• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjuangan untuk Memenangkan Nilai-Nilai HAM

Suciwati Istri Aktivis HAM Munir

II. Perjuangan untuk Memenangkan Nilai-Nilai HAM

Suciwati memperjuangkan penuntasan kasus Munir, tidak saja untuk pemuli- han diri dan keluarganya, namun juga untuk memenangkan para korban dari kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa secara sosial, politik, ekonomi dan keamanan dalam kehidupan masyararakat berbangsa dan bernegara. Ak- tivitasnya diperkuat dan didukung oleh Komite Aksi untuk Solidaritas Munir (KASUM). Bersama KASUM, ia terus mengawal perjuangan menuntut penun- tasan kasus Munir. Hal itu dapat dilihat dari perjuangannya sejak pencarian kepastian informasi mengenai meninggalnya Munir, almarhum suaminya, hingga mengawal advokasi untuk menuntut keadilan dalam seluruh tingkat peradilan.

Suciwati juga melakukan banyak hal lain seperti lobi, audiensi maupun meng- galang dukungan baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Ak- tivitasnya dalam advokasi tidak sekedar untuk pembelaan kasus Munir, namun sekaligus untuk mempromosikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan membukti- kan dirinya sebagai pembela HAM (human rights defenders).

2 Dalam Kronik Munir, berita ini disebutkan pada tanggal 26 Desember 2006, 3 bulan setelah putusan bebas Pollycarpus pada tanggal 3 Oktober 2006.

Tuntutan kepada Para Penguasa3

Suciwati adalah seorang pejuang yang sangat berani. Demi untuk mendapat- kan informasi yang jelas dan menuntut keadilan atas kematian Munir, sua- minya, ia melakukan kunjungan, lobi sampai dengan menuntut para penguasa supaya serius dalam menangani kasus Munir. Hal tersebut dilakukan tanpa henti dan tanpa lelah sejak tahun kematian Munir 2004 hingga saat laporan ini ditulis, Mei 2009.

Pada tahun 2004, setelah lama menunggu kepastian penyebab kematian sua- minya, ia mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI membuktikan bahwa Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal. Sehari setelah kabar diterima, 12 November 2004, ia pun mendatangi Mabes Polri untuk meminta hasil otopsi walaupun hasilnya gagal. Sejumlah LSM saat itu menggelar siaran pers bersama di kantor KontraS mendesak pemerintah untuk segera melaku- kan investigasi, menyerahkan hasil otopsi kepada keluarga, dan membentuk tim penyelidikan independen yang melibatkan kalangan masyarakat sipil. Saat itu Presiden SBY berjanji akan menindaklanjuti kasus pembunuhan Mu- nir. Pada tanggal 24 November selanjutnya Suciwati bersama beberapa aktivis LSM bertemu dengan Presiden SBY di Istana Negara dengan hasil Presiden berjanji akan membentuk tim independen untuk menyelidiki kasus Munir. Beberapa kronik tuntutan Suciwati terhadap para penguasa yang terpapar ini hanyalah sebagian saja apa yang telah dilakukannya yang sempat terdokumen- tasi. Apa yang telah dilakukan Suciwati sebagian memberikan hasil positif baik langsung maupun tidak langsung terhadap penuntasan kasus Munir. Pada ta- hun kedua kematian Munir, tepatnya pada tanggal 18 Juli 2005, Suciwati me- nyatakan kekecewaannya terhadap Kapolri yang saat itu dijabat oleh Jendral Polisi Sutanto. Hal ini disampaikan untuk mendorong penuntasan kasus Mu- nir paska bekerjanya Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Presiden yang telah memberikan rekomendasi penyidikan kepada polisi terhadap pihak-pihak ter- kait, namun tidak dijalankan.

Pada tahun 2006 tidak kurang dari 4 kali Suciwati bertemu dengan para pe- jabat. Ia bersama dengan Usman Hamid pada bulan Januari bertemu dengan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh untuk meminta supaya rekaman percakapan Muchdi-Pollycarpus dibuka oleh perusahaan telekomunikasi. Hal ini dilaku- kan setelah ditemukannya bukti baru oleh polisi diantaranya adalah, adanya kontak nomor telepon genggam Pollycarpus dan Muchdi PR. Rekaman ini

3 Kronik Kasus Munir, data base advokasi Munir Komite Solidaritas untuk Advokasi Munir (KASUM) per Mei 2009.

sangat penting untuk menggali keterlibatan berbagai pihak dalam konspirasi pembunuhan Munir. Bulan Februari Suciwati dan sejumlah aktivis LSM ber- temu dengan DPR, dan meminta DPR untuk menggunakan hak interpelasinya berkait guna lebih menekan pemerintah untuk menuntaskan kasus Munir. Sampai saat itu, dua tahun setelah kematian Munir, baru ada dua orang ter- sangka yang dijerat hukum yakni Pollycarpus dan Ramelgia Anwar.

Pada bulan Mei di tahun yang sama Suciwati bertemu dengan Wakapolri, Komjen Pol Adang Darajatun di Mabes Polri. Ia mengatakan bahwa Polri telah memeriksa sejumlah saksi baru paska disebutkannya beberapa pihak dalam putusan pertama untuk terdakwa Pollycarpus. Kemudian bulan Juni berikut- nya Suciwati bertemu dengan Ketua MA, Bagir Manan untuk meminta MA melengkapi pemeriksaan saksi atau barang bukti yang tidak dilengkapi di dua tingkat pengadilan sebelumnya.Pada Juni tahun 2008, Suciwati menelpon Kab- areskrim Mabes Polri, Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri, dan mendapat kabar dari pihak Mabes Polri mengenai rencana penangkapan Muchdi PR. Suciwati bersama kabareskrim berencana mengadakan pertemuan setelah itu.

II.1. Menggalang Dukungan Regional

4

Suciwati tidak hanya membuktikan diri sebagai seorang pejuang HAM di dalam negeri, namun juga aktif memberikan dukungan bagi keadilan dan promosi hak asasi manusia di tingkat regional Asia. Pada bulan Maret 2006, Suciwati bersama dengan beberapa perwakilan LSM seperti KontraS, IKOHI, Imparsial, dan satu aktivis HAM Thailand mendatangi Kedutaan Besar Thai- land. Tujuan kedatangan ini adalah untuk menyampaikan rasa solidaritas dan meminta pemerintah Thailand untuk mengungkap kematian atau penghilan- gan Somchai Neelaphaijit. Somchai adalah aktivis HAM muslim terkenal di Thailand yang hilang sekitar dua tahun yang lalu. Sampai saat itu pengadilan sudah digelar untuk beberapa pelaku, namun masih ada pelaku lain yang be- lum diusut.

Pada tanggal 20 Juli 2006 Suciwati bersama Angkhana Neelaphichit, istri Som- chai Neelaphaichit memulai rangkaian kampanye perlindungan para pejuang HAM dengan mengambil tema Borderless Struggle di tingkatan region Asia Tenggara. Rangkaian kampanye ini terdiri atas berbagai kegiatan, mulai per- temuan solidaritas antar korban pelanggaran HAM, audiensi dengan institusi negara, dan mengeluarkan pernyataan politik bersama.

II.2. Menggalang Dukungan Internasional

Kasus Munir adalah salah satu kasus yang mendapatkan perhatian sangat be- sar dari komunitas internasional. Kasus Munir dianggap sebagai ukuran dari keseriusan pemerintah Indonesia dalam menuntaskan masalah pelanggaran

HAM di Indonesia. Hal ini tidak saja karena Munir adalah figur aktivis pejuang

HAM yang dikenal luas secara internasional, namun juga karena dukungan kampanye dan penggalangan dukungan internasional yang dilakukan Suci- wati bersama jaringan LSM.

Pada bulan April 2005, Suciwati menyatakan dalam siaran pers bahwa kasus Munir telah mendapat dukungan dari komunitas internasional, termasuk Ket- ua Komisi HAM PBB. Hal ini merupakan hasil kunjungan kampanyenya di Eropa yang didukung oleh Makarim Wibisono, pelobi internasional dari Indo- nesia untuk masalah pelanggaran HAM. Hal ini dilakukan bertepatan dengan sulitnya TPF dalam menyidik pihak pejabat BIN sehingga dibuat kesepakatan adanya tim khusus TPF dan BIN. Pada bulan November di tahun yang sama terdapat enam puluh delapan orang (68) anggota Konggres Amerika Serikat mengirimkan surat kepada Presiden SBY agar segera mempublikasikan lapo- ran TPF. Para anggota Konggres AS tersebut mempertanyakan keseriusan pemerintah RI dalam menuntaskan kasus Munir.

Pada tahun 2006, Suciwati kembali melakukan serangkaian kampanye peng- galangan dukungan internasional. Pada bulan Juli bersama Usman Hamid, ia melaporkan hasil kampanye kasus Munir di Eropa kepada publik melalui si- aran pers. Hasilnya, Parlemen Uni Eropa berjanji memonitoring kasus Munir dan menyatakan kecewa atas kinerja pemerintah RI. Pada bulan Oktober di tahun yang sama, Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia, B. Lynn Pascoe me- nyayangkan penanganan kasus Munir oleh pihak berwenang Indonesia. Hal ini merupakan respon atas putusan bebas terhadap terdakwa Pollycarpus di tingkat kasasi MA, di yang sama.

Pada bulan Oktober tersebut Suciwati terbang ke Amerika Serikat untuk me- nerima penghargaan Human Rights Award oleh Human Rights First di New York. Selama di Amerika Serikat, ia juga bertemu dengan beberapa anggota Kongres, Senator, pejabat Pemerintah AS, dan Philip Alston, UN Special Rap- porteur on Extrajudicial, Summary or Arbitrary Executions, yang menyatakan kesediaannya untuk ikut membantu Pemerintah RI dalam kasus Munir. Kun- jungan itu disambut oleh media setempat, yaitu The New York Times yang mengulas kasus Munir dalam editorialnya dengan tajuk Poisened Justice. Pada tahun 2007, terdapat beberapa acara internasional yang memberikan re- spon terhadap kasus Munir. Bulan Maret pada tahun itu Philip Alston, Pel-

apor Khusus untuk isu Eksekusi di Luar Proses Hukum dan Semena-mena, menyampaikan keprihatinannya atas penanganan Pemerintah RI atas kasus Munir dalam Sidang ke 4 Dewan HAM PBB. Kasus Munir menjadi salah satu fokus utama kerjanya. Hal ini juga dilakukan oleh Pelapor Khusus lainnya yang menyampaikan keprihatinan yang sama di muka Dewan HAM PBB yaitu oleh Hina Jilani (pelapor utama Human Rights Defender) dan Leandro Despouy (pelapor utama Kemandirian Hakim dan Pengacara).

Pada bulan Juni tahun yang sama terdapat kunjungan kerja (country visit) dari Special Representative of the Secretary General untuk isu Human Rights Defender, Hina Jilani ke Indonesia. Hina Jilani mendatangi kantor KontraS/KASUM ber- temu dengan Suciwati dan aktivis KASUM untuk membicarakan soal perkem- bangan kasus Munir. Dalam pertemuan tertutup itu Hina Jilani menyatakan bahwa ia mengetahui betul perkembangan kasus Munir dan merasa aneh men- gapa Pemerintah RI tidak juga bisa menuntaskannya selama hampir 3 tahun. Pada bulan berikutnya, Komisioner Tinggi HAM PBB, Louis Arbour juga melakukan kunjungan ke Indonesia. Arbour mempertanyakan penanganan kasus Munir karena kasus ini menjadi simbol bagaimana negara menghadapi kasus-kasus serius. Menurutnya kasus Munir sudah menjadi sorotan komuni- tas internasional. Louis Arbour juga sudah mempertanyakan langsung kasus Munir kepada Presiden SBY, Polri, dan Departemen Luar Negeri RI. Bulan Sep- tember 2007, sejumlah anggota Parlemen Uni Eropa menyatakan tekad mer- eka untuk mengangkat kasus pembunuhan Munir dalam persidangan mereka. Bahkan, mereka juga berencana membentuk tim khusus untuk memonitor pen- gungkapan kasus tersebut.

Pada tahun 2008 dan 2009 dukungan internasional tidak surut setelah proses penanganan hukum atas kematian Munir mengalami penigkatan sekalipun sangat terlambat. Hal ini ditandai dengan putusan PK atas Pollycarpus yang menjatuhkan putusan penjara 20 tahun, lebih tinggi dari putusan tingkat per- tama dan banding. Prestasi kedua adalah diseretnya beberapa pihak dan pe- jabat BIN dalam persidangan Muchdi Pr. Penghujung tahun 2008, Muchdi Pr divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sangat mengece- wakan semua pihak. Namun upaya lebih lanjut masih terus dijalankan sampai sekarang. Hal ini karena majelis hakim lebih memperhatikan pada keterangan terdakwa daripada keterangan para saksi. Sampai laporan ini ditulis, proses hukum selanjutnya terhadap Muchdi PR masih berjalan.

Dalam konteks ini, pada bulan Juni 2008 Suciwati dan Usman Hamid me- nemui anggota Parlemen Inggris untuk mencari dukungan penyelesaian kasus kematian Munir. Pada awal tahun 2009, PBB menyatakan tetap memantau ka- sus Munir. Pelapor khusus PBB, Margaret Sekaggya juga menyampaikan rasa

prihatinnya atas vonis bebas terhadap Muchdi PR