• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mizar dan Kehidupan Sosialnya

Dalam dokumen Anonim – Narasi Pembela Ham Berbasis Korban (Halaman 175-177)

Pejuang Lingkungan Yang Bersih

I. Mizar dan Kehidupan Sosialnya

Terlahir dengan nama Muhammad Mizar Al Amir, anak pertama dari empat bersaudara ini dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1975. Mizar dibesarkan dalam lingkungan agraris, sehingga hidup dengan cara bekerja keras tidak menjadi hal yang memberatkan untuknya. Sebagian besar waktunya dihabiskan un- tuk membantu orang tuanya yang berprofesi sebagai petani gurem. Mizar kecil gemar menggembala ternak, khususnya kerbau. Salah satu hiburan yang ada adalah pada saat dia diberi tugas untuk menggembala ternak (kerbau). Dari kebiasaan menggembala itulah, dia kemudian menemukan bakat kepemimpi- nannya di dalam dirinya.

Pada usia 13 tahun, saat duduk di kelas 5 SD, Mizar dan keluarganya memutus- kan pindah ke Kampung Bojong. Walau berjarak tidak lebih dari 3 kilometer, Mizar kecil dituntut harus bisa segera beradaptasi dengan lingkungan baru- nya itu. Sejak kecil, Mizar dididik untuk menjunjung tinggi nilai-nilai keya- kinan, keberanian dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut menjadi pegangan bag- inya dalam melakukan segala hal, dan nilai-nilai tersebut masih tertanam kuat hingga kini. Hal itu sangat terlihat dalam pergaulan Mizar sehari-hari dengan teman sepermainan. Mizar lebih banyak muncul sebagai seorang anak yang menengahi apabila jika terjadi perselisihan di antara teman-temannya. Dia se- lalu membela teman-temannya yang dianggap benar. Gaya bicaranya yang ce- plas-ceplos, lugas dan cenderung blak-blakan dalam mengungkapkan sesuatu, menjadi karakteristik Mizar dari dulu hingga kini.

Walau pun begitu, seorang anak kecil tetaplah anak kecil. Mizar terkenal de- ngan kebadungannya karena gemar berkelahi, sehingga dia kemudian ditakuti oleh teman-teman sepermainannya. Julukan preman cilik selalu hinggap setiap kali orang mengingat nama Mizar. Sayangnya, Mizar baru bisa masuk sekolah pada usia 8 tahun. Mizar menjadi anak yang paling tua, paling besar dari te- man sekelasnya. Oleh karena itu, Mizar selalu dijadikan pohak penengah jika terjadi perselisihan di antara teman-temannya. Selain julukan preman cilik, orang juga banyak menganggap Mizar sebagai jagoan cilik juga. Walaupun ter- lambat masuk sekolah dan lebih tua dari teman sekelasnya, Mizar tidak pernah menunjukkan rasa mindernya. Bahkan, pada saat duduk dibangku SMP, Mizar ditunjuk sebagai ketua OSIS selama 2 tahun berturut-turut, mulai dari kelas 2 sampai kelas 3 SMP. Dia mengemukakan asumsi, bahwa dirinya ditunjuk untuk menjadi Ketua OSIS bukan karena kemampuannya untuk memimpin, tetapi lebih dikarenakan umurnya yang lebih tua di antara teman sekelasnya, sehingga dia menjadi lebih menonjol di antara yang lain. Menurut dia, hal tersebut adalah nilai lebih bagi dirinya.

Widodo bahwa pada dasarnya masyarakat Bojong memiliki karakter yang keras. Banyak preman kampung yang muncul sebagai jagoan-jagoan kandang, yang sering menggunakan jalan kekerasan apabila masalah muncul. Namun, karena Bojong bukan daerah yang luas dan kondisi sosial yang masih kental dengan suasana kekeluargaan khas masyarakat Sunda, warga Bojong tetap me- miliki ikatan kekeluargaan yang kuat. Tolong menolong dan saling membantu antar sesama warga yang kesulitan, menjadi ciri dari budaya yang masih di- praktikkan sampai sekarang. Budaya itu kelak menjadi kunci sukses dari warga

Bojong untuk bertahan pada saat mengalami kesulitan finansial setelah terjadi

bentrokan yang mengakibatkan penangkapan paksa terhadap seluruh laki-laki Bojong, padahal mereka menjadi tulang punggung keluarga sehari-hari). Mizar amat bersyukur bahwa kehidupan ekonomi keluarganya bisa mencuku- pi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Secara sosial, mayoritas masyarakat Bojong bermata pencaharian sebagai buruh tani, pedagang, dan sebagian kecil sebagai buruh pabrik dan pegawai negeri sipil. Kedua orang tua Mizar mampu menyekolahkan anak-anaknya dengan baik, bahkan Mizar bisa menggenapkan pendidikannya hingga jenjang pesantren hingga tahun 2000.

Di pesantren, Mizar dididik untuk hidup mandiri dan mengatasi masalah- nya sendiri. Jiwa kepemimpinan dan kemampuan untuk berbicara di depan publik yang sudah dimilikinya, semakin terasah dalam proses pendidikan di pesantren. Mulanya, motivasi Mizar untuk masuk ke pesantren adalah ingin memiliki ilmu “kebal bacok”, karena cita-cita Mizar ingin menjadi tentara. Mi- zar telah menyusun rencana, setelah menguasai ilmu “kebal bacok”, ia akan langsung mendaftar menjadi tentara. Namun cita-cita untuk menjadi tentara semakin lama semakin pudar. Hal ini disebabkan nasehat yang diberikan oleh salah seorang gurunya yang mengatakan bahwa pengabdian hidup bukan hanya dilakukan ketika kita menjadi tentara, tetapi juga bisa dilakukan melalui jalur keagamaan.

Seorang kyai dapat disebut menjadi seorang pengabdi kepada negara de- ngan menyebarkan ajaran kebaikan dan kebenaran dalam Islam. Nilai-nilai kemandirian yang diajarkan di dalam pesantren antara lain semangat untuk bekerja keras dan pantang menyerah. Nilai-nilai itu diimplementasikan untuk membantu pembangunan perluasan pesantren. Pendidikan yang ia dapatkan di pesantren diberikan tidak berbasis pada kurikulum Sisdiknas, tetapi lebih mengacu pada kitab-kitab kuning yang menonjolkan ajaran-ajaran ke-Islam- an.

Itu sebabnya, Mizar yang mulanya masuk pesantren tidak bisa membaca Al- Quran dan tidak mengerti ajaran agama Islam secara mendalam, berubah men-

jadi seorang Mizar yang paham tentang ilmu keagamaan dan kelak ia gunakan dalam mengadvokasi kasus yang melibatkan masyarakat Bojong.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di pesantren, Mizar kembali ke kam- pungnya dan mendirikan tempat pengajian Al-Quran bagi anak-anak kecil. Tempat pengajian tersebut kemudian berkembang hingga akhirnya memiliki murid sampai 50 anak-anak. Metode pendidikan yang diterapkan diakui Mizar sangat keras dan disiplin. Mizar memberi jaminan kepada para orang tua dari anak-anak pengajiannya, bahwa dalam waktu tidak lebih dari 1 bulan si anak dapat membaca Al-Quran, jika mereka rutin dan sungguh-sungguh belajar agama dengan baik. Keberhasilan dalam mendidik anak didiknya menjadikan tempat pengajiannya semakin banyak murid yang berguru kepadanya.

Selain menjadi guru mengaji yang tidak dibayar, kesibukan Mizar lainnya adalah menjadi makelar motor untuk menghidupi keluarganya. Karena sibuk mengurusi tempat pengajian dan pekerjaan lainnya, Mizar menjadi kurang aktif dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Namun Mizar cukup dikenal oleh masyarakat sekitar karena dia mempunyai kemampuan melakukan pe- ngobatan alternatif dan sering menolong orang yang membutuhkan bantuan. Kemampuan untuk melakukan pengobatan alternatif didapat Mizar setelah melaksanakan pendalaman ilmu (lelaku) spiritual atas nasehat dari gurunya di pesantren. Lelaku spiritual yang dilakukan di antaranya adalah berpuasa se- lama lebih dari 4 tahun. Selama 4 tahun itu, dia juga melakukan amalan-amalan seperti yang diajarkan oleh gurunya.

Dalam dokumen Anonim – Narasi Pembela Ham Berbasis Korban (Halaman 175-177)