selanjutnya teori ini juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses rentetan penemuan dengan bantuan pengalaman-pengalaman yang sudah ada. Manusia belajar memahami dunia sekitarnya dengan jalan mengatur dan menyusun kembali pengalaman-pengalamannya yang banyak dan berserakan menjadi suatu struktur dan kebudayaan yang berarti dan dipahami olehnya.

Keberagaman kebudayaan beserta keunikannya yang menyiratkan kekhasan masing-masing budaya merupakan potensi bagi pengembangan pembelajaran di sekolah. Pendekatan multikultural (Rohidi, 2002) didesain dengan menekankan pentingnya pluralisme sosial, keberagaman budaya, etnik dan kontekstualisme. Berdasarkan pendekatan ini pembelajaran dipandang sebagai intervensi sosial dan budaya, sehingga pada saat mengajar guru tidak hanya mempertentangkan tetapi secara konsisten menyadari bias sosial budayanya. Melalui pendekatan ini pula penggunaan pendidikan disarankan tanggap budaya, yang secara lebih tegas dapat menunjukkan perbedaan etnik dan sosio budaya di kelas, masyarakat, nasional dan internasional.

Dari tabel 1 dengan rata-rata 97,89 atau perolehan 78,8% juga terlihat bahwa persepsi siswa terhadap pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya pada umumny positif karena membuat pembelajaran berlndaskan konstruktivisme dimana:

1) Guru memulainya dengan memperbaiki sikap negatif yang mungkin mereka miliki terhadap pluralisme sosial, keagamaan dan etnis.

2) Guru dan siswa melakukan analisa situasi agar akrab dengan masyarakat. 3) Guru dan siswa memilih materi yang relevan dan sekaligus menarik

4) Guru dan siswa bersama-sama menyelidiki persoalan yang berkaitan dengan materi yang dipilih. Dalam hal ini disarankan mengidentifikasi persoalan sosial yang berkaitan dengan agama , suku, kehidupan ekonomi, kemampuan, mental serta fisik. Dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru dan siswa bisa juga berselancar di dunia maya untuk studi komparatif terhadap persoalan dan solusi yang bisa dikemukakan di dunia internasional.

5. Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan dan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa:

1. Pencapaian dan peningkatan soft skill nasionalisme siswa yang menggunakan pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran biasa.

2. Persepsi siswa pada pembelajaran heuristic dengan pendekatan silang budaya, pada umumnya positif.

22 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 5.2. Rekomendasi

Untuk itu direkomendasikan:

1) Dalam pembelajaran matermatika hendaknya selalu diawali dengan masalah yang kontekstual dengan kehidupan siswa diantaranya dengan mengenalkan beragam kebudayaan Negara kita dengan Negara lain, sehingga selain membuat siswa lebih memamahmi materi matematika juga menambah wawasannya tentang budaya tersebut.

2) Selalu ditekankan kepada siswa bahwa pelajaran matematika adalah ratu dan pelayan ilmu sehingga bisa luwes memasukkan berbagai pluralisme budaya dan perkembangan informasi terkini sehingga pembelajaran bisa mengikuti perkembangan zaman. Sehingga siswa bisa menyadari bahwa banyak permasalahan yang dapat diselesaikan dengan matematika, dan dengan mengintegrasikan materi budaya membuat pelajaran matematika lebih menarik.

DAFTAR PUSTAKA

Banks, J.A (1993). ‖Multicultural Education: Historical Development, Dimentions and Practice‖. In Review of Research Education, vol. 19, edited by L. Darling-Hammond. Washington, DC: American Educational Research Assosiaciation.

Banks, J.A. (1994). Multiethnic Education: Theory and Practice, 3rd ed. Boston: Allyn and Boston.Bennett,C. & Spalding,E. 1992. ―Teaching the Social Studies: Multiple Approaches for Multiple Perspectives‖. In Theory and Reseach in Social Education. XX:3(263-292) Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. Hamisphere: The Parmer

Press.

Hendra (2007). Komunikasi. [Online]. Tersedia:

http://indonesia.siutao.com/tetesan/komunikasi.php. (12 Desember 2008)

Purwanto, N (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. [4]

Rohidi, T.R (2002). Pendidikan Seni Multikultural. [Online]. Tersedia: http://www.suaramerdeka.com/harian/0209/23/kha2.htm (19 Februari 2009)

Ruseffendi, E.T (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Tim MKPBM (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI: JICA.Tim (2003). Komunikasi. [Online]. Tersedia: http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/3d- (11Desember 2008).

Tim Bochalas (2008). Membangun Komunikasi yang Efektif. [Online]. Tersedia: http://bocahalas.lingkungan.org/?p=19

Trianto (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wurianto, A.B(2002). Pendekatan Silang Budaya sebagai Pencitraaan Budaya Indonesia melalui Pengajaran BIPA. [Online]. Tersedia: www.ialf.edu/kipbipa/papers/ArifBudiWurianto.doc - (13 Februari 2009)

Yusup, P.M (2002). Teori dan Penemuan Ilmiah dalam Lingkungan Ilmu Informasi, Komunikasi dan Kelembagaan Informasi termasuk Perpustakaan. Jakarta:Kompas

Zainudin, R.B. (2008). Pembelajaran Berbasis Multikultur sebagai Gerakan Pembaharuan dalam

Pendidikan. [Online].Tersedia:

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 23

PENGARUH PENERAPAN KONTEKSTUAL TERHADAP

Dalam dokumen Prosiding Semnas STKIP 2014 (Halaman 31-37)