• Tidak ada hasil yang ditemukan

Drama Murahan Opera Sabun Erik Bagus Prastyawan

Pada zaman sekarang ini televisi merupakan media massa elektronik yang mampu meyebarkan berita secara cepat dengan jangkauan khalayak yang sangat luas (massal) . Televisi dengan berbagai acara yang ditayangkan telah mampu menarik minat penonton, dan berhasil membuat “kecanduan” untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan. Bahkan, bagi anak-anak menonton televisi sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas kesehariannya. Pada dasarnya pemirsa televisi yang hetrogen adalah khalayak yang sudah merasa bahwa televisi merupakan bagian dari hidupnya (Rasyid, 2013: 67). Program yang ditayangkan pun beragam, mulai dari berita, hiburan, kuis iklan dan sinetron. Bahkan waktu penayangan televisi ada yang hingga tengah malam bahkan dini hari. Kemudian bayangkan saja berapa banyak waktu yang dihabiskan masyarakat berada di depan televisi, yang belum tentu keseluruhan kontennya bermutu.

Salah satu tayangan televisi yang paling digemari masyarakat Indonesia adalah sinetron. Sinetron merupakan singkatan dari sinema elektronik, berupa drama dan alur ceritanya bersambung. Contohnya Anak Jalanan. Pada sinetron Anak Jalanan ini banyak adegan yang tidak patut ditayangkan dan ditiru karena mengandung unsur kekerasan, seperti adegan perkelahian antara dua kubu geng motor. Serigala dan Warrior, kedua kubu geng motor tersebut terlibat tawuran dan pengroyokan hingga menyebabkan geng dari Serigala tumbang dan babak belur karena mereka kalah jumlah. Perkelahian antar kedua geng motor tersebut dipicu dendam lama karena salah satu dari geng Warrior terbunuh akibat pengroyokan yang dilakukan oleh geng Serigala sehingga menyebabkan dendam berkepanjangan. Kekerasan bisa dibagi dalam dua kategori besar,  kekerasan fisik yang

tentu dapat langsung kita lihat seperti pemukulan atau pembunuhan, sedangkan kekerasan verbal akan muncul sebagai akibat dari kemarahan seseorang seperti kata-kata kasar, bullying atau penghinaan.

Jika melihat jam tayang sinetron Anak Jalanan yaitu pada pukul 18.30 WIB, dimana waktu tersebut adalah waktu diluar aktivitas atau saat berkumpulnya keluarga untuk melepas rasa lelah sehingga membutuhkan hiburan seperti menoton acara televisi, merupakan waktu yang tidak tepat jika televisi hanya dipenuhi oleh adegan kekerasan seperti yang ada dalam sinetron Anak Jalanan. Fakta semacam ini bisa berakibat buruk bagi anak-anak yang bebas menonton bentuk siaran kekerasan di televisi. Dalam hal ini anak-anak rentan mengikuti apa yang mereka lihat. Pentingnya peranan orang tua dalam mengawasi anak menonton televisi adalah salah satu usaha untuk menghindari tontonan yang tidak cocok bagi anak dengan cara memilih progam acara yang lebih baik dan mendidik, namun tidak jarang karena kesibukan orangtua, kadang anak- anak dibiarkan menonton sendirian tanpa disaring lebih dahulu konten mana yang diperbolehkan dan tidak.

Televisi telah menjadi sebuah kebutuhan dalam sebuah rumah tangga. Televisi hanyalah sebuah kotak yang bisa dimatikan atau dibuang,

bisa sebagai sumber malapetaka atau sumber pengetahuan. Seakan-akan tayangan televisi adalah sebuah ajaran baru yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya (Rasyid, 2013: 27). Padahal seharusnya media massa televisi menjadi salah satu sumber informasi, edukasi dan bukan hanya mengandung unsur hiburan. Hal ini bisa kita lihat banyaknya tayangan- tayangan televisi yang memuat unsur hiburan, layaknya sinetron.

Gambar 1.20 Adegan tawuran Anak Jalanan yang dilakukan Warrior dan Serigala

Unsur audio dan visual merupakan kelebihan televisi dibanding media lainnya. Pada scene gambar di atas menampilkan dimana dua kubu geng motor saling memukul, menendang, terjadi pengroyokan dan kebut- kebutan saat berkendaraan di jalan. Tidak sepatutnya adegan tersebut dipertontonkan secara bebas dan luas, bilamana adegan tersebut ditonton oleh anak-anak atau remaja yang masih duduk di bangku sekolah akan sangat besar pengaruhnya. Apalagi dalam adegan tawuran antar geng motor tersebut adalah sebagian diceritakan beberapa dari mereka masih berstatus pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA). Kasus semacam ini bahkan sudah banyak ditemui dikehidupan nyata. Sudah merupakan hal yang “lumrah” jika beberapa tahun terakhir, berita di berbagai layar kaca Indonesia dihiasi dengan tawuran-tawuran anak sekolahan yang tidak jarang menimbulkan korban tewas.

Gambar 1.21 Adegan perkelahian Boy di Rumah Sakit dengan dua anggota geng Serigala

Pada gambar di atas lagi-lagi menujukan perkelahian dimana si Boy dari anggota geng Warrior berkelahi dengan dua anggota geng Serigala di Rumah Sakit. Tidak sepantasnya Rumah Sakit di jadikan tempat untuk berkelahi atau meluapkan emosi yang mana suasana Rumah Sakit seharusnya penuh ketenangan dan ketentraman. Padahal sudah jelas dikatakan dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002 Pasal 36 ayat 5 tentang isi siaran yang menyebutkan bahwa isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong, menonjolkan

terlarang, mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Tetapi melihat adegan pada scene di atas justru sangtlah tidak bermoral. Tokoh utama Boy yang seharusnya menjadi tokoh idola yang dielu-elukan dan diharapkan menjadi contoh justru berbanding terbalik. Boy yang tampan ini justru tidak mempunyai perilaku yang baik untuk dicontoh.

Gambar 1.22 Adegan kekerasan Haikal saat menendang Bondy anggota Geng Serigala

Gambar pada scene di atas sangat jelas, perlakuan Haikal dari anggota geng Warrior melepaskan tendangan kearah kepala Bondy anggota Geng Serigala. Ironinya, dalam adegan tersebut mereka masih menggunakan seragam sekolah dimana semua adegan kekerasan sudah jelas melanggar Undang-Undang No. 32 tahun 2002 Pasal 36 ayat 5 tentang isi siaran yang menyebutkan bahwa isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut,

menyesatkan dan/atau bohong, menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang, mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. Tetapi faktanya masih sangat banyak ditemui tayangan-tayangan televisi menampilkan adegan kekerasan seperti gambar di atas. Bahkan jika kita mengamati, hampir keseluruhan adegan dalam Anak Jalanan mengandung unsur kekerasan yang sangat tersurat. Seakan-akan, sinetron Anak Jalanan ini dibuat memang untuk membuat sebuah representasi bagaimana seorang laki-laki itu haruslah lihai dalam berkelahi. Atau remaja tampan yang nantinya akan digilai oleh perempuan adalah remaja yang menjadi anggota geng motor, dan gemar beradu fisik seperti Boy.

Gambar 1. 23 Aksi kebut-kebutan di jalan

Tidak hanya banyak unsur kekerasan saja yang ditampilkan sinetron

Anak Jalanan ini, tetapi ada unsur ugal-ugalan yang ditunjukkan oleh aksi kebut-kebutan, seperti pada gambar di atas. Tayangan sinetron yang melibatkan adegan sebagai anak pelajar bukannya memberikan contoh yang baik malah memberikan tayangan yang sangat tidak patut dilihat dan dilakukan oleh anak-anak kususnya bagi para pelajar yang seharusnya mereka ada di rumah belajar, membaca mengerjakan tugas dari sekolah sepatutunya anak pelajar bukan ngebut-ngebutan, balapan, berkendara ugal-ugalan pada malam hari hingga terlibat aksi pengejaran oleh pihak polisi. Drama ini memang terlihat begitu konyol, karena pada kenyataannya apa yang terjadi dalam cerita Boy beserta pengalamannya itu jauh berbeda dengan realita yang ada. Bukan realita yang diangkat ke dalam sebuah sinetron, tetapi drama murahan ini yang justru menjadi cermin kehidupan yang coba masyarakat aplikasikan. Tawuran, geng motor, hingga percintaan norak ala Boy yang justru hadir ditengah-tengah pergaulan remaja kita.

Masalah ini tentunya harus menjadi perhatian serius semua pihak. Baik itu pemerintah, pemilik stasiun televisi dan masyarakat yang menjadi pagar terakhir untuk dapat menyaring segala informasi yang diberikan oleh televisi setiap hari. Dijelaskan juga pada Undang-undang No. 32 tahun 2002 Bab VI Pasal 52 ayat (1) yaitu sebagai warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional. Jangan sampai timbul korban-korban anak lainnya dari buruknya tayangan televisi yang ada. Disini diperlukan kerjasama dari semua pihak agar anak-anak dapat menonton tayangan yang memang sepantasnya mereka tonton.

Manusia Bermental Layaknya Seekor Harimau