• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 25 Pendapatan petani dari PHBM

KEMITRAAN DENGAN POLA PHBM BELUM MEMBERDAYAKAN RAKYAT

8.1 Keragaan PHBM di BKPH Parung Panjang

Program PHBM di Perhutani BKPH Parung Panjang dimulai pada tahun 2001. Lembaga yang dibentuk untuk pelaksanaan PHBM adalah kelompok tani hutan (KTH) di Desa Babakan, kemudian menyusul KTH Desa Tapos. LMDH baru dibentuk setelah kelompok tani hutan beraktivitas dalam pengelolaan hutan kemitraan. Para pengurus KTH yang merintis dan ikut mensosialisasikan PHBM kepada masyarakat. Sampai sekarang sudah terbentuk puluhan KTH dan LMDH. Setelah penerapan PHBM selama sekitar sepuluh tahun, kinerja PHBM di setiap desa tidak sama kondisinya.

Untuk melihat apakah program PHBM yang selama ini diterapkan di Perhutani BKPH Parung Panjang mempunyai performansi yang baik dilihat dari keberlanjutan pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan secara berkelanjutan dapat ditinjau dengan tiga lingkup: ekonomi, sosial, dan perlindungan lingkungan. Ketiga dimensi saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Keberlanjutan diartikan sebagai tingkat kemampuan sistem hutan untuk menjaga produktivitasnya dari masa ke masa. Keberlanjutan fungsi ekologis diartikan sebagai kemampuan pengelolaan dalam mendukung dan memelihara keseimbangan integrasi komunitas kehidupan hayati yang memiliki komposisi jenis, keanekaragaman, dan berbagai fungsi yang seimbang dan terpadu, seperti kondisi habitat alaminya.

Kriteria yang digunakan untuk menganalisisnya perfomansi pengelolaan hutan di Perhutani BKPH Parung Panjang dapat dilihat dari matriks ketiga komponen dapat dilihat pada Tabel 31.

Jika dicermati dari perfor Jika dicermati dari performansi PHBM di lapangan tampak bahwa PHBM yang dilaksanakan di Perhutani BKPH Parung Panjang lebih dominan pada aspek ekonomi. Produktivitas kayu yang dihasilkan dengan sistem ini meningkat karena berkurangnya pencurian. Produktivitas kayu akasia yang dihasilkan dari tahun sebelum dilaksanakannya program PHBM dengan sesudah diberlakukan PHBM mengalami kenaikan. Dengan meningkatnya produktivitas kayu berpengaruh pula pada profit perusahaan. Bagi masyarakat, adanya PHBM ini memberikan tambahan pendapatan dari tanaman

116 pangan, penjarangan, kayu bakar, dan bagi hasil, meskipun jumlahnya masih sangat kecil dan hanya memberikan tambahan pendapatan.

Tabel 31 Indikator Keberlanjutan PHBM

Faktor Indikator penilaian

Ekonomi Produktivitas kayu Profit usaha Pendapatan naik

+ + +

Lingkungan Biodivesitas flora Biodiversitas fauna Sumber air - - - Sosial Kemiskinan Kemanan hutan konflik menurun - + +

Indikator lingkungan dilihat dari biodiversitas flora dan fauna di hutan dan sumber air. Biodiversitas merupakan keanekaragaman antar makhluk hidup dari berbagai sumber dan ekosistem lainnya, termasuk keanekaragaman dalam spesies antar spesies dalam ekosistem. Biodiversitas perlu dilindungi karena hutan masih menjadi sumber pangan dan obat-obatan, menjaga kestabilan ekosistem, plasma nutfah untuk kepentingan masa depan.

Kondisi kawasan hutan di BKPH Parung Panjang sekarang ini berbeda jauh dengan kondisi hutan sebelumnya. Dilihat dari indikator lingkungan, hutan produksi dengan tegakan akasia yang mendominasi berpengaruh terhadap biodiversitas flora dan fauna. Pemilihan jenis pohon Acassia mangium yang ditanam secara monokultur berdampak kepada menurunnya biodiversitas flora. Tanaman pokok ini mengalahkan berbagai tumbuhan lain, bahkan rumput pun banyak yang tidak tumbuh lagi.

Jika dibandingkan dengan kondisi hutan pada era tahun enam puluhan telah jauh berbeda. Pada masa itu kondisi hutan sangat bagus, tegakan yang dominan adalah puspa, mahoni, tambesu. Pohon di hutan tinggi-tinggi dan besar- besar, banyak rumput untuk pakan ternak, dan banyak jamur merah (kunir) yang bisa dikonsumsi.

Biodiversitas fauna juga mengalami penurunan. Berdasarkan hasil diskusi dengan anggota kelompok tani hutan diperoleh informasi bahwa sebelum ditanam akasia banyak fauna yang sering ditemukan penduduk, antara lain: babi hutan, kelinci, ayam hutan, berbagai burung, ular, dan banyak ikan. Kondisi fauna saat ini jauh berbeda, fauna yang masih bisa ditemukan saat ini antara

117 lain: babi hutan mulai jarang ditemukan, burung makin jarang. Kelinci, ular, biawak masih bisa ditemukan. Akhir-akhir ini ditemukan adanya ular piton yang masuk kampung mencari makan dengan memangsa ayam milik penduduk.

Dahulu sumber-sumber mata air banyak dan melimpah, air sumber tetap ada meski sudah kemarau lebih dari tiga bulan. Sekarang sumber air setelah kemarau satu bulan sudah kering, tetapi ketika musim hujan air meluber-luber.

Di kawasan Parung Panjang terdapat hutan penelitian Yanpala yang dikelola Kementerian Kehutanan. Hutan multikultur ini masih terdapat sumber mata air yang besar karena hutannya masih alami. Sumber mata air dari hutan Yanpala sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan penduduk.

Tanaman akasia diintroduksi pada tahun 1990 an yang dirintis oleh Kepala KPH Bogor waktu itu. Penggantian jenis pohon dengan akasia ini mulai menunjukkan hasilnya. Dengan produktivitas yang tinggi, waktu tanam yang relatif pendek dan profit yang baik secara ekonomi maka pilihan terhadap akasia dianggap paling tepat bagi Perhutani. Acasia merupakan andalan untuk produksi kayu dari BKPH Parung Panjang. Belum ada perubahan kebijakan untuk mengganti jenis pohon yang ada saat dengan jenis pohon lainnya.

Pelaksanaan PHBM di BKPH Parung Panjang jika dicermati dari permasalahan sosial terlihat belum banyak berpengaruh. Memang ada tambahan pendapatan dari PHBM, tetapi sempitnya lahan garapan berpengaruh pada kecilnya pendapatan yang ada sehingga belum bisa diharapkan untuk dapat mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Rakyat di sekitar hutan produksi yang ada belum bisa lepas dari jerat kemiskinan.

Alternatif pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat adalah menjadi pekerja informal di kota. Dengan adanya pembangunan transportasi kereta api rel ganda akan semakin memudahkan akses masyarakat berintegrasi dengan ekonomi pasar. Masyarakat dengan mudah dapat melakukan perjalanan ke kota Jakarta atau Tangerang. Meningkatnya hubungan masyarakat desa dengan masyarakat kota dapat menyebabkan makin tingginya kebutuhan uang untuk membeli produk industri atau menciptakan kehidupan yang lebih konsumtif (Suharjito dkk 2003).

Keberhasilan sebuah program pemberdayaan dapat dilihat dari capaian terhadap indikator yang mencakup: (I) berkurangnya jumlah penduduk miskin; (2) berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia; (3) meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan

118 kesejahteraan keluarga miskin dilingkungannya; (4) meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok,makin rapihnya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat; serta (5) meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya (Sumodiningrat, 1999).

Keberhasilan program PHBM dapat juga diukur dengan indikator antara lain: (1). Menurunnya gangguan terhadap kelestarian hutan, terutama yang disebabkan karena pencurian, (2). Menurunnya jumlah tanaman gagal disertai dengan meningkatnya kualitas tanaman hutan.(3). Membaiknya komposisi kelas hutan.(4). Membaiknya neraca sumberdaya hutan, (5). Menurunnya jumlah masyarakat miskin di desa hutan, (6). Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh masyarakat desa hutan dengan memanfaatkan sumberdaya hutan yang tersedia, (7). Meningkatnya kemandirian kelompok pada PHBM, dan (8). Meningkatnya pendapatan keluarga miskin di desa hutan (Yulianto, 2002).

Pilihan terhadap jenis pohon akasia perlu pengkajian kebijakan yang lebih komprehensif mengingat sifat akasia yang kurang baik dalam menyuplai ketersediaan pakan ternak, ketersediaan sumberdaya air, dan mendukung keanekaragaman hayati. Petani juga hanya dapat menanam padi satu kali panen karena akasia cepat tumbuh dan berkembang sehingga mengalahkan tanaman lainnya.

Prinsip keadilan dalam pelaksanaan PHBM di Perhutani BKPH Parung Panjang juga belum terwujud. Hubungan antara Petugas Perhutani dengan petani masih belum setara. Petugas masih dominan dan merasa paling berhak dan paling tahu bagaimana mengelola hutan. Sedangkan petani masih menjadi objek belum mampu berperan sejajar dengan Petugas Perhutani.