• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEDIA SOSIAL MENCIPTAKAN LOW POWER DISTANCE DAN PENGARUHNYA PADA PEMILIH PEMULA

Dalam dokumen Komunikasi dan Pemilu 2014 Persiapan Pel (Halaman 101-105)

Jumlah pengguna media sosial di Indonesia yang sangat besar adalah sebuah potensi kekuatan yang dapat membentuk opini di luar media konvensional. Hampir semua tokoh-tokoh politik memiliki akun twitter tak terkecuali orang nomor satu di Indonesia. Ciri media sosial yang terbuka, langsung, dan interaktif merupakan sarana yang tepat untuk menjangkau khalayak tanpa jarak, menggugurkan segala kerumitan birokrasi dan protokoler. Para penganut aliran determinisme teknologi mungkin semakin yakin akan kekuatan teknologi media, bahwa jenis media yang populer di suatu masyarakat berdampak besar terhadap individu maupun struktur sosial (Littlejohn, 2008: 291).

Fenomena ini sangat menarik bila dihubungkan dengan jumlah pengguna media sosial di Indonesia. Jumlah ini sangat berpengaruh dalam peraihan suara bagi para peserta Pemilu. Riset mengenai media sosial mendapatkan bahwa umur dimana orang –orang masih rajin dan senang menggunakan Jariangan Social adalah antara 18 – 29 tahun (http://artikelinformasi.com/riset-pengguna-social- media-2013/). Mereka ini adalah generasi yang hidup dalam zaman dimana media sosial menjadi bagian dari hidup mereka.

Sedangkan menurut data BPS tahun 2010, kelompok umur berusia 10-14 tahun berjumlah 22.677.490 dan kelompok umur berusia 15-19 tahun 20.871.086. Jika diasumsikan kelompok umur 10-14 tahun pada tahun 2014 nanti separuhnya berusia 17 tahun dan kelompok umur 15 -19 tahun semuanya menjadi pemilih, maka ada 32 juta jutaan potensi suara pemilih pemula pada Pemilu 2014 (http:// news.liputan6.com). Bawono Kumoro dalam tulisannya di Koran Tempo (19/11) mengungkapkan bahwa diperkirakan jumlah pemilih pemula mencapai 20-30 persen dari total pemilih dalam pemilu. Pada Pemilu 2004, jumlah pemilih pemula mencapai 27 juta orang. Sedangkan pada Pemilu2009, jumlah pemilih pemula sekitar 36 juta orang.

Jika mengamati data pemilih mula dan pengguna media sosial di atas, ada titik temu yang menjadi hal menarik untuk ditelaah. Titik temu tersebut adalah usia pengguna media sosial dan pemilih pemula. Beradasarkan data, usia yang senang menggunakan media sosial dan pemilih pemula berada dalam usia yang sama. Keduanya menjadi potensi perolehan suara dalam Pemilu 2014. Para kandidat harus memaksimalkan komunikasi yang ditujukan kepada khalayak khusunya pemilih pemula dengan memanfaatkan penyampaian pesan melalui media sosial.

Komunikasi melalui media sosial dalam berbagai format memiliki beberapa ciri khusus yang membedakannya dari proses komunikasi konvensional, ciri-ciri tersebut meliputi (http://www.

icrossing.co.uk/ileadmin/uploads/eBooks/What_is_Social_Media_iCrossing_ebook.pdf, Antony Mayield):

1. Partisipasi.

Media sosial mendukung kontribusi dan umpan balik dari setiap orang yang tertarik. Hal ini mengaburkan garis batas antara media dan khalayak.

2. Keterbukaan.

Kebanyakan pelayanan media sosial terbuka bagi umpan balik, partisipasi, memberikan pilihan, pendapat dan berbagi informasi.

3. Percakapan.

Berbeda dari media konvensional yang cenderung mentransmisikan pesan kepada khayalak, media sosial lebih bersifat komunikasi dua arah.

4. Komunitas.

Media sosial memungkinkan komunitas dengan minat yang sama untuk berkomunikasi dengan cepat dan efektif.

5. Keterhubungan.

Kebanyakan media sosial sangat berkembang dalam hal keterhubungan, bertautan dengan situs lain, sumber dan orang-orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas, pemanfaatan media sosial bukan semata pada tujuan khalayak yang ingin dicapai sebagai basis mendapatkan suara namun juga sebuah media interaksi langsung yang mengaburkan batas media dan khalayak. Khalayak dapat berkomunikasi dengan para kandidat melalui akun media sosial mereka. Ini pula yang mengaburkan jarak antara para kandidat dan khalayak. Komunikasi seperti ini yang diinginkan oleh khalayak. Terbukti saat Pilkada DKI Jakarta. Bila melihat kembali kampanye politik yang dilakukan Jokowi-Ahok, pemanfaatan media sosial

Pada kenyataannya, Jokowi banyak menggunakan relawan dari kalangan anak muda dan dukungan media baru, khususnya media sosial. Seperti yang pernah dibahas di dalam salah satu artikel Republika versi online. Artikel tersebut mengangkat satu dari ratusan simpul pendukung Jokowi, yaitu Jasmev (singkatan dari Jokowi-Ahok Social Media Volunteer). Jasmev, dapat diakses melalui website www.jasmev.com., atau melalui jejaring sosial lainnya seperti Twitter, Facebook dan kaskus. Jokowi akun-akun Twitter seperti @jokowicenter, @jakarta bangkit, akun dengan nama pribadi yang terang-terangan mendukung pasangan itu, ditambah akun pribadi Jokowi @jokowi_ do2, (http://jakarta.tribunnews.com).

Bila para kandidat presiden berusaha menggarap pemilih pemula melalui media sosial dengan serius untuk dapat mengurangi jarak maka bukan tidak mungkin cara ini sangat efektif dalam berkomunikasi dengan mereka. Seperti diungkapkan Ros Brown (2009) “The internet provided us with far more tools for monitoring and evaluating an election than ever before”.

KESIMPULAN

Perubahan masyarakat yang tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat. Media sosial sebagai salah satu hasil dari perkembangan tersebut menciptakan masyarakat baru yang lebih terbuka, kritis dan memangkas hambatan komunikasi yang selama ini terkadang menjadi permasalahan. Lebih menariknya lagi bila dikaitkan dengan data bahwa pengguna media sosial di Indonesia adalah anak muda. Sedangkan pemilih tahun 2014 nanti akan diikuti hampir 32 juta pemilih pemula yang range umurnya hampir sama dengan sebagian besar pengguna media sosial. Seorang kandidat harus melakukan komunikasi yang dapat mengurangi jarak dengan calon pemilihnya. Politicians will come to learn that they need to do far more than pay lip service to their promises of listening to and respecting the opinions of their electorate (Brown, 2009). Cara seperti ini dapat dilakukan salahsatunya melalui media sosial yang pengguna terbanyaknya adalah pemilih pemula.

REFERENSI

Lustig, Myron W. & Jolene Koester (2010), Intercultural Competence Interpersonal Communication Across Cultures, 6th ed. Boston: Pearson Education Inc.

Brown, Rob (2009), Public Relations And The Social Web, Kogan Page Limited

Bawono Kumoro, Peneliti Politik The Habibie Center, Koran Tempo 19 November 2013,

Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua Ketat, http://politik.kompasiana.com/ 2012/09/14/survei- kompas-pilkada-dki-jakarta-putaran-kedua-ketat/.14 September 2012

Prayogi, Gesit - Okezone Kisah “Hutang Budi” Jokowi di Media Sosial. http://techno.okezone.com/ read/2012/10/15/55/704156/kisah-hutang-budi-jokowi-di-media-sosial. Senin, 15 Oktober 2012 Saut, Prins David. Swing Voters Kaum Muda Sumbang Kemenangan Jokowi-Ahok. http://news. detik.com/read/2012/09/21/075755/2028759/10/. Jumat, 21/09/2012

http://news.liputan6.com

http://www.icrossing.co.uk/ileadmin/uploads/eBooks/What_is_Social_Media_iCrossing_ebook. pdf, Antony Mayield, diunduh 9 Maret 2011.

Yugih Setyanto adalah dosen tetap Fakultas ilmu komunikasi Universitas Tarumanagara. Lulus sarjana ilmu komunikasi jurusan Humas di IISIP Jakarta dan magister ilmu komunikasi di Universitas Indonesia. Pernah menjadi staf Sekretaris Perusahaan dan Departemen Humas PT Pupuk Kaltim (2003-2011) serta Biro Humas Departemen Pertahanan (1999-2003).

Riris Loisa adalah dosen tetap di Universitas Tarumanagara. Menempuh pendidikan program S1 dan S2 di program studi Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, dan saat ini terdaftar sebagai mahasiswa program S3 di universitas yang sama. Setelah mengajar selama beberapa tahun di almamaternya, sejak tahun 2007 Riris mulai bergabung di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara sampai saat ini.

Dalam dokumen Komunikasi dan Pemilu 2014 Persiapan Pel (Halaman 101-105)