• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suciwati Istri Aktivis HAM Munir

I. Kematian Munir

Terbunuhnya Munir merupakan kehilangan bagi bangsa Indonesia atas putra terbaiknya dalam memperjuangkan nasib masyarakat kecil yang dilanggar hak mereka secara sewenang-wenang oleh para penguasa. Bagi Suciwati, istri al- marhum Munir, kematian Munir tidak hanya sebagai kehilangan, namun juga pukulan yang sangat keras yang mempengaruhi kehidupan keluarganya. Pas- ka kematian Munir, Suci berjuang untuk kehidupan dirinya dan dua anaknya. Ia juga berjuang untuk mengadvokasi kasus kematian suaminya dengan ker- jasama dengan sahabat-sahabatnya dari lembaga swadaya masyarkat (LSM), melalui lembaga KASUM (Komite Aksi Solidaritas untuk Munir) dan jaringan baik dalam maupun luar negeri. Perjuangan ini tidak saja untuk pemulihan dirinya sendiri dan keluarganya, namun lebih luas lagi untuk pemulihan ma- syarakat korban kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa, perjuangan yang juga dilakukan Munir ketika masih hidup.

Munir, Suami Suciwati, meninggal pada hari Senin, tanggal 7 September 2004 di pesawat Garuda bernomor penerbangan GA-974 dalam perjalannya menuju negera Belanda untuk melanjutkan studi. Pada tanggal 6 September Munir berangkat menuju bandara Soekarno Hatta, Cengkareng dengan diantar oleh istrinya, Suciwati, dan beberapa rekannya dari Imparsial dan KontraS. Pesawat Garuda yang ditumpanginya berangkat pada pukul 21.55 WIB menuju Am- sterdam yang dijadwalkan tiba di sana pada tanggal 7 September pukul 08.10 waktu setempat. Ketika boarding memasuki koridor pesawat Munir disambut oleh salah seorang crew Garuda yang tengan menjadi extra crew/aviation se- curity bernama Polly Carpus Budihari Priyanto, mengajaknya berbincang dan menawarkannya untuk duduk di kursi 3 K kelas bisnis kendatipun tiket yang dibeli Munir adalah untuk kelas ekonomi.

Dalam perjalanan dari Jakarta hingga transit di bandara Changi, Singapura pada hari Selasa pukul 00.40 waktu setempat, Munir sempat menikmati hidangan dalam pesawat antara lain jus jeruk, mie dan irisan buah segar. Setelah transit selama satu jam sepuluh menit, pesawat melanjutkan perjalanan ke Amster- dam pada pukul 01.50 waktu setempat. Lebih kurang 40 menit setelah pesawat take off , Munir yang duduk di kursi 40 G kelas ekonomi terlihat menuju toi- let. Selanjutnya Munir mendatangi pramugara Bondan Hernawa, menyampai- kan bahwa dia sakit dan ingin bertemu dengan dokter Tarmizi, kenalan dalam perjalanan, yang duduk di kursi 1J. Munir menyampaikan pada dokter bahwa dia telah muntah sebanyak 6 kali, lalu Munir dipindah ke kursi nomor 4 kelas bisnis supaya dekat dengan tempat duduk dokter Tarmizi. Selama itu Munir mengalami muntah dan buang air besar berkali-kali walaupun sudah diberi obat diare, susu dan air garam. Selanjutnya dokter Tarmizi memberikan sunti- kan yang membuatnya kembali tenang. Namun dua jam sebelum mendapat di

bandara Schippol, Amsterdam; sekitar pukul 04.05 UTC (diperkirakan di atas Negara Rumania) atau pukul 08.00 waktu setempat, Munir diketahui telah me- ninggal dunia.

Berita kematian Munir disampaikan oleh pihak Garuda kepada kantor KontraS pada tanggal 7 September 2004 tersebut. Mouvty Maakarim, salah seorang ak- tivis KontraS, selanjutnya menyampaikan berita duka tersebut kepada Usman Hamid, Koordinator Umum KontraS, yang saat itu sedang menjadi salah satu pembicara dalam seminar mengenai RUU TNI. Usman kemudian menyampai- kan berita ini kepada Suciwati, istri almarhum Munir. 1

I.1. Munir: Korban Pelanggaran HAM

Kematian Munir bukan diakibatkan oleh pembunuhan biasa, tidak seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang pertama terhadap terdakwa Pollycarpus Budihari Priyono pada tanggal 9 Agustus 2005, satu se- tahun setelah Munir dibunuh di atas pesawat Garuda dalam perjalannya dari Changi Singapura menuju Schippol Belanda pada 7 September 2004. Kematian Munir merupakan pembunuhan berencana yang dilakukan oleh orang-orang yang terganggu dengan perjuangannya. Tindakan pembunuhan ini melibatkan lembaga dan fasilitas negara. Ini terungkap dalam temuan Tim Pencari Fakta (TPF) terbunuhnya Munir yang, sekalipun belum dibuka untuk umum sam- pai penelitian ini dibuat, telah memberikan rekomendasi kepada tim penyidik kasus Munir untuk memeriksa pihak-pihak dari pejabat PT Garuda dan BIN (Badan Inteljen Negara). Temuan TPF tersebut dibahas dalam eksaminasi pub- lik atas pengadilan kasus Munir pada tahun 2007. Eksaminasi publik tersebut membahas perihal pengabaian dalam proses peradilan kasus Munir terhadap beberapa fakta yakni mengenai hubungan Pollycarpus dengan Muchdi Purwo- pranjono, seorang pejabat BIN. Hubungan tersebut ditemukan dari bukti kon- tak melalui telepon genggam milik Pollycarpus ke kantor BIN atau ke nomor selular Muchdi Pr. Dan fakta adanya hubungan para pihak dalam BIN dan PT. Garuda, meskipun fakta-fakta tersebut muncul di persidangan.

Kelemahan penyidikan dengan mengabaikan fakta-fakta hubungan para pi- hak baik dari BIN maupun PT Garuda mengarahkan penyelesaian kasus pem- bunuhan Munir sebagai kriminal biasa (personal crime), bukan pembunuhan secara sistematis dan terencana (konspirasi).

Pada tingkat pembuktian di pengadilan juga terdapat pengabaian atas fakta- fakta yang penting. Meskipun putusan pengadilan tingkat pertama yang di- kuatkan oleh pengadilan tinggi membuktikan bahwa Pollyycarpus bersalah

1 Tim KontraS, Bunuh Munir, Sebuah Buku Putih, pen. Kontras, cet.I, Jakarta, 2006, hal.21-33.

atas perannya dalam pembunuhan berencana terhadap Munir, namun putusan ini dibangun atas fakta yang kurang tergali. Menurut hasil eksaminasi pub- lik tersebut, ‘unsur terencana’ dalam pembuktian itu dibangun di atas asumsi bahwa rencana pembunuhan itu dirancang di atas pesawat Garuda dari Jakarta menuju Singapura. Sehingga pihak yang terlibat dalam perencanaan hanya se- batas pada orang-orang yang ada dalam pesawat Garuda dari Jakarta menuju Singapura tersebut. Pengadilan negeri tidak menggali dengan sungguh-sung- guh terhadap serangkaian fakta mengenai adanya komunikasi antara terdakwa Pollycarpus dengan personel BIN, keberadaan terdakwa di Singapura yang relatif singkat dan tanpa tujuan yang jelas, serta motivasi terdakwa menggu- nakan surat palsu ke Singapura.

Pengadilan tingkat kasasi di MA yang membebaskan tuntutan atas terdakwa Pollycarpus pada 3 Oktober 2006, 2 tahun setelah terbunuhnya Munir, menurut hasil eksaminasi publik atas persidangan kasus Munir juga memiliki kelema- han dan turut andil dalam mengaburkan fakta pembunuhan berencana atas Munir. Dalam amar putusan mengenai pembebasan Pollycarpus dari tuntutan pengadilan sebelumnya, MA hanya menggali kebenaran formil dan tidak mem- perhatikan pada kebenaran materiil dari substansi persidangan. MA dalam hanya memerankan diri sebagai judex juris yang mestinya dapat memerankan diri sebagai judex factie. Putusan MA hanya memutuskan Polly bersalah dalam pembuatan surat palsu, namun MA tidak menggali siapa yang membuat su- rat palsu tersebut. Putusan salah atas penggunaan surat palsu juga diputuskan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri dan tidak terkait dengan pembunuhan Munir melalui racun arsenik yang dalam putusan pengadilan pertama dise- butkan, ditaburkan ke mie goreng yang disantap oleh Munir sehingga masuk ke perut dan mengakibatkan kematiannya. Siapa yang membuat surat palsu, untuk apa pilot senior Garuda membawa surat palsu ke Singapura dengan tu- juan yang kurang jelas tersebut, tidak kunjung digali. Putusan hukum MA ini menjadi ketidakpastian hukum dalam kasus Munir.

I.2. PK atas Putusan Bebas terhadap Pollycarpus

Putusan bebas mendapatkan respon dari berbagai pihak baik nasional maupun internasional yang menyatakan kekecewaan mereka. Ketua Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan dan beberapa anggota parlemen lainnya menyatakan akan mempertimbangkan pembentukan lagi panitia kerja kasus Munir dengan kewenangan yang lebih kuat dari tim sebelumnya untuk pemantauan kasus Munir. Ketua Komisi Yudisial mempertanyakan keputusan MA yang dinilai janggal. Dubes AS untuk Indonesia, B. Lynn Pascoe juga turut menyayangkan penanganan kasus Munir oleh pihak berwenang Indonesia.

masih memiliki keyakinan bahwa Pollycarpus terlibat dalam pembunuhan Munir. Oleh karena itu mereka berencana mengumpulkan bukti baru untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK).2 Salah satu bukti tersebut didapat dari

penyidikan di AS, melalui kerjasama dengan FBI berupa hasil rekaman telepon Pollycarpus dan Muchdi Pr.

Sidang pertama PK kasus Munir dilakukan pada 16 Agustus 2007, satu tahun setelah vonis bebas terhadap terdakwa Pollycarpus, sampai dengan sidang ke 15 terakhir pada tanggal 25 Januari 2008 menghasilkan putusan vonis terbukti bersalah terlibat dalam pembunuhan berencana bagi Pollycarpus dengan hu- kuman 20 tahun penjara.

Bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan menyeret beberapa nama saksi yang akhirnya menjadi terdakwa dalam pengadilan antara lain Indra Setiawan (Direktur Utama PT. Garuda saat itu), Rohainil Aini, Ramelgia Anwar (Vice President untuk keamanan PT Garuda) dan Muchdi Purwopranjono (mantan Deputi V BIN). Selain mereka masih banyak saksi yang dipanggil baik dari pihak Garuda maupun BIN yang intinya adalah menguatkan bahwa Munir merupakan korban pembunuhan berencana.