• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tulang Punggung Masa Depan

Dalam dokumen Anonim – Narasi Pembela Ham Berbasis Korban (Halaman 126-130)

Ruyati Darwin Korban Tragedi Mei

I. Hari Terakhir

I.4. Tulang Punggung Masa Depan

Di mata Ruyati, Eten Karyana, anaknya yang menjadi korban kerusuhan Mei 1998 itu sangat baik. Dia membayar kuliah sendiri, mencari uang dengan mem- buka jasa membantu pembuatan skripsi dan menerjemahkannya ke dalam ba- hasa Inggris. Semua pekerjaan ini dikerjakan di rumah hingga sampai larut malam. Dia mengerjakan itu dengan memakai mesin ketik biasa dengan suara berisik. Kadang-kadang suara itu terdengar hingga pukul tiga dini hari. Bah-

kan Eten juga membantu adik-adiknya.2

Almarhum juga berjasa kepada pamannya, Budi, yang tinggal di Bandung. Ber- kat bantuan bimbingan bahasa Inggris dari Eten Karyana, Budi mampu lolos dalam pendaftaran sebagai guru agama. Eten juga yang membantu kakeknya untuk menyusun surat berbahasa Inggris untuk rekanan bisnis sang kakek di Bandung. Keluarga di Bandung merasa shock ketika melihat berita kematian Eten di televisi. Banyak di antara mereka yang pingsan.

Eten adalah seorang kutu buku. Kalau sedang bepergian ke Bandung dia selalu bawa buku, kadang dia membaca buku sampai ketiduran. Ayahnya sering me- lihatnya dalam mimpi. Eten kelihatan bersih dan tersenyum. Saat ia meninggal dia berumur 32 tahun, cukup tua untuk dapat menikah. Namun dia tidak ingin menikah dulu, sebab cita-citanya adalah membahagiakan mamanya lebih dulu. Maka Ruyati punya pengharapan besar padanya, apalagi setelah krisis eko- nomi berdampak pada suaminya terkena PHK. Namun sebelum cita-cita itu berhasil, Eten telah pergi untuk selamanya. Itulah mengapa bagi Ruyati Eten adalah tulang punggung masa depan.3

Kerusuhan Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari konteks peristiwa sosial, eko- nomi, politik yang terjadi sebelumnya sampai pada saat itu. Kerusuhan Mei merupakan klimaks dari efek krisis ekonomi terjadi di Indonesia sejak perten- gahan tahun 1997. Pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis moneter yang melanda kawasan Asia. Krisis ini membawa efek domino penurunan nilai mata uang terjadi di Asia, mulai Bath - Tailand, Peso - Philipina lalu Rupiah, ter- hadap mata uang Dollar Amerika. Pemerintah tak bisa menstabilkan kurs de- visa apalagi praktik KKN masih amat tinggi. Akibatnya, pemerintah tidak bisa mengelak untuk menandatangani LoI dengan IMF yang harus menandatangani pernyataan sebanyak 50 butir paket, di antaranya penutupan 16 bank berma- salah. Hal ini berakibat pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank, maka terjadi penarikan uang (rush) yang luar biasa. Akibat lebih lanjut adalah banyak pabrik ditutup, PHK meningkat, angka pengangguran melon- jak. Masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan pulang ke kampung dihadang dengan kegagalan panen pada tahun 1997 karena fuso yang disebabkan oleh gelombang Elnino. Harga barang-barang naik di pasar, terutama sembilan bah- an pokok (sembako). Kendatipun Badan Urusan Logistik (Bulog) mengadakan operasi pasar karena masyarakat panik jika sembako habis, namun aksi mem- borong tetap muncul. Krisis sudah merambah ke ekonomi secara luas. Sampai pada tahun 1997 angka Rupiah menembus nilai Rp. 10.000,- per Dol- lar Amerika. Harga minyak dunia turun, menambah beban kesulitan dalam

2 Wawancara dengan Ruyati pada tanggal 20 Januari 2009 3 Wawancara dengan Ruyati pada tanggal 23 Januari 2009.

negeri. Krisis meluas ke segala arah, tidak saja moneter, namun ekonomi, bi- rokrasi, format politik, kemasyarakatan dan lain-lain. Angka Rupiah fluktuatif namun pada awal 1998 menembus angka 13.000 walaupun pada Mei 98 turun menjadi 7.000. Masyarakat panik dan resah.

Situasi sosial politik di Indonesia menunjukkan gejala adanya pertama konflik

SARA dengan melibatkan kelompok massa. Hal ini terlihat seperti adanya isu- isu ninja dan dukun santet yang merebak di Jatim pada tahun 1998. Kaum Nah- dliyin (pengikut NU) banyak yang menjadi korban. Saat itu Gus Dur menyebut bahwa ada aparat terlibat dalam munculnya isu ini, akhirnya isu mereda. Na- mun isu ini ternyata muncul lagi pada tahun 1999 dan 2003.

Kedua, isu rasial anti Cina juga mewarnai suasana sosial politik pada tahun 1998. Isu ini sudah tergolong tua, karena gerakan anti Cina sudah ada sejak 1967 dan berlanjut hingga saat itu. Hal ini dibuktikan dengan adanya kebijakan rasialis dan adanya stereotip bahwa Cina eksklusif dan pelit. Pada tahun 1997 pecah kerusuhan anti Cina di Makassar. Hal ini terus berlanjut sampai keru- suhan 1998 di Jakarta. Akibatnya ketersediaan sembako di pasar terganggu karena karena etnis Tionghoa adalah pemegang jalur retail sembako. Kondisi

ini semakin memicu konflik lebih besar dengan munculnya banyak kelompok

anti Cina. Bahkan pada tahun 1998 tersebut beredar VCD pemerkosaan ter- hadap perempuan etnis Tionghoa, seakan bersinergi dengan kampanye Aku Cinta Indonesia yang digaungkan oleh mbak Tutut sebagai upaya menahan larinya uang ke luar negeri. Kerusuhan berbasis SARA yang terjadi di Medan pada bulan Mei 1998 dan di Makassar pada bulan September memberikan indi- kasi pelaku sebagai berikut: 1) indikasi didalangi oleh kelompok muda, dikenal sebagai preman, terorganisir, 2) massa adalah pelajar dan remaja, 3) provokator berkaos warna sama dengan anak sekolah SMA, rambut cepak, badan kekar, terlatih, 4) ada indikasi keterlibatan aparat, di Medan ada kelompok diduga suruhan orang jakarta untuk menangkap OKB paska kerusuhan, 5) Angkatan Darat terlibat, 6) massa didatangkan dari daerah lain, 7) ada massa yang ber- peran provokator, diantaranya dari organisasi kepemudaan. Kerusuhan bukan hal alamiah, namun ada yang mengatur kejadiannya.

Situasi sosial politik menjelang 1998 di Indonesia menunjukkan beberapa in- dikasi keterlibatan penguasa dalam berbagai masalah kekerasan di masyara- kat. Pada tahun 1995 timbul perbincangan di masyarakat mengenai ketidak- kompakan kubu Suharto. Hal ini terlihat dari munculnya wacana mengenai kepemimpinan ke depan. Sikap elit politik mulai menunjukkan saling bersaing mendekati Suharto. Kosgoro justru mendekat ke Habibie.

Kabinet Pemerintahan saat itu merespon anti Cina dengan merangkul Islam. ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dibentuk, dan Bank Islam

didirikan (Bank Muamalat). Persaingan antar elit tidak sebatas pada saling mendekat kepada Suharto, namun juga terhadi perpecahan di tubuh militer. Isu yang beredar menyatakan bahwa telah terjadi dua kubu militer, kelompok ABRI Merah Putih (SBY, Agus W, Bimo Prakoso dll.) dan ABRI HIJAU (Hartono dan Prabowo). Isu ini menyebar melalui jaringan internet yang mulai berkem- bang saat itu. Pada Januari 1998 Soeharto mengajukan diri lagi sebagai pres- iden dalam sidang istimewa. Wakilnya adalah Habibie. Masyarakat merespon dengan kecewa dan terjadilah banyak demonstrasi saat itu. Dalam konteks per- pecahan elit dan keinginan Soeharto terus berkuasa setelah sebelumnya me- nyatakan akan turun keprabon (turun tahta) dan akan madeg pandito (menjadi guru bangsa) ini kerusuhan Mei 1998 terjadi.

Situasi keamanan dan penanganannya secara militeristik juga perlu dilihat menjelang kerusuhan Mei 1998. Pada tanggal 1-11 Maret 1998 dilaksanakan Si- dang Umum MPR dalam situasi ekonomi yang krisis dan dirasakan oleh semua elemen dalam semua sendiri kehidupan sosial politik. Dalam Sidang Umum ini Soeharto mengajukan diri menjadi presiden lagi setelah gagal memulihkan sistem ekonomi direspon negatif oleh masyarakat. Respon negatif ini terkait dengan berbagai krisis lain sejak krisis moneter 1997. Mahasiswa dan masyara- kat semakin sering melakukan demonstrasi dengan mengangkat isu kesen- jangan sosial, anti dwi fungsi ABRI, transparansi dan strategi pertahanan. Saat itu juga telah terjadi perbincangan kemungkinan pemimpin di masa depan. Kelompok-kelompok kritis baik dari kalangan mahasiswa maupun umum mu- lai aktif berkiprah mengorganisir diri misalnya kegiatan kelompok anti kema- panan (PIJAR, PRD, AJI. KNPD, ALDERA, SBSI, LSM) semakin kritis dengan pemerintah. Ada peluncuran buku mengenai penggantian presiden di YLBHI karangan Ryas Rasyid. Kelompok Megawati juga semakin aktif berdemonstra- si.

Aksi mahasiswa yang semakin lama semakin bertambah banyak. Akhir 1997 demo kelompok Cipayung mulai demo lagi, bergabung dengan non maha- siswa dan kalangan profesional. Januari 1998, demo merebak di setiap kota, sebagai respon atas: krisis ekonomi. Jumlah peserta ratusan, tempat di instansi pemerintah dan kampus. Februari demo semakin banyak dari semakin banyak kalangan, bentrokan mulai terjadi, dan isu masih soal krisis ekonomi. Maret semakin banyak, mahasiswa semakin banyak, aksi mencapai ribuan. Isu berge- ser, dari ekonomi ke politik. Tuntutan Suharto mundur mulai ada, respon ma- syarakat mulai mendukung mahasiswa. April semakin banyak massa dan kam- pus. Demo mulai beraksi ke jalan. Bentrok dengan aparat mulai meningkat. Isu politik semakin santer. Tuntutan adalah reformasi, anti KKN, dan turunnya Soeharto. Dukungan masyarakat dan profesional semakin bertambah Mei, aksi mahasiswa semakin meningkat, apalagi ada kenaikan BBM. Peristiwa penem- bakan mahasiswa Trisakti memicu terjadinya kerusuhan di berbagai kota. Aku-

mulasinya adalah aksi di gedung DPR/MPR. Soeharto menyatakan mundur. Tanggal 13-15 Mei adalah puncak, menjadi pemberitaan utama, adalah efek krisis ekonomi.

Dalam dokumen Anonim – Narasi Pembela Ham Berbasis Korban (Halaman 126-130)