• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inisiatif (Ijtihadiyyah) Sistem Hitung dan Pemungutan Zakat

Dalam dokumen Rekonsepsi Ekonomi Islam - Al-Iqtishad (Halaman 145-152)

Apabila bercermin pada tradisi ketentuan sistem hitung dan pemungutan Zakat di dalam Islam. seperti yang terlihat berdasarkan tabel sebelumnya (Tabel 8.1 Tabel Zakat dan Khumus).

Adapun bila mengacu kepada ayat syariat Zakat (Quran, Surat At-Taubah 9: 103), bahwa pemungutan zakat adalah pada harta milik kaum muslimin. Berdasarkan ini, kiranya yang terkena zakat itu adalah semua jenis harta tidak hanya harta-harta tertentu, tetapi semua jenis harta; baik uang (emas dan perak) ataupun komoditi (pertanian, pertambangan, peternakan, dagang, dan lain-lain).

Persoalannya sekarang agak lebih rumit, yaitu kapan zakat dipungut? Adakah zakat dipungut ketika harta itu dihasilkan ataukah ketika ia berlalu 1 tahun?

Zakat pertanian dan pertambangan dipungut seketika ketika dihasilkan yaitu saat dipanen dan saat ditemukan tambangnya. Zakat emas dan perak dipungut ketika sudah berlalu 1 tahun, Zakat peternakan (sapi, kambing, domba, unta, hewan berkaki empat jenis pemakan rumput/tanaman) dihitung nishab dan dipungut ketika ternak masuk umur 1 atau 2 tahun. Zakat komoditi dagang (usyr) dipungut ketika masuk kota/masuk wilayah.

Untuk menelaahnya kita perlu pertanyaan: semenjak kapan suatu harta terkena hukum Zakat? Bila mengacu kepada ayatnya (“khudz min amwalihim shadaqotan”; ambillah sedekah dari harta milik mereka), semenjak suatu harta menjadi milik seseorang, yaitu sewaktu ketika ia dihasilkan. Tetapi apa jua yang menentukan

137

suatu harta dipungut ketika berlalu 1 tahun, kenapa ia tidak dipungut sewaktu pertama kali seketika ia dihasilkan?

Apabila ditarik kesimpulan umum dari semua harta wajib zakat, kapan mestinya zakat ditarik? Bila dilihat bahwa, adalah yaitu saat pertama kali suatu harta terkena hukum zakat se-„ketika‟ ketika ia dihasilkan/dimiliki, adapun harta yang terkena pungutan ketika berlalu 1 tahun kiranya merupakan jenis harta yang durable yaitu harta yang bisa disimpan/ditabung (hingga berlalu 1 tahun), berdasarkan ini ada dua jenis zakat. Berdasarkan ini maka sebetulnya suatu harta terkena hukum zakat saat; (1) seketika ia dihasilkan; zakat penghasilan, (2) bila ia berlalu setahun; zakat simpanan atau tabungan. Oleh karena itu ada dua jenis zakat, yaitu;

1. Zakat penghasilan: yaitu harta baik uang atau komoditi ketika ia dihasilkan (dimiliki)

2. Zakat tabungan/simpanan: yaitu harta baik uang atau komoditi yang telah dimiliki yang disimpan hingga berlalu 1 periode (tahun)

Implikasi dari pemahaman ini (2 jenis zakat tersebut) terhadap semua jenis harta yang terhukum zakat, mengikut ciri fisik hartanya masing-masing:

1. Emas dan perak atau dinar dan dirham atau „uang komoditi‟ (serealia atau komoditi yang bisa ditakar dan durable) merupakan harta yang tahan lama, harta jenis ini terkena hukum zakat saat ia dihasilkan atau dimiliki dan juga sekali lagi terhukum oleh zakat saat ketika ia berlalu 1 tahun, di mana dari saat masing-masing-nya dihitung terhadap nishab dan dipungut zakatnya (jika mencapai nishab), begitu pun bila harta itu terus tersimpan atau tertabung hingga ke tahun-tahun selanjutnya.

2. Hasil pertanian selain serealia (gandum, padi, jewawut, jelai dan lain-lain) yaitu seperti; sayuran, buah-buahan, pada umumnya merupakan komoditi yang tidak durable (tahan lama), oleh karenanya jenis harta pertanian jenis ini hanya terhukum zakat ketika ia dihasilkan atau saat panen, kecuali ia adalah komoditi yang tahan lama (gandum, padi, garam) yang bisa disimpan hingga berlalu 1 tahun, maka ia akan terhukum zakat untuk kali ke dua, dan seterusnya bila sampai ke tahun-tahun berikutnya.

3. Sama halnya dengan pertanian, hasil pertambangan terhukum zakat ketika ia dihasilkan saat ditemukan tambangnya, bila hasil tambangnya disimpan hingga 1 tahun, pada tahun itu ia terhukum zakat kembali untuk kali kedua, dan seterusnya di tahun berikutnya.

4. Pada harta peternakan, ada pengecualian, ia merupakan benda hidup, di mana pada waktu seketika ternak dilahirkan belum terkena hukum zakat oleh karena harta berupa ternak berkembang bersama risiko hewaninya (rentan sakit dan mati), kecuali ia sudah masuk 1 atau 2 tahun baru kemudian ia dihukumi oleh zakat (dihitung dengan nishab; adakah wajib

138

zakat atau tidak), sampai hingga masuk ke tahun 3, tahun 4 dan seterusnya jumlah ternaknya akan terus terhukumi oleh zakat.

5. Adapun komoditi dagangan, terkena hukum zakat saat ia dibeli saat harga pokok sebelum ia dijual (maka ia dizakatkan dalam bentuk komoditi tersebut atau dikonversi nilainya dengan uang dan dibayarkan dalam bentuk mata uang) ketika memasuki wilayah.

Berdasarkan ini maka zakat berlaku secara tahunan (bila jenis hartanya tahan/durable atau mencapai hingga tahun-tahun berikutnya), ia menggantikan

inflationary (faktor pengurang nilai harta) yang diperankan bunga, tetapi bedanya

zakat ia akan berhenti menghukumi harta manusia saat menyentuh (kurang dari) batas nishab; manakala dalam bunga berterusan mengurangi harta manusia hingga ke titik 0 dari inflasi yang dihasilkannya, selain dari pada itu inflationary (faktor pengurang harta manusia) yang berlaku dari sistem zakat atas harta manusia sangat kecil yaitu 2.5% (per-tahun), itu artinya ketika zakat memungut harta manusia ia akan selalu menyisakan 97.5% (setahun sekali) sisa hartanya tidak peduli berapapun jumlah harta yang dimiliki seseorang, sehingga suatu harta sebetulnya tidak akan habis dimakan oleh zakat atau dengan kata lain zakat akan habis memakan harta manusia dalam jumlah tahun tak hingga (manakala umur manusia itu sendiri rata-rata hanya dibawah 60-100 tahun), sekalipun bila hartanya terus menerus menganggur. Ini tidak akan berdampak dan terasa merugikan, sementara kegiatan dan produktifitas masyarakat itu sendiri nyaris tanpa hambatan atau sama sekali tidak ada hambatan, disamping itu apa lagi dengan berlakunya sistem nishab pada zakat membuat zakat berhenti memakan harta manusia bila harta manusia itu sudah di bawah nishab (tidak mencapai nishab atau tidak lebih dari nishab), dengan demikian maka kegiatan dan produktifitas akan mengembangkan harta manusia lebih laju dari pada zakat yang memangkasi harta manusia (dalam jumlah yang kecil dan berlaku dalam tahunan), zakat bahkan berkembang bersama harta dan akan mendorong produktifitas itu sendiri.

Selain itu, pada dasarnya, zakat dibayarkan dalam bentuk mengikut harta yang dihasilkan, bila seseorang menghasilkan harta berupa uang maka zakatnya dibayarkan berupa uang, bila harta yang dihasilkan berupa hasil panen maka zakatnya dibayarkan dalam bentuk hasil panen, bila harta yang dihasilkan dalam bentuk ternak maka dibayarkan dalam bentuk ternak, dan lain seterusnya. Akan tetapi dari semua jenis komoditi yang dihasilkan sebetulnya, zakat komoditi (pertanian, peternakan, pertambangan, produksi perkakas dan lain-lainnya) boleh dikonversi ke nilai mata uang atau dizakatkan dalam bentuk mata uang (yaitu dalam bentuk Dinar dan Dirham), sesuai nilai wajib zakat komoditinya, dan dalam suatu harta, dan juga dalam 1 tahun tidak akan terkena zakat 2 kali (double zakat), satu tahun hanya satu kali, adapun untuk pedagang bila suatu komoditi sudah dizakati maka ketika ia berubah bentuk menjadi uang (karena komoditinya dijual

139

atau diperdagangkan) maka penghasilan uangnya tidak perlu kena zakat lagi, begitupun hasil tani, ternak, dan komoditi-komoditi lainnya, setiap harta yang „dihasilkan‟ dan harta yang „telah lewat satu tahun‟ hanya kena zakat 1 kali untuk 1 tahun.

Mengenai sistematika periode, sebetulnya tidak harus haul (1 tahun), periode bisa mengikut jenis harta yang dihasilkan manusia, misalnya; harta yang dihasilkan secara bulanan, triwulanan, semesteran, pertahun atau perduatahunan, dan lain sebagainya. Adapun metode tolak ukur nishabnya adalah membaginya sesuai periodenya, misalnya nishab zakat Dinar adalah 20 Dinar dengan ketentuan periode 1 tahun (haul) atau dengan kata lain 20 Dinar/tahun, apabila ia digunakan untuk jenis harta yang dihasilkan perbulan, maka bila pemungutan zakat dilakukan perbulan nishab yang digunakan untuk mengukur harta wajib atau tidaknya adalah dengan nishab 20 Dinar/tahun dibagi 12, yaitu 1.67 Dinar/bulan, 5 Dinar/kuartal untuk nishab harta yang dihasilkan kuartal-an (triwulanan), 10 Dinar/semester untuk nishab harta yang dihasilkan perenam bulan (untuk hasil tani; padi, gandum yang umumnya masa tanamnya 6 bulanan).

Apabila jenis harta yang diperoleh dengan periode yang tidak menentu atau acak, bisa dirata-rata menjadi perbulan, kemudian diukur dengan nishab 1.67 Dinar/bulan. Selain dari pada itu, untuk harta-harta yang dihasilkan dalam periode bulanan, kuartalan, semesteran; periode kurang dari 1 tahunan, zakatnya bisa dibayarkan pertahun dengan sistem perhitungan; menggunakan rata-rata penghasilan per bulan dalam setahun dengan menggunakan standar nishab bulanan; 1.67 Dinar/bulan, bila rata-rata penghasilan perbulan dalam setahun

nishabnya sampai (mencapai atau lebih) dari standar nishab yaitu 1.67 Dinar/bulan,

maka ia akan membayar zakat sebesar; Z = (m x 2.5%) x 12, dimana:

m = rata-rata penghasilan perbulan dalam setahun, m = (∑mi)/12 = (m1 + m2 + m3 +...+m12)/12

Dengan syarat bila: m ≥ 1.67 Dinar atau 12m ≥ 20 Dinar. [m mencapai nishab 20 Dinar] Adapun untuk zakat simpanan (tabungan) bisa dihitung dengan cara; Z = (n x 2.5%), di mana:

n = rata-rata saldo tabungan perbulan dalam setahun, n = (∑ni)/12 = n1 + n2 + n3 +... + n12)/12

Dengan syarat apabila: n ≥ 20 Dinar. [n mencapai nishab 20 Dinar]

Adapun di antara termasuk pengecuali harta zakat beberapa di antaranya; (1) harta utang, (2) faktor produksi (barang modal) dan (3) harta yang digunakan untuk kebutuhan hidup (pakaian, alat transportasi, perkakas/gadget). Menurut beberapa

140

pendapat, suatu harta akan dihitung atau terhukum oleh zakat setelah dikurangi utang dan total kebutuhan hidup dalam periode itu. Adapun penulis berpendapat untuk utang sependapat ia termasuk pengurang harta terhukum zakat, tetapi untuk total kebutuhan hidup ini kiranya tidak termasuk pengurang harta terhukum zakat, kenapa? Fungsi nishab itu sendiri pada dasarnya adalah sebagai batas (limit) yang menjamin suatu harta cukup untuk kebutuhan hidup seseorang dalam periode itu. Oleh karena itu, pengecuali harta zakat hanya utang saja (selain faktor produksi dan barang kebutuhan hidup), di mana ia perlu dilaporkan utang (yang dilunasi) pada tahun itu sebagai pengurang atas harta yang terhukum oleh zakat. (adapun utang yang belum lunas pada tahun itu akan masuk hitungan pengurang zakat di tahun depan). Cara perhitungan zakat dengan dikurangi utang, yaitu;

Z = (12m + n – y) x 2.5% Di mana:

m = rata-rata harta penghasilan perbulan dalam setahun,

m = (m1 + m2 + m3 + ...+ m12)/12

n = rata-rata saldo tabungan perbulan dalam setahun,

n = (n1 + n2 + n3 +...+n12)/12

y = utang yang dilunasi pada tahun itu, Dengan syarat bila:

(12m + n – y) ≥ 20 Dinar. [(12m + n – y ) mencapai nishab 20 Dinar]

Di antara hal yang bisa membantu sistem penghitungan dan pemungutan zakat, bilamana zakat diterapkan dalam skala makro (dengan pemerintahan Khalifah) dan diterapkan di zaman pasca modern. Yaitu dengan membuat Badan Survey Statistik Zakat, yang memiliki unit-unit survey berupa:

1. Unit survey tabungan dan laporan keuangan serta laporan utang (yang terintergrasi dengan „Infrastruktur Keuangan‟ dan „Baytusysyirkah‟);

2. Unit survey tani; 3. Unit survey ternak;

4. Unit survey tambang; serta

5. Layanan pelaporan harta dan utang tersembunyi/tak tersurvey (privat) Oleh karena itu semua, dengan demikian, adanya inisiatif metode sistem perthitungan dan pemungutan seperti ini sebetulnya tujuannya adalah; memperjelas dan memperinci syariat zakat yang belum pernah dijelaskan atau ditemui dalam literatur klasik; yaitu aplikasi perhitungan statistik zakat (bila dilakukan dalam skala makro dengan adanya institusi kekhalifahan Islam dan otoritas keuangan Islam yang otentik), agar supaya bisa meminimalisir celah sistem dan mencegah kaum muslimin (yang dihinggapi penyakit bakhil dan cinta harta) untuk menghindari kewajiban membayar zakat, di mana orang yang lari dari kewajiban zakat berdasarkan atsar sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq ر juga merupakan orang yang terhukum diperangi. Sekalipun demikian sistem tagihan

141

zakat tetap berada dalam koridor etika pemungutan zakat tidak boleh zalim dan menindas sebagaimana yang disarankan berdasarkan atsar shahabat Ali bin Abi Thalib ر.

Sistem seperti ini dibuat adalah untuk apabila khalifah (pemerintah) mewajibkan pembayaran zakat harus lewat khalifah, lain lagi bila zakat/sedekah dibayarkan sendiri-sendiri tidak lewat khalifah, maka orang yang sudah membayar zakat/sedekah tidak lewat pemerintah bisa dilaporkan pengeluaran zakatnya kepada pemerintah karena ia sudah bebas dari kewajiban bayar zakat. Inisiatif dan perintah khalifah (pemerintah) adalah menjadi sebuah perintah yang terikat dan harus ditaati bagi masyarakat yang berjanji setia kepadanya (“taatilah Allah dan Rasul dan

Ulul Amri kalian”) termasuk dalam urusan tata aturan dan disiplin bernegara dan

berhukum (ber-syariat), yaitu misalnya ketika khalifah berinisiatif untuk mewajibkan pembayaran zakat harus lewat khalifah, maka adapun bila pembayaran zakat dilakukan sendiri-sendiri maka bisa dinyatakan pembayaran zakatnya ilegal dan tidak sah; manfaat strategi dari inisiatif kebijakan ini adalah bahwa; sistem ini dibuat selain ia berfungsi untuk mencegah para wajib zakat (muzakki) menghindar dari kewajiban zakat dengan berbohong bahwa sedekah/zakatnya sudah disalurkan tidak melalui Baytulmal pemerintah, ia juga berfungsi untuk memastikan distribusinya tepat sasaran karena pemerintah memiliki gambaran yang lengkap dan memegang data para mustahiq akan titik-titik penyalurannya secara sempurna, dibanding bila zakat dilaksanakan sendiri-sendiri yang penyalurannya berdasarkan informasi data para muzakki yang terbatas (adapun bila muzakki mengeluarkan sedekah tambahan selain daripada zakat maka bisa dibolehkan lah bersedekah sendiri-sendiri tanpa melalui Baytulmal pemerintah). Maka dari itu, tidak bisa dikatakan atau dianggap semua orang adalah shaleh-shaleh semua sebagaimana para alim-ulama orang-orang shaleh terdahulu yang ketika memperoleh/memiliki harta maka langsung seketika itu pula dikeluarkannya hartanya tanpa hitung-hitungan, ditunaikannya dalam bentuk sedekah dan di mana di dalam sedekahnya pula sudah mencakupi zakatnya. Atau khalifah bisa berinisiatif, membolehkan pengaluaran zakat dilakukan sendiri-sendiri/tidak lewat pemerintah, tetapi ia harus dilaporkan kepada pemerintah, karena kalau tidak demikian maka sistem survey data zakat akan menganggapnya belum membayar zakat dan mengenakan beban zakat sesuai besaran wajib zakatnya kepada para muzakki. Ini semua hanyalah inisiatif (ijtihad) untuk membuatkan suatu sistem agar pelaksanaan syariat zakat tertata dengan rapi dan disiplin, dengan tanpa melanggar timbangan kebenaran dan keadilan (bebas dari kezaliman).

Tabel 8.3 Persamaan dan Perbedaan Zakat dan Infaq-Wajib

Kadar Nishab Periode* Zakat Ditentukan

syariat/jumhur ulama; mengikut tiap-tiap jenis harta wajib zakatnya: (a) Kadar komoditi - Hasil Tani - Hasil Ternak - Hasil Tambang (b) Kadar uang - emas dan perak - dinar dan dirham

Ditentukan

syariat/jumhur ulama; mengikut tiap-tiap jenis harta wajib zakatnya; (a) Nishab komoditi - Hasil Tani - Hasil Ternak - Hasil Tambang (b) Nishab uang - emas dan perak - dinar dan dirham

Dengan menerapkan aplikasi statistik, maka zakat bisa dilaksanakan secara:

> Bisa bulanan, > Bisa tahunan (1 haul), > Bisa disegerakan (di awal waktu), > Bisa ditangguhkan (di akhir tahun)

Dengan cara mengkonversi „nishab dasar‟nya yang telah ditentukan syariat (n/p; nishab per periode), dikonversi menjadi nishab bulanan atau tahunan.

Begitupun kadar bisa dikonversi menjadi bulanan atau tahunan dengan mengkali atau membagi nilai wajib zakatnya dengan angka 12.

Pembayaran bisa saling dikonversi pula apakah pembayaran dibayarkan dalam bentuk komoditi atau dalam bentuk uang, tidak masalah harta yang dihasilkan dalam bentuk komoditi boleh dibayarkan dalam bentuk komoditi boleh pula dibayarkan dalam bentuk uang, tidak masalah harta yang dihasilkan dalam bentuk uang boleh dibayarkan dalam bentuk komoditi (komoditi yang tahan lama/uang komoditi).

Dengan khalifah menentukan pemungutan zakat dilakukan secara tahunan, maka harta-harta yang dihasilkan secara bulanan, kuartalan, semesteran dan periode acak sekalipun, bisa dirata-rata atau ditangguhkan dan diakumulasi zakatnya untuk dikonversi ke tahun dan dibayarkan secara tahunan. Infaq-wajib* Ditentukan inisiatif amir

(kebijakan pemerintah) Ditentukan inisiatif amir (kebijakan pemerintah)

Dengan menerapkan aplikasi statistik, maka infaq-wajib bisa dilaksanakan secara: > Bisa bulanan, > Bisa tahunan (1 haul), > Bisa disegerakan (di awal waktu) > Bisa ditangguhkan, (di akhir tahun)

Dengan cara mengkonversi „nishab dasar‟nya yang telah ditentukan amir, menjadi nishab bulanan atau tahunan.

Begitupun kadar bisa dikonversi menjadi bulanan atau tahunan dengan mengkalinya atau membaginya dengan angka 12.

Pembayaran bisa saling dikonversi pula apakah pembayaran dibayarkan dalam bentuk komoditi atau dalam bentuk uang, tidak masalah harta yang dihasilkan dalam bentuk komoditi boleh dibayarkan dalam bentuk komoditi boleh pula dibayarkan dalam bentuk uang, tidak masalah harta yang dihasilkan dalam bentuk uang boleh dibayarkan dalam bentuk komoditi (komoditi yang tahan lama/uang komoditi).

Dengan khalifah menentukan pemungutan infaq-wajib dilakukan secara tahunan, maka harta-harta yang dihasilkan secara bulanan, kuartalan, semesteran dan periode acak sekalipun, bisa dirata-rata atau ditangguhkan dan diakumulasi infaq-wajibnya untuk dikonversi ke tahun dan dibayarkan secara tahunan.

143

VIII.VIX

Dalam dokumen Rekonsepsi Ekonomi Islam - Al-Iqtishad (Halaman 145-152)