• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA JOKOW

Dalam dokumen Komunikasi dan Pemilu 2014 Persiapan Pel (Halaman 95-99)

Harian Kompas pada Kamis, 7 November 2013 di halaman dua menurunkan berita dengan judul Jokowi Dinilai Komunikatif. Kompas mengutip hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Demokrasi Bertanggungjawab yang menilai Jokowi memiliki komunikasi politik terbaik di antara sebelas tokoh yang akan diusung sebagai calon presiden oleh sejumlah partai politik. Urutan kedua ditempati oleh Jusuf Kalla, dan seterusnya adalah Prabowo, Anies Baswedan, Surya Paloh, Gita Wirjawan, Aburizal Bakrie, Wiranto, Dahlan Iskan, Megawati, dan Pramono Edhie Wibowo. Dikatakan bahwa Jokowi unggul dalam bahasa tubuh dan ia juga selalu mengemukakan hal-hal yang mampu menuntaskan masalah. T.B. Hasanuddin dalam kesaksian berkata: “Kata-kata Jokowi jujur hingga lebih mudah dipahami masyarakat biasa”.

Dalam berbagai survey dan jejak pendapat tentang calon presiden RI 2014 Jokowi juga selalu menduduki peringkat teratas. Survey yang dilakukan sejak awal tahun 2013 menyebutkan tingkat keterpilihan Jokowi untuk menjadi presiden di atas 20%. Wartawan Tempo dalam wawancaranya bertanya kepada Jokowi tentang pernyataan banyak orang bahwa Jakarta cuma pemanasan Jokowi ke istana. Jawaban Jokowi saat itu adalah: “Pemanasan apanya? Jakarta itu sudah panas masalahnya. Disitulah pemimpinnya harus menguasai medan, mendesain kebijakan, dan mendengar kemauan warganya. Kalau duduk terus di belakang meja, enggak ngerti hati masyarakat seperti apa. Saya tidak peduli orang ngomong apapun soal itu. Saya hanya mau kerja menjalankan semua” (Tempo, 5-11 Agustus 2013: 39).

Tak dapat disangkal lagi, Jokowi adalah igur pemimpin masa depan yang didambakan oleh

masyarakat Indonesia. Keberhasilannya merebut hati rakyat ia dapatkan melalui sebuah komunikasi yang terjalin dengan baik dengan rakyatnya. Hal ini ia buktikan ketika masih menjabat sebagai walikota Solo.

Ada satu kalimat yang menjadi kalimat ajaib atau magic word bagi setiap auditor dalam menjalankan tugasnya. Kalimat itu adalah “show me” atau tunjukkan pada saya. Seorang yang diaudit (auditee)

bisa saja berbicara banyak tentang keberhasilan yang ia capai selama ia memimpin atau menjalankan fungsi dan tugas yang diembannya. Melalui omongannya bisa saja auditee mengelabui orang lain, tetapi tidak bagi seorang auditor yang cakap karena pada akhirnya ia akan berkata pada auditee: “Show Me”, tunjukkan pada saya apa yang telah Anda kerjakan. Mana buktinya hasil pekerjaan Anda. Bila pertanyaan ini diajukan kepada Jokowi maka kita akan mendapatkan buktinya dari apa yang ia capai selagi masih menjadi walikota Solo dan selama satu tahun ia menjabat gubernur DKI Jakarta. Lihat saja bagaimana ia mengubah wajah Satpol PP yang terkesan garang dan kasar kepada masyarakat menjadi lebih manusiawi dengan pendekatan komunikasi persuasif.

Dari sudut pandang retorika Aristoteles, Jokowi adalah seorang yang memiliki kredibilitas. Rakyat menaruh hormat pada dirinya karena ia memiliki karakter yang melayani, tidak seperti pemimpin Indonesia lainnya yang ingin dilayani dan minta dihormati. Minggu ini kita dikejutkan oleh peristiwa penembakan yang dilakukan oleh seorang anggota Brigade Mobil (Brimob) terhadap salah seorang satpam hingga tewas. Anggota Brimob bernisial WA menembak mati Bachrudin, petugas satpam Ruko Galaxy, Cengkareng, Jakarta Barat pada Selasa, 5 November 2013 pukul 18.30. WA menembak mati satpam tersebut hanya karena ia menolak memberi hormat sebagaimana yang diminta oleh WA. Kasus ini mencerminkan perilaku pemimpin di lembaga kepolisian RI. Ada adagium yang mengatakan bahwa tidak ada prajurit yang brengsek, yang ada adalah komandannya yang brengsek. Ciri melayani Jokowi terlihat pada saat ia melakukan kegiatan blusukan ke kampung-kampung atau tempat-tempat yang ia anggap penting untuk mendapatkan informasi atau gambaran utuh dari masalah yang dihadapi masyarakat. Dalam setiap kesempatan menjawab pertanyaan wartawan Jokowi selalu mengatakan bahwa tujuan dari blusukan yang ia lakukan adalah untuk lebih memahami kondisi masyarakat yang sebenarnya, apa yang mereka rasakan, apa yang sesungguhnya terjadi guna menghindari laporan anak buah yang asal bapak senang. Blusukan adalah cara Jokowi berkomunikasi dengan rakyat melalui kegiatan mendengar. Mendengar keluhan msyarakat, mendengar aspirasi mereka. Kegiatan mendengar merupakan bentuk komunikasi yang langsung menyentuh emosi (pathos) masyarakat.

Abraham Lincoln adalah presiden Amerika Serikat yang sering melakukan kegiatan blusukan model Jokowi. Setiap sore bersama ajudannya Lincoln menemui masyarakat, berbicara dengan mereka dan mendengar setiap cerita dan keluhan yang keluar dari mulut mereka. Topik obrolannya macam-macam dan terdengar sepele di telinga banyak orang. Obrolan tentang kehidupan wong cilik sehari-hari, ada ibu rumah tangga, supir, tukang jahit, dan lain-lain. Pada satu kesempatan, ajudan Lincoln yang berpangkat Letkol menghardik Lincoln karena menyediakan waktu untuk mengobrol dengan wong cilik tersebut. Lincoln kemudian memarahi ajudannya dan mengatakan bahwa justru kegiatannya itu menjadi masukan bagi dirinya dalam memahami kondisi masyarakat yang sesungguhnya. Mendengar merupakan kegiatan riset yang paling sederhana, begitu kata Hillary Clinton. Aktivitas mendengar membutuhkan kesabaran dan pengorbanan karena si pendengar rela membuang sikap egoisnya demi kepentingan orang lain.

Latar belakang Jokowi yang lulusan Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjadi pemimpin. Ditambah dengan profesinya sebagai pengusaha meubel dan seorang birokrat, Jokowi membuktikan dirinya bahwa dalam berkomunikasi ia selalu memberikan solusi dan mampu meyakinkan masyarakat untuk setuju dengan pendapat dan kebijakan yang ia buat.

Cara Jokowi memecahkan masalah lewat diplomasi di meja makan memberikan warna tersendiri dalam komunikasi politik Indonesia. Gaya komunikasi Jokowi yang mengedepankan pendekatan persuasif mampu mengubah sikap masyarakat yang menolak (tidak setuju) dengan kebijakan pemerintah daerah DKI menjadi setuju. Komunikasi menurut Miller bukan sekedar upaya memberi tahu, tetapi juga upaya mempengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang melakukan kegiatan atau tindakan tertentu (Effendy, 1992: 49).

“Goodman speaks well” begitu kata Cicero. Pemimpin yang baik menunjukkan kemampuan dan kebaikannya melalui tindakan. Perbuatan yang dilakukannya berbicara tentang siapa dia sesungguhnya. Hasil karya sang pemimpin dan apa yang ia kenakan sehari-hari merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang memberitahu rakyat seperti apa pemimpin mereka. Jokowi jarang menggunakan mobil dinas, juga tidak suka menggunakan voorijder sekalipun ia berhak mendapatkannya. Bagi Jokowi dan istri bunyi sirene voorijder sangat mengganggu dan bikin pusing kepala. Selalu mengenakan kemeja putih lengan panjang dengan sikap yang memberi kesan siap bekerja kapan saja dan di mana saja, jauh dari sikap formal yang selama ini melekat pada diri pemimpin atau pejabat birokrat. Dan satu lagi yang menarik untuk disimak, Jokowi tidak menggunakan jam tangan kontras dengan gubernur DKI sebelumnya Fauzi Bowo dan Sutiyoso yang menggunakan jam tangan mewah yang harganya sampai ratusan juta. Tindakan dan ucapan memang harus sejalan karena itu akan mengomunikasikan pribadi sang pemimpin.

“Action speaks louder than words” kata pepatah. Ternyata seorang Jokowi dikenal sebagai pribadi yang lebih suka bekerja daripada berbicara (verbal communication). Setiap tindakan Jokowi menjadi pusat perhatian masyarakat, diliput selalu oleh media massa. Sejak ia terpilih sebagai gubernur DKI Jakarta berita tentang dirinya memenuhi halaman surat kabar dan majalah serta media-media online, dalam dan luar negeri. Tindakan Jokowi adalah berita dan berbicara jauh lebih keras dibanding ucapan yang keluar dari mulutnya. Media massa secara tidak langsung mengomunikasikan kepada masyarakat tentang kepemimpinan Jokowi yang terbuka, transparan, jujur, adil, tulus, anti korupsi, dan mau bekerja dengan sikap yang melayani.

Kepada Tempo yang meminta tanggapannya tentang permasalahan kota Jakarta, Jokowi menjawab:

“Komunikasi dan kerjasama enggak nyambung. Saya memilih mengejar di mana letak tidak nyambungnya. Yang penting masalah clear dan terselesaikan, jelas arahnya mau ke mana” (Tempo, 5-11 Agustus 2013:39)

Keterbukaan adalah salah satu faktor yang membentuk pribadi yang kredibel. Keterbukaan juga adalah syarat pengelolaan pemerintahan yang baik di sebuah negara demokrasi. Keterbukaan adalah ciri khas masyarakat di yang hidup era informasi. Tak ada lagi yang bisa disembunyikan atau ditutup- tutupi. Tidak ada tempat untuk berpura-pura apalagi berbohong karena semua informasi bisa dicari dan didapatkan dengan mudah melalui teknologi informasi dan komunikasi.

KESIMPULAN

Pemimpin Indonesia di masa datang adalah model pemimpin era Informasi yang mensyaratkan keterbukaan sebagai karakter yang wajib dimiliki. Pemimpin yang mau bekerja keras dan punya sikap melayani, yang mau mendengar kemauan rakyatnya. Memiliki pengetahuan global tapi mampu bertindak dengan kearifan lokal. Pemimpin yang memiliki ethos, pathos, dan logos. Jokowi menjadi sosok yang berbeda dibanding dengan pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya. Sangat kontras dengan mereka yang punya mental ingin dilayani dan dihormati. Jokowi berusaha memahi kemauan rakyat, sementara pemimpin yang ada saat ini ingin rakyat lebih dimengerti kemauannya.

Untuk lebih memahami kemauan rakyat Jokowi melakukannya melalui sebuah komunikasi yang dikenal dengan blusukan, berbicara langsung dengan masyarakat (komunikasi interpersonal), dan melakukan diplomasi meja makan (komunikasi persuasif). Jokowi juga membangun komunikasi melalui kerja nyata. Action speaks louder than words.

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana. Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikologis. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.

Lumsden, Gay & Donald. Communicating with Credibility and Conidence 3rd edition. Belmont: Thomson Wadsworth, 2006.

Seitel, Fraser P. The Practice of PR 11th edition. New York: Prentice Hall, 2011.

BIODATA PENULIS

H.H. Daniel Tamburian, lahir di Manado, 16 Oktober 1973. Lulus Sarjana dari Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Perpustakaan & Informasi Universitas Padjadjaran Bandung, Magister dari Manajemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Indonesia. Saat ini tercatat sebagai Staff pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara Jakarta.

Dalam dokumen Komunikasi dan Pemilu 2014 Persiapan Pel (Halaman 95-99)