• Tidak ada hasil yang ditemukan

QUA VADIS KOMUNIKASI KEPRESIDENAN ?

Dalam dokumen Komunikasi dan Pemilu 2014 Persiapan Pel (Halaman 86-89)

Doddy Salman,

Fakultas Komunikasi Universitas Tarumanagara doddy90@yahoo.com

ABSTRAK

Tulisan ini ingin menyoroti komunikasi kepresidenan secara umum di dunia dan secara khusus di Indonesia. Melalui studi kepustakaan diperbandingkan komunikasi kepresidenan secara empiris di Amerika dan Perancis. Analisis pidato Presiden SBY tentang Bunda Putri membawa kesadaran bahwa presiden adalah pesan sekaligus pembawa pesan. Kesadaran sebagai pesan dan pembawa pesan menentukan reputasi Presiden di mata media.Alasan kapan seorang presiden berpidato kepada masyarakatnya menjadi sangat penting.Studi ini juga menyimpulkan bahwa peran media massa sangat penting dalam rangka memelihara presiden sebagai simbol nasional.Tak kalah pentingnya peran staf kepresidenan dalam merancang, melakukan startegi komunikasi kepresidenan.

PENDAHULUAN

Bagaimana seharusnya seorang presiden berkomunikasi? Tidakkah pidato seorang presiden seharusnya memiliki dampak yang besar?Kapan seharusnya seorang presiden berpidato? Bagaimana seharusnya kita memandang seorang presiden berkomunikasi? Pertanyaan-pertanyaan ini meluncur sejalan berbagai peristiwa komunikasi yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Peristiwa komunikasi terbaru adalah pidato SBY yang menyatakan Gubernur DKI Joko Widodo sebagai penanggungjawab kemacetan lalu lintas Jakarta (http://www.tempo.co/read/ news/2013/11/04/078527106/Jakarta-Macet-SBY-Lempar-Tanggung-Jawab-ke-Jokowi).

Sejatinya seorang presiden seharusnya memiliki sistem, aturan,tata cara berkomunikasi. Posisinya yang istimewa seharusnya menjadikan dirinya komunikator handal.Pesan yang disampaikan seorang presiden menjadi pesan berskala nasional bahkan internasional. Presiden menjadi representasi sebuah bangsa.Bahkan bagi rakyat Amerika seorang presiden adalah simbol pemersatu:

Anda adalah citra nasional (nasional secara ideal berdasarkan fakta pseudo). Anda selayaknya menjadi simbol persatuan nasional, keberlangsungan nasional dan simbol pemerintahan federal. Anda haruslah seorang relijius dan menegaskan nilai-nilai relijius dengan seperangkat contoh moral. Kepemimpinan adalah kualitas utama orang Amerika tuntut. Mereka ingin seorang presiden teguh dalam pendirian. Anda sudah menyelesaikan pemilu, namun anda belum selesai dengan citra anda (Kryzhanovsky, 2007,hal. 6).

Itulah hukum besi (Iron-Clad) seorang presiden Amerika versi Mikhail Kryzhanovsky. Melalui bukunya White House Special Handbook, mantan agen rahasia KGB itu menjelaskan apa yang harus dan tidak boleh dilakukan seorang presiden negara terkuat di dunia. Bagi Kryzhanovsky siapapun yang menjadi presiden Amerika haruslah sadar dirinya adalah citra nasional. Semua tindak tanduk presiden, diam maupun bicara, adalah pesan yang dapat dimaknai komunikan (Kryzhanovsky, 2007,hal.6).

Presiden sebagai pesan (message) dan pembawa pesan (messenger) ditegaskan Martha Joynt Kumar lewat bukunya The White House World.Tak ketinggalan hubungan antara presiden dan media ikut menentukan pesan yang akan dikomunikasikan.Menurut Kumar (2000) sebagai pesan, kepribadian presiden, kebiasaan dan kehidupan pribadinya adalah fokus perhatian organisasi berita.Kondisi ini memaksa presiden secara positif menggunakan kepentingan tersebut untuk mengembangkan perhatian publik terhadap kebijakan dan sasarannya. Sedangkan sebagai pembawa pesan maka seorang presiden harus mengintegrasikan ke dalam kepemimpinannya kapasitas untuk menyampaikan programnya kepada publik melewati Washington. Jelasnya kemampuan untuk menarik kepentingan dan ketertarikan media menjadi penting untuk kesuksesan pelaksanaan keberhasilan kebijakannya (hal.408).

Proses komunikasi presiden dalam suasana politik yang termediasi itulah yang disebut komunikasi kepresidenan (Ryfe,2005,hal.1).Hubungan antara media dengan presiden pun menjadi penting. Setelah

media massa tradisional (cetak, penyiaran, ilm) kini jagat informasi digandrungi media baru (new

media). Presiden sebagai pesan dan pembawa pesan muncul dalam ruang media sosial (facebook, twitter, instagram dll) dengan segala fasilitas dan aturan tersendiri. Presiden harus memahami media (media literacy) dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan media tersebut.

KONSEP

Perubahan menghadapi perkembangan teknologi media telah terjadi di era Presiden Perancis Charles de Gaulle. De Gaulle berkuasa sejak 1958 hingga 1969 atau pasca perang dunia kedua. Saat itu para pemimpin negara eropa harus melakukan berbagai reformasi aturan media sekaligus tetap memastikan kemerdekaan pers (Chalaby,2002, hal. 3).

Selama 11 tahun berkuasa de Gaulle tercatat 79 kali melaksanakan pidato politik kenegaraan (national addressed) termasuk di antaranya 52 pidato melalui televisi dan radio, empat kali khusus pidato khusus melalui radio, lima kali wawancara dan 18 jumpa pers.Kehadiran media televisi mendorong presiden untuk tampil ke hadapan publik (Chalaby,2002,hal.151).

Meskipun demikian alasan seorang presiden berkomunikasi melalui pidato politik kepada publik menarik untuk menjadi perhatian. Setidaknya ada 5 pertimbangan alasan seorang presiden harus berpidato:

1) Dampak pidato presiden terhadap kelompok partisan, wakil rakyat, dan publik konstituen; 2) persoalan perdamainan dan kesejahteraan;

3) peristiwa dan situasi krisis yang membuat masyarakat mengharapkan presiden memberikan jalan keluar;

4) jelang berakhirnya masa jabatan presiden; dan

5) saat presiden mengalami kelebihan atau kekurangan ekspose. (Smith,2000, hal. 82).

Sedangkan pidato politik adalah bagian dari dan atau hasil politik, memiliki nilai sejarah dan secara budaya terdeterminasi. Pidato politik memiliki beragam fungsi bergantung pada beragam aktivitas politik. Ciri khas lainnya adalah pidato politik ditujukan untuk konsumsi publik (Scheffner,1997,hal.2).

Sebagai komunikator, politisi biasanya tidak berpidato sebagai individu, namun lebih sering sebagai representasi partai politik, pemerintah atau bangsa.(Scheffner,1997, hal.3).

METODE PENELITIAN

Ada berbagai macam cara saat melakukan studi kepresidenan (Watson,2009).Misalnya dari sisi tradisional yang lebih menyorot aspek konstitusi dan hukum. Studi yang lebih populer adalah menganalisis dari aspek kekuatan politik (political power).Studi ini fokus pada otoritas formal berkaitan dengan kemampuan berpolitik presiden. Studi yang lain mencoba mendekati kepresidenan secara ilmiah melalui lembaga kepresidenan. Lembaga yang mendukung presiden selama menjabat diuji dari sudut kelembagaan dan strukturnya. Studi yang tak kalah menariknya adalah pendekatan melalui psikologi kepresidenan atau karakternya. Para peneliti ikut terlibat dalam berbagai kegiatan politik untuk mengetahui karakter presiden (hal. xv).

menjadi penekanan.Yaitu tingkat mikro linguistik (pilihan kata, struktur sintaksi dll) serta tingkat makro linguistik yang berkaitan dengan situasi komunikasi dan fungsi teks . Kedua perspektif, situsi politik dan proses-prosesnya dapat dikaitkan dengan jenis wacana dan wacana organisasi (Schaffner,1997, hal.3).

Dalam dokumen Komunikasi dan Pemilu 2014 Persiapan Pel (Halaman 86-89)