• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpajakan dalam Tradisi Islam

Dalam dokumen Rekonsepsi Ekonomi Islam - Al-Iqtishad (Halaman 136-139)

Di antara jenis perpajakan, pajak; yaitu pungutan wajib atau yang dipungut pemerintah secara kekuasaan, yang ada di dalam tradisi Islam adalah; zakat,

128

ghanimah, fay, usyur, jizyah, kharaj, harta tak bertuan, tanah tidak produktif, harta temuan, khumus dan sitaan (harta tidak sah) serta harta denda. Zakat: seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Ghanimah: artinya adalah rampasan perang, yaitu harta yang diperoleh dari menang perang, sebagai hasil perang. Metode perhitungan harta Ghanimah adalah menggunakan metode perhitungan Khums, Khums artinya seperlima (20%). Dengan ketentuan; 1/5 untuk Allah dan RasulNya, kerabat Rasulullah, anak yatim, faqir-miskin dan anak jalanan. Sedangkan 4/5 dibagikan kepada tentara yang ikut andil dalam perang (atau dibagi berdasarkan ijtihad atau inisiatif khalifah).

Fay: sama seperti ghanimah yaitu rampasan perang tetapi perbedaannya ia diperoleh karena musuh menyerah (setelah musuh memerangi ummat islam) atau tanpa perlawanan, atau ia adalah harta yang diberikan oleh musuh sebagai tanda damai atau hadiah dari kafir dzimmi sebagai tanda ketundukan atau loyalitas. Hak harta fay adalah milik Allah dan RasulNya, kerabat Rasulullah, faqir-miskin dan anak jalanan.

Usyur: artinya adalah sepersepuluh (1/10) dengan bentuk kata jamak dari usyr. Ia adalah pungutan yang dipungut kepada objek komoditi, barang dagangan yang masuk wilayah darul Islam atau batas-batas wilayah tertentu yang dikuasa daulah Islam. Ia dipungut kepada muslim sebesar ¼ usyr atau (1/4.1/10) yaitu 2.5 % dari total nilai komoditi yang dibawa pedagang muslim masuk wilayah antar kota dan dihitung sebagai zakat komoditi, bila mencapai nishab (limit). Ia dipungut kepada

ahlu dzimmi sebesar ½ usyr atau (1/2.1/10) yaitu 5% dari total nilai komoditi yang

dibawa pedagang ahlu dzimmi masuk wilayah antar kota atau masuk wilayah darul Islam dan dihitung sebagai bea cukai atau jizyah atau pungutan balasan terhadap

barrier cukai yang serupa yang dilakukan oleh negeri ahlu dzimmah. Ia dipungut

kepada ahlu harbi sebesar 1 usyr atau (1.1/10) yaitu 10% dari total nilai komoditi yang dibawa pedagang ahlu harbi masuk wilayah darul islam dan dihitung sebagai bea cukai atau jizyah atau pungutan balasan terhadap barrier cukai yang serupa yang dilakukan oleh negeri ahlu harbi.

Jizyah: artinya adalah bayaran kompensasi. Ia adalah pungutan yang diperoleh kepada ahlu dzimmi yaitu kafir yang tunduk kepada pemerintah khalifah sehingga ia berada dibawah perlindungan kaum muslimin, atau ahlu harbi yang telah berdamai menjadi ahlu dzimmi setelah negerinya ditaklukan. Ia dipungut kepada laki-laki yang baligh dan dewasa dengan besaran: 1 Dinar untuk golongan bawah, 2 Dinar untuk golongan menengah, 4 Dinar untuk golongan kaya. Setiap periode 1 tahun.

Harta tak bertuan: di antaranya adalah; harta waris yang tak ada ahli warisnya (baik muslim ataupun ahlu dzimmi), barang temuan (luqatah), tanah tak bertuan – tak produktif dan tak dimanfaatkan – yang tidak ada kepemilikannya. Ia dimiliki

129

penuh oleh Rasulullah, bila Rasulullah sudah tiada maka ia termasuk Infaq atau Waqaf Rasulullah yang diberikan kepada ummat Islam dan dikelola oleh khalifah. Denda dan Sitaan: di antaranya adalah; uang hadiah kepada penguasa atau pejabat kekhalifahan, uang suap, harta hasil dari bisnis haram, dan lain-lain. Ia dimiliki oleh negara untuk umum atau masyarakat Islam dan dikelola oleh khalifah.

Tanah tak produktif: Tanah tidak produktif yang menanggur (idle) yang ada kepemilikannya akan disita pemerintah (khalifah) oleh karena tanah termasuk dari pada jenis kebutuhan orang banyak (yaitu untuk pangan dan pakan), sebagaimana yang hadits diriwayatkan: “Kaum muslimin berserikat untuk air, api dan (lahan) rumput” (HR. Abu Dawud), ini termasuk menjadi salah satu bagian dasar hukum pertanahan di dalam Islam (Land Reform), kemudian tanah tersebut akan diserahkan pengelolaannya kepada orang yang mau mengelolanya sehingga ia akan melahirkan manfaat seluas-luasnya agar produktif dan dapat menutupi hajat orang banyak (terkait kebutuhan pangan atau kemandirian pangan masyarakat).

Khumus: artinya adalah seperlima (1/5) atau 20% dalam bentuk kata jamak dari

khums. Ia adalah pungutan yang diambil dari; penemuan tambang atau penemuan

harta karun (rikaz), ia sama seperti ghanimah. Ia hak milik Allah, Rasulullah, kerabat Rasulullah, anak yatim, faqir miskin, dan anak jalanan.

Catatan: di antara semua jenis pemasukan tersebut, apabila ia haknya dimiliki oleh Rasulullah ز, seperti fay dan khums (ghanimah, harta tambang dan harta karun). Semasa Rasulullah tiada (telah wafat), Rasulullah telah berpesan bahwa harta yang dimilikinya adalah diinfaqkan kepada ummat Islam bila beliau telah tiada. Maka konsekuensi dari wasiat ini, harta yang sumber perolehannya dari fay dan khums adalah milik ummat Islam dan dikelola khalifah untuk kemaslahatan ummat islam (HR. Bukhari dalam Bab Khumus)

Kharaj: adalah pungutan rente/sewa dari tanah. Kharaj adalah inisiatif/ijtihad Umar Ibn Khatthab dan ijma‟ shahabat Rasulullah semasa kepemimpinan beliau sebagai khalifah ummat Islam dan dilanjutkan khalifah-khalifah setelah beliau. Kharaj sejatinya adalah tanah yang diperoleh dari penaklukan perang dan ia termasuk sebagai harta ghanimah atau fay (rampasan perang), sebagaimana perhitungan berdasarakn ketentuan syariat, sebelumnya harta ghanimah 1/5 milik Allah dan Rasulullah, kerabat Rasulullah, anak yatim, faqir miskin dan anak jalanan, sedangkan 4/5 dibagikan kepada tentara perang dan khalifah. Namun khalifah Umar ber-inisiatif/ber-ijtihad untuk mengikuti Rasulullah yang telah tiada dan beliau berpesan menginfaqkan bagian beliau untuk ummat islam, maka khalifah Umar mengikuti tindakan Rasulullah beserta para sahabatnya, tidak mengambil bagian milik nya dan milik mereka (tentara) dan lebih memilih menginfaqkannya untuk ummat islam, sehingga tanah taklukan itu sejatinya adalah

130

milik ummat islam seluruhnya. Maka konsekuensi dari kepemilikan tanah yang milik ummat islam itu, kepada pengguna tanah yaitu kafir dzimmi di mana mereka telah di taklukkan terpaksa harus membayar sewa tanahnya, atau sekalipun kafir itu telah memeluk islam tetap membayar sewa tanahnya. Itulah yang disebut kharaj. Harta kharaj dimiliki oleh ummat islam terdahulu dan yang ikut berperang, dan dikelola oleh khalifah sebagai pemasukan rutin Baytulmal untuk keperluan-keperluan umum kemashlahatan masyarakat Islam termasuk juga menyantuni faqir-miskin, anak yatim, kerabat Rasulullah, anak jalanan dan untuk semuanya.

VIII.V

Dalam dokumen Rekonsepsi Ekonomi Islam - Al-Iqtishad (Halaman 136-139)