• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabungan dan Investasi

Dalam dokumen Rekonsepsi Ekonomi Islam - Al-Iqtishad (Halaman 171-174)

X.I

Tabungan dan Investasi

alam ekonomi ada dua pilihan kegiatan yang ditempuh untuk pemenuhan kebutuhan hidup di masa depan, di antaranya; (1) Alokasi harta pada akun tabungan dan (2) Alokasi harta pada akun investasi. Ke dua-duanya sama-sama memberi manfaat di masa depan. Akan tetapi adakah kiranya dari keduanya itu memiliki perbedaan mendasar yang perlu difahami?

Perspektif moral ekonomi Islam umumnya sering mempromosikan seperti ini; „harta haruslah dikeluarkan, harta tidak boleh disimpan‟. Hal ini sangat beralasan karena banyak dalil dalil yang mengancam perilaku menimbun harta (ihtikar), sirah Rasulullah dan atsar para sahabat pun banyak pula menunjukan atau memberikan contoh di mana mereka sering tidak menyimpan uang atau hartanya terlalu lama, akan sering di dapati mereka akan membelanjakannya atau kebanyakan menyedekahkannya. Maka perspektif moral yang dipromosikan ini seolah membuat kesimpulan; „mengalokasikan harta pada tabungan adalah perkara yang harus dijauhi adapun yang lebih baik dan yang mestinya dilakukan hanyalah mengalokasikan harta pada sektor investasi‟, apalagi di saat zaman modern ini di mana tabungan berlaku secara ribawi di dalam sistem perbankan, perspektif moral yang menganjurkan tindakan „menjauhi tabungan dan mewajibkan investasi‟ lebih kuat lagi.

Pertanyaan yang menggelitik sebetulnya adalah; adakah tabungan dan investasi memiliki perbedaan mendasar? lalu jika ada apakah tabungan dan investasi bersifat subtitutif (saling menggantikan, meniadakan) ataukah tabungan dan investasi bersifat komplementif (saling melengkapi, keduanya perlu ada).

Jika kita berkaca pada perspektif moral ekonomi Islam yang sering dipromosikan secara umumnya, tabungan dan investasi sepertinya bersifat subtitutif (saling menggantikan), di mana dalam pandangan moral ini; „investasi lebih baik, lebih wajib dari pada tabungan, bahkan tabungan bisa jadi haram‟. Yang perlu kita lakukan sebetulnya adalah penelusuran adakah dalil atau contoh tabungan di

163

dalam Islam itu dibenarkan/dibolehkan ataukah ia secara totalnya dibenci (makruh) atau diharamkan?

Di dalam Al-Quran (Quran, Surat Yusuf 12: 43–49), kegiatan menabung atau menyimpan ternyata ada contohnya. Misalnya ia adalah cerita Nabi Yusuf a.s. yang memperoleh ilmu dari Allah akan takwil mimpi berupa prediksi keadaan ekonomi di masa depan mesir saat itu yaitu; prediksi akan datangnya masa subur dalam 7 tahun dan masa panceklik dalam 7 tahun. Maka rekomendasi kebijaksanaan yang ditawarkan oleh Nabi Yusuf a.s. kepada raja mesir saat itu ialah menanam dan mengalokasikan harta (gandum) saat-saat masa subur untuk disimpan, agar ia bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pada saat-saat masa panceklik ke depannya.

Bila kita boleh ambil kesimpulan dari keseluruhan ayat Al-Quran, sebetulnya kegiatan menabung itu ada dan diakui di dalam Islam, ia sah-sah saja dan boleh-boleh saja. Namun motif-motif yang benar di dalam menabung itu yaitu motif berjaga-jaga (takaful) atau motif memenuhi kebutuhan hidup di masa depan, adapun motif yang salah ialah motif cinta pada harta dan berlaku menimbun harta kekayaan (ihtikar). Di sisi lain, keberadaan syariat Zakat apabila ia ditegakkan bisa berperan untuk mencegah perilaku menimbun harta kekayaan di mana Zakat akan memangkas harta seseorang setiap tahun bila harta itu terus menerus menganggur (idle) hingga ia sampai kepada batas (limit) nishab.

Walaupun demikian, namun, apabila tabungan bekerja dengan cara ribawi hal ini tentu saja membut kegiatan menabung menjadi relatif haram dibandingkan investasi, maka pandangan moral akan melihat hanya investasi-lah satu-satunya jalan yang harus ditempuh dari pada menempuh tabungan yang bekerja dengan cara riba itu (untuk membantu pemenuhan kebutuhan hidup di masa depan). Oleh karena itu hadirnya riba dalam cara kerja tabungan (sebagaimana yang berlaku dalam cara kerja perbankan komersil modern) membuat tabungan dan investasi bersifat subtitutif. Adapun bila masalah riba sudah disingkirkan dari cara kerja tabungan lantas masihkan ia bersifat subtitutif terhadap investasi?, maka kita kiranya perlu menelaah lebih lanjut, sifat yang mendasar dari perbedaan investasi dan tabungan.

Apabila ditelaah lebih lanjut, tabungan dan investasi memiliki perbedaan sifat yang mendasar yaitu; (1) Tabungan aman dari risiko (selama harta yang disimpan bukan berupa uang fiat modern ini yang ia mengalami inflasi), sementara (2) Investasi tidak aman dari risiko. Harta yang dialokasikan pada tabungan seharusnya senantiasa berada dalam status aman (nilainya tetap), karena ia adalah harta yang disimpan agar ia bisa digunakan di masa depan dengan nilai yang tetap seperti semula ia dicadangkan. Adapun harta yang dialokasikan pada investasi tidak aman dari risiko, harta yang dialokasikan pada investasi berada dalam pertaruhan risiko

164

usaha, di mana ia memiliki tiga kemungkinan, (1) hartanya bertambah, (2) hartanya tetap, (3) hartanya berkurang.

Selain tabungan dan investasi itu memiliki perbedaan sifat, ia juga memiliki perbedaan fungsi yaitu; (1) tabungan bukanlah sebuah professi (pekerjaan), sementara (2) investasi merupakan sebuah professi (pekerjaan). Ini artinya, kegiatan tabungan tidak memerlukan keahlian khusus sementara investasi sejatinya adalah „sebuah pekerjaan‟ di mana ia harus memenuhi syarat keahlian dan kapasitas yang diperlukan sebagai seroang investor; artinya ia harus menugasai ilmu ekonomi atau ilmu bisnis atau pengetahuan produk dan lain-lain, sekalipun ia bekerja bersama dengan seorang manajer investasi.

Maka dari itu, berdasarkan sifat-sifat mendasar perbedaan antara tabungan dan investasi tersebut, di mana riba sudah dihilangkan dari cara kerja tabungan, maka tabungan dan investasi itu sebetulnya bersifat komplementif; saling melengkapi dan keduanya harus ada. Tabungan dan investasi secara alamiah dan fitrahnya tidaklah bersifat subtitutif, oleh karenanya tabungan dan investasi tidak bisa berfungsi menggantikan satu sama lainnya.

Tabungan Tidak Bisa Menggantikan Fungsi Investasi

Apabila tabungan menggantikan fungsi investasi, maka yang terjadi adalah, seseorang akan memperoleh keuntungan dari simpanan. Ia adalah memberlakukan simpanan sebagai investasi, di mana simpanan bekerja dengan cara pinjaman berbunga, berlaku sebagai pinjaman berbunga. Apabila tabungan berfungsi sebagai investasi pastilah ia akan berlaku dengan cara riba. Inilah persoalan yang berlaku dalam sistem perbankan; yaitu membuat simpanan atau tabungan berfungsi menjadi investasi.

Investasi Tidak Bisa Menggantikan Fungsi Tabungan

Sementara, perspektif moral yang tidak teliti yang dikeruhkan oleh situasi dan kondisi dilematika khas peradaban modern yang menyerang „tatanan moral‟ yang beranggapan bahwa; investasi adalah solusi wajib untuk menghindari keuangan ribawi, sementara beranggapan „investasi bisa berfungsi layaknya akun tabungan‟; seperti yang muncul dalam solusi-solusi keuangan syariah atau keuangan Islam atas sistem ribawi. Maka orang sekarang pikirannya menjadi tidak sehat, karena ketika seseorang menyimpan hartanya pada akun investasi, yang ia dapati adalah risiko usaha, sedangkan kebutuhannya sebetulnya adalah mengamankan harta dari risiko (yaitu menyimpan atau mengamankan harta). Apabila terjadi kerugian, maka seseorang yang mengamankan hartanya pada akun investasi tiba-tiba protes dan menuntut klaim bahwasanya harta simpanannya mestinya aman. Ianya menuntut menjadikan suatu usaha yang memastikan keamanan, yaitu menuntut keuntungan

165

tetapi dengan mengebalkan diri dari risiko kerugian (bisnis anti-rugi). Sesungguhnya ia adalah intisari cara kerja riba.

Oleh karena itu semua, pada saat tabungan bekerja dengan cara kerja ribawi yaitu „tabungan yang berfungsi sebagai investasi‟, persepektif moral yang menganjurkan untuk menghindari tabungan dan mewajibkan investasi adalah hal yang betul, tetapi perspektif moral para sarjanawan dan ulama Islam harusnya juga teliti tidak kemudian mengambil tindakan dengan cara sebaliknya yaitu ketika mewajibkan atau menganjurkan investasi malah memberlakukan „investasi layaknya tabungan‟, yang jatuhnya sama-sama riba. Selain dari pada itu ketika riba sudah bisa dihilangkan dari cara kerja tabungan dan investasi, „penganjuran dan pewajiban investasi dari pada tabungan dan me-makruh-kan tabungan‟ juga sudah tidak relevan lagi, di mana hal ini dapat memberatkan dan mempersusah masyarakat ekonomi, yaitu setiap orang yang telah bekerja dan mengambil bidangnya secara spesifik berdasarkan bakat dan minat serta kemampuannya, tiba-tiba harus diwajibkan untuk mengambil satu pekerjaan lagi yaitu sebagai „investor‟ manakala ia bukan menjadi bakat dan minatnya, sekalipun dibantu dengan manajer investasi. Jadi maksudnya, investasi tidak bisa diwajibkan kepada setiap orang, tetapi walaupun demikian pekerjaan investor adalah pekerjaan yang baik. Akan lebih bagus bila setiap orang dibebaskan memilih pilihannya masing-masing adakah itu menabung atau terjun sebagai seorang investor/pemodal (untuk mengantisipasi kebutuhan di masa depannya). Adapun menabung di satu sisi, tidak perlu keahlian karena ia bukan pekerjaan, dan semua orang bisa melakukannya.

X.II

Dalam dokumen Rekonsepsi Ekonomi Islam - Al-Iqtishad (Halaman 171-174)