• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Ekonomi: Barat-Modern vs Islam

Dalam dokumen Rekonsepsi Ekonomi Islam - Al-Iqtishad (Halaman 30-37)

Kehidupan dalam pandangan Barat-Modern adalah sebuah tatanan positif-sekuler; aturan positif-sekuler (akal/logika yang dibebaskan dari panduan moral) sebagai aturan yang paling tinggi, di mana konsekuensinya aturan moral tunduk dibawah otoritas aturan positif-sekuler. Di dalam tatanan positif-sekuler, peran Tuhan tidak wujud didalam kehidupan, tetapi manusia itu sendiri dengan akalnya adalah tuhan, manusia lah yang menentukan arah dan cara berkehidupan. Pandangan ini yang menentukan cara berekonomi dan sistem ekonomi yang dibangunkan oleh Barat untuk kehidupan.

Sekalipun demikian, kaum barat-modern yang telah mendayagunakan akal sedemikian rupa telah berhasil membuat kemajuan dalam hal alam materi (tidak dalam hal spiritual), ketika akal dibebaskan dari hambatan-hambatan (dengan menganggap panduan moral juga sebagai hambatan) akal telah meruntuhkan tatanan moral agama dan menggantinya dengan tatanan sekuler. Di satu sisi, kemaujuan yang dihasilkan alam materinya membawa peradaban Barat menjadi peradaban yang unggul tak tertandingi secara kekuatan dan kekuatannya dimanfaatkan untuk memperbesar pengaruh dan hegemoninya ke seluruh dunia. Peradaban Barat-Modern telah menjadi prakarsa atas misi pewujudan tatanan dunia baru (dunia modern) (tidak terkecuali lewat aksi penjajahannya ke atas dunia).

Bersamaan dengan pengaruh dan kekuasaan Barat ke atas dunia, konsepsi yang dipromosikan dan disepakatkan ke atas dunia oleh Barat juga termasuk dalam hal cara berekonomi dan sistem ekonomi modern sebagai cara berekenomi yang baku yang bisa diterima secara internasional. Sekalipun setelah faham-faham ekonominya mengalami koreksi-koreksi, misalnya dari perseteruan paham sistem ekonomi kapitalis-liberalis vs ekonomi sosialis-komunis, pada akhirnya melahirkan faham-faham baru – neo-isme, neo-isme – yang lebih soft dan mutakhir yang lebih mengukuhkan sistem ekonomi modern. Sistem ekonomi modern yang telah berlaku ke atas dunia sejatinya adalah produk tatanan sekuler, produk dari faham sekuler yang mengkesampingkan panduan moral; bahkan dalam arti aturan moral harus sesuai atau tunduk di bawah aturan positif-sekuler (logika yang bebas dari panduan moral). Satu hal yang paling pasti, apapun faham ekonomi dunia modern (baik itu kapitalis-liberalis, sosialis-komunis, atau pun gabungan atau modifikasi dari faham-faham baru/neo dari isme-isme itu) bahwa ketika ditinjau dalam sudut pandang Islam sistem ekonomi modern yang diwujudkan kaum Barat-Modern adalah sistem ekonomi yang curang (fraud), menindas, tidak adil di mana riba menjadi unsur utama yang tidak pernah menerima koreksi sama sekali dari sistem

22

ekonomi modern (walaupun setelah berkali-kali mengalami koreksi dari perseteruan faham-fahamnya).

Kehidupan dalam pandangan Islam yang berlandaskan keimanan kepada Allah adalah sebuah tatanan moral (morale code); aturan moral adalah aturan yang memandu akal manusia di mana aturan positif (logika) tunduk di bawah otoritas aturan moral. Manusia akan mendapatkan arah dan cara berkehidupan yang benar melalui petunjukNya dengan mengikuti aturanNya sebagai sebuah moral code. Oleh karena itu, di dalam faham Islam maka cara berkehidupan, cara berekonomi dan sistem ekonomi yang dibangun untuk menyokong kegiatan berekonomi (praktik bermuammalah), haruslah sesuai dengan panduan moral.

Bagaimanakah kegiatan berekonomi dalam kehidupan dengan tatanan moral?

Islam sebagai cara hidup dengan tatanan moral, memiliki syariat (panduan moral/code) yang diturunkan (diwahyukan) kepada manusia sebagai kebijaksanaan praktis yang dapat diperoleh manusia dari Tuhan untuk menghindarkan manusia dari marabahaya dan memperoleh manfaat demi nasib kehidupannya, bahwa dalam berkegiatan ekonomi (praktik muammalah) itu tidak berlaku kezaliman baik dalam perolehannya dan pemanfaatan/pengeluarannya. Dalam perolehannya tidak boleh zalim; curang, menindas, merugikan orang lain, begitupun dalam pemanfaatan/pengeluaran (harta) tidak boleh zalim; melanggar ketentuan-ketentuan yang digariskan mengenai apa yang halal (dibolehkan) dan apa yang haram (dilarang) dan harus juga mematuhi ketentuan-ketentuan yang wajib seperti misalnya; menunaikan/mengeluarkan sebagian harta yang ditentukan berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat. Tetapi panduan moral yang paling umum, paling mudah dipahami dan menjadi titik penting dalam kegiatan berekonomi itu ialah; dalam memperoleh harta tidak boleh berlaku dengan cara curang atau culas (Quran, Surat Al-A‟raf 7: 85, Quran, Surat Hud 11: 84-85, Quran, Surat Asy-Syu‟ara 26: 181-183).                      

Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orang- orang yang merugikan; Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan; (Quran, Surat Asy-Syu‟ara 26: 181-183)

Dalam tatanan moral Islam kegiatan berekonomi (praktik bermuammalah) itu keadilan harus tegak, di mana; sesorang tidak dapat dibenarkan menuntut keuntungan tanpa timbal balik atau kompensasi atau bayaran yang setimpal (atas keuntungan yang diperoleh tersebut). Keuntungan yang seperti ini contoh yang paling umumnya adalah tindak pencurian, perampokan, penipuan; di mana

23

keuntungan diperoleh secara cuma-cuma tanpa ada timbal balik atau kompensasi atau bayaran yang setimpal pada korbannya.

Bagaimana kegiatan berekonomi dalam kehidupan dengan tatanan positif-sekuler ?

Seandainya seseorang melakukan tindak pencurian, perampokan, penipuan baik itu oleh sudut pandang positif-sekuler maupun oleh sudut pandang Islam sepakat, ia adalah pelanggaran, sebuah pelanggaran kemanusiaan dan ia dapat diadili di depan hukum. Akan tetapi lain halnya dengan riba, apabila mengacu kepada kitab-kitab suci agama baik itu Islam (Quran, Surat Ar-Rum 30: 39, Quran, Surat An-Nisa 4:161, Quran, Surat Ali Imran 3: 130, Quran Surat Al-Baqarah 2: 275-278), Yahudi (Taurat; Eksodus 23: 24-25, Mazmur: 15, Yehezkiel 18: 5-9, Imamat 25: 35-37, Ulangan 23: 19-20) dan Nashrani (Injil; Lukas 6: 34-35, Matius 25: 14-27, 21: 12-13) serta siapapun juga yang mereka berpegang teguh terhadap „tatanan moral‟ pasti mengenali riba adalah amalan yang dikutuk dan dilarang apapun juga bentuk ribanya. Namun riba ini adalah perkara yang susah dimengerti dan tidak banyak manusia yang dapat mengenali apa itu riba dan apa bentuk-bentuk riba. Barangkali perkara yang paling kritis pertentangannya antara tatanan positif-sekuler dengan tatanan moral mengenai cara berekonomi (praktik bermuammalah) adalah mengenai riba.

Esensi riba sama halnya dengan semua jenis dan bentuk praktik muammalah yang mengandung esensi kecurangan. Riba artinya ziyadah; yaitu tambahan. Tambahan (atau keuntungan) yang diperoleh tanpa timbal balik atau kompensasi atau bayaran yang dibenarkan atau tanpa timbal balik atau kompensasi atau bayaran yang setimpal. Ada banyak bentuk riba, akan tetapi bentuk riba yang paling umum yang dikenali adalah lebihan yang dituntut dari pokok pinjaman, yakni bunga pinjaman (Quran, Surat Al-Baqarah 2: 278).

Faham positif-sekuler berdalih bunga pinjaman tidak dipandang sebagai riba yang telah diharamkan agama-agama (bila bunganya ringan atau tidak berlipat-ganda) atau seandainya ia dipandang sebagai riba, bunga pinjaman adalah konsekuensi wajar sebagai harga dari uang (atau harga sewa dari uang/modal) atau ia adalah kompensasi atas nilai uang di masa depan yang lebih kecil nilainya dibanding dengan nilai uang di masa sekarang dan dengan berbagai alasan masuk akal lainnya; bunga penting untuk stimulus pembangunan ekonomi dan bisnis. Bila sudah demikian, maka di dalam pandangan positif-sekuler menganggap segala sesuatu ada harganya; dalam arti semuanya bisa dibeli dan dijual, semua hal bisa menjadi komoditas yang boleh diperjualbelikan.

Dalam pandangan moral, tidak semua hal bisa dan boleh diperjualbelikan. Seperti misalnya; adakah uang di dalam Islam sebagai komoditas? Ataukah uang bukan komoditas melainkan hanya alat tukar yang tidak boleh mengambil untung dari

24

pada pertukarannya atau menuntut sewa dari padanya. Seperti misalnya; islam menentang perbudakan, manusia tidak boleh dijual, manusia harus dimerdekakan, akan tetapi manusia yang memerangi kemanusiaan mungkin dapat tergadai dirinya kepada perbudakan sebagai akibat kejahatannya yang memerangi kemanusiaan. Namun sejatinya manusia yang baik haruslah merdeka, dan kehadiran islam sejatinya adalah menghapuskan perbudakan di atas dunia yang mana kala pada masa terjadi perbudakan, penghapusan perbudakan harus dilakukan secara bertahap.

Seseorang atau siapapun yang memperbudak manusia tanpa suatu alasan yang benar, adalah tindak kejahatan terhadap kemanusiaan yang ia pantas mendapatkan hal semisalnya atau hal yang setimpal; yakni perbudakan itu sendiri. Riba dalam pandangan islam menurut Syaikh Imran Hosein, telah digunakan dalam sistem keuangan modern sebagai alat perbudakan yang canggih yang lebih modern, lebih

soft dan mutakhir. Pelaku praktik riba sejatinya telah membeli

kebebasan/kemerdekaan manusia, selain dari pada itu secara bersamaan riba membuka jalan bagi pelakunya untuk memperoleh kekayaan cuma-cuma yang digunakan sebagai kekuatan dan kekuasaan dan pada akhirnya kekuatan dan kekuasaan digunakan untuk tujuan-tujuan atau misi-misi tertentu. Maka dari itu, bila pelaku praktik riba itu adalah seorang yang kafir yang tidak bertuhan (di mana apa yang dikhawatirkan itu nyatanya terjadi saat ini yaitu elit predator politik global barat-modern tak bertuhan) yang memiliki misi memperadabkan dunia (civilize the

people) dalam suatu peradaban sekuler, adapun korban dari pada sistem ribawi itu

adalah seorang yang beriman. Maka risiko dan dampak kerusakan (fasad) terbesar yang dapat menimpa seorang beriman dari praktik riba ialah bencana kesyirikan, di samping kekufuran dan kezaliman di mana; seorang tuan yang kafir akan memaksakan keyakinan, faham, cara berpikir, cara bertindak, cara berkehidupan yang tidak mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah (mengabaikan peran Tuhan atas kehidupan) dari seorang hamba yang mukmin; di mana seorang manusia akan menyetujui apa yang Allah haramkan adalah halal dan apa yang Allah halalkan adalah haram; ini adalah perbuatan syirik yang tidak diampuni dosanya. Itulah yang terjadi saat ini, sistem ekonomi modern telah dibangun untuk menyokong praktik riba, untuk memperkaya yang kuat dan menindas yang lemah.

Oleh karenanya deklarasi perang terhadap pelaku riba adalah balasan yang pantas, di mana riba sejatinya adalah tindakan perang, yang pengguna-nya berarti sedang berperang, memerangi kerajaan Allah Yang Maha Tinggi, Yang Maha Mulia, memerangi risalah para Nabi, dan memerangi orang-orang yang beriman.

25                                 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu

pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Quran, Surat Al-Baqarah 2: 278-279)

Di dalam agama-agama Islam, Yahudi dan Nasrani, telah memiliki panduan moral dari kitab-kitab sucinya yang melarang praktik riba dalam bermuammalah. Kaum yahudi sejatinya memiliki panduan moral (syariat) yang melarang dan mengutuk praktik riba, tetapi kemudian Rabi-Rabi yahudi membengkokkan syariatnya dan menghalalkan praktik riba dimana Allah mengutuknya (Quran, Surat An-Nisa 4: 161). Kaum nashrani pun sejatinya memiliki panduan moral (syariat) yang melarang dan mengutuk praktik riba, tetapi kemudian tatanan moral yang pernah hadir di dunia kristen barat telah diruntuhkan oleh kelahiran tatanan positif-sekuler, yang merubah wajah Barat-Kristen menjadi Barat-Modern. Adapun yang terjadi pada ummat Islam, kurang lebih sama-sama memprihatinkan dan juga terjadi dilematika-dilematika akibat kedatangan pengaruh tatanan positif-sekuler dunia modern, hal ini oleh karena akan selalu ada orang-orang yang dengan sengaja atau pun tidak berperang dipihak Iblis untuk memembengkokan dan menghancurkan tatanan moral yang semenjak dahulu diturunkan (diwahyukan) kepada manusia yang seharusnya memandu manusia ke jalan yang benar.

Seiring dengan kemajuan dan perluasan pengaruh dan kekuasaan tatanan sekuler Barat-Modern ke atas dunia untuk mewujudkan tatanan dunia baru (dunia modern). Dunia Islam di perkenalkan dan dipersaksikan dengan sistem ekonomi modern; sistem ekonomi klasik-liberalis-kapitalis; di mana pasar menjadi institusi utama kegiatan ekonomi, adapun peran negara diisolir dari mengintervensi pasar dan kegiatan ekonominya; maka lahirlah para konglomerat-konglomerat, burjois-burjois, pebisnis kaya, namun di sisi lain tidak peduli pun juga pada kaum buruh, kaum proletar, orang bawahan yang selamanya terjebak dalam kemiskinan oleh karena sistem. Muncul sistem ekonomi lainnya; sistem ekonomi sosialis-komunis; negara mengintervensi pasar, negara mengintervensi individu, bahkan tidak ada hak individu, negara telah mendominasi campur tangan terhadap kegiatan ekonomi; dampaknya ekonomi menjadi lesu, kemiskinan malah merata. Sekalipun setelah itu bermunculan sistem-sistem ekonomi lainnya yang telah menerima koreksi dan perbaikan dari sistem ekonomi sebelumnya, yang wujud saat ini sebagai

26

ekonomi modern; peran negara kini diberikan dan dibatasi hanya mengenai kebijakan fiskal (pendapatan negara dan pengeluaran negara), faham sosialis mulai menerima keampuhan efisiensi self-adjustment pasar dan selain itu muncul aliran ekonomi yang mendukung dan menekankan peran moneter dibandingkan peran fiskal sebagai alat stabilitasi yang paling efektif lewat kebijakan pengelolaan jumlah uang beredar.

Apapun bentuk sistem ekonomi modern itu, riba masih saja berlaku di dalamnya, ia tidak pernah menerima kritik dan koreksi, bahkan praktik riba itu didukung oleh sistem ekonomi yang dibangunkan (insitusi-institusi dan instrumen-instrumen) yang menyokong praktik-praktik riba.

Ketika dunia dihadapkan dengan sistem ekonomi dan keuangan modern dengan bahasa-bahasa dan istilah-istilah yang rumit dan mekanisme-mekanisme yang sepertinya masuk akal. Susah sekali bagi dunia Islam untuk mengenali riba, dunia Islam baru saja bisa mengenali riba oleh karena faham-faham modern yang datang dari Barat yang bercirikan rasional-empiris-positif-materialistis-sekuler telah menaburkan faham-faham yang mengaburkan pandangan bahwa bunga adalah riba dan juga sistem ekonomi modern memiliki banyak lagi bentuk riba yang susah dikenali oleh ummat Islam, ummat Islam masih tertidur ketika elit politik global sedang menyerang ummat dengan riba. Akan tetapi sekali dunia Islam menyadari bahwa bunga adalah riba, baik nilainya sedikit atau banyak asalkan itu adalah „lebihan‟ dari pokok pinjaman maka ia adalah suatu bentuk riba yang telah diperingatkan dan diberikan contohnya di dalam Quran (Quran, Surat Al-Baqarah 2: 278) sebagai salah satu riba yang sangat berbahaya. Dunia Islam harus segera mencarikan jalan keluarnya untuk ummat untuk terlepas dari riba.

Menanggapi hal ini kaum Islam modernis (yang menerima apa yang datang dari Barat tanpa ketelitian yang kritis) dengan latahnya memunculkan konsepsi sistem keuangan bank islam atau bank syariah, tidak terkecuali instrumen-instrumen pasar modal yang dikatakan syariah. Kaum Islam modernis ini memahami ekonomi islam adalah ekonomi yang bebas bunga, maka bank islam atau bank syariah serta produk-produk keuangan islam (islamic finance) lainnya yang bebas bunga dipahami juga sebagai sistem keuangan yang bebas riba. Mengartikan ekonomi islam sebagai ekonomi yang bebas bunga adalah pemahaman yang belum tuntas. Bahwa riba bukan hanya bunga pinjaman, riba memiliki bentuk-bentuk lainnya, oleh karenanya pemahaman yang betul bahwa ekonomi islam itu bukan hanya bebas bunga semata, tetapi bebas dari segala bentuk riba termasuk yang paling utamanya adalah riba dayn; riba bunga pinjaman. Hal ini sering sukar dipahami para sarjanawan atau pelajar islam oleh karena pengaruh modernisme barat-sekuler telah merasuki sendi-sendi kehidupan ummat islam dan tak tersadarkan syirik dengan wajah modern menyusupi sistem hidup kaum muslimin.

27

Sistem ekonomi yang terbangun ke atas dunia pada hari ini adalah sistem yang menyokong kegiatan ekonomi yang menghalalkan riba. Faham atau filosofi Barat-Modern lah yang paling berpengaruh dan bertanggung jawab bagi perwujudan peradaban dunia modern sekuler ini.

Maka di dalam buku ini kita ingin mencari konsepsi ekonomi yang betul-betul terbebas dari riba yang sesuai dan konsisten dengan landasan imani islam yang asli. Adakah sistem ekonomi yang dibangun dengan landasan imani (Al-Quran dan Sunnah) itu lebih unggul dari pada sistem ekonomi yang dibangun dengan landasan tatanan modern sekuler? Ataukah sistem ekonomi yang dibangun dengan landasan imani itu tidak akan pernah mengungguli sistem ekonomi yang dibangun dengan landasan tatanan modern sekuler?

Oleh karena itu, pertanyaan besar yang ingin dijawab di dalam buku ini adalah; Bagaimanakah konsepsi ekonomi Islam yang asli itu? – bukan ekonomi islam yang palsu atau kita bisa menyebutnya iqtishad sebagai ekonomi islam yang otentik –.

28

II

LANDASAN

II.I

Dalam dokumen Rekonsepsi Ekonomi Islam - Al-Iqtishad (Halaman 30-37)